Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Perbedaan Derajat Ansietas antara Penyandang Hipertensi Belum Terkontrol dengan yang Terkontrol Sugeng, Cerelia E. C.; Moeis, Emma Sy.; Rambert, Glady I.
e-CliniC Vol 7, No 2 (2019): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.7.2.2019.26283

Abstract

Abstract: Hypertension and anxiety are among the group of the most common chronic disease worldwide, and according to numerous studies they are oftentimes associated each other. Patients suffered from chronic illnesses, such as hypertension, may have negative emotion that increases the risk of mental disorders, most commonly anxiety disorder. This study was aimed to assess the difference of anxiety degree between uncontrolled and controlled hypertensive patients. This was an observational analytical study with a cross-sectional design. Subjects were divided into two groups: controlled and uncontrolled hypertensive patients. Measurement of blood pressure parameter was performed by using office blood pressure monitoring. Anxiety parameter was classified based on the scoring of the Generalized Anxiety Disorder Scale (GAD-7). Data were analyzed by using the Mann-Whitney test. Subjects consisted of 60 hypertensive patients (35 males and 25 females), aged 30-70 years (mean 56.48 years). There were 35 controlled hypertension patients and 22 uncontrolled hypertensive patients. The results showed that the difference in anxiety degree based on GAD-7 between controlled hypertensive and uncontrolled hypertensive groups obtained a p-value of 0.000. In conclusion, there was a significant difference in anxiety degree between uncontrolled and controlled hypertensive patients. Screening for anxiety among hypertensive patients is a simple and cost-effective tool that may improve outcomes.Keywords: anxiety, uncontrolled hypertension, controlled hypertension Abstrak: Hipertensi dan ansietas merupakan kelompok penyakit kronik yang paling umum di seluruh dunia. Berdasarkan banyak penelitian kedua penyakit ini saling berhubungan satu sama lain. Penyandang hipertensi mungkin memiliki emosi negatif yang meningkatkan risiko terjadinya gangguan mental berupa ansietas. Ansietas dan dukungan sosial rendah akan menghambat proses penyembuhan terutama dalam mengontrol tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk menge-tahui apakah terdapat perbedaan derajat ansietas antara penyandang hipertensi belum terkontrol dengan hipertensi terkontrol. Jenis penelitian ialah analitik observasional dengan desain potong lintang. Subyek penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penyandang hipertensi belum terkontrol dan hipertensi terkontrol. Pengukuran parameter tekanan darah dilakukan dengan menggunakan alat Oscillometric digital dengan cara Office Blood Pressure Monitoring (OBPM). Parameter ansietas diklasifikasikan berdasarkan skala Generalized Anxiety Disorder Scale (GAD-7). Adanya perbedaan derajat ansietas antara kedua kelompok dinilai dengan uji Mann-Whitney. Subyek penelitian terdiri dari 60 penyandang hipertensi (35 laki-laki dan 25 perempuan) berusia 30-70 tahun (rerata 56,48 tahun). Terdapat 25 penyandang hipertensi yang belum terkontrol dan 35 penyandang hipertensi terkontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan derajat ansietas berdasarkan GAD-7 antara kedua kelompok (p=0,000). Simpulan penelitian ini ialah terdapat perbedaan bermakna dalam derajat ansietas antara penyandang hipertensi yang belum terkontrol dengan yang terkontrol. Skrining ansietas pada penyandang hipertensi merupakan modalitas penting dalam penatalaksanaan penyandang hipertensi.Kata kunci: ansietas, hipertensi belum terkontrol, hipertensi terkontrol
Gambaran Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik Non Dialisis di Poliklinik Ginjal-Hipertensi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Periode Januari 2017 – Desember 2018 Karinda, Tasya U. S.; Sugeng, Cerelia E. C.; Moeis, Emma Sy.
e-CliniC Vol 7, No 2 (2019): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.7.2.2019.26878

Abstract

Abstract: Chronic kidney disease (CKD) is still a global health problem with a rising prevalence in many countries. Complications of CKD are inter alia cardiovascular disease, hypertension, anemia, electrolyte disturbance, diabetes mellitus, and metabolic asidosis. This study was aimed to provide an overview of CKD at the Kidney-Hypertension polyclinic of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital. This was a descriptive retrospective study using data of CKD patients at the Kidney-Hypertension Polyclinic from January 2017 to December 2018. The results obtained 63 CKD patients consisting of 47.61% males and 52.38% females. Based on CKD staging, the eprcentages of patients were, as follows: stage 3 CKD (1.58%), stage 4 CKD (22.22%), and stage 5 CKD ND (76.19%). Patients aged 50-59 years had the highest percentage of stage 5 ND CKD numbering 10 males (20.83%) and 12 females (25%). The prevalences of complications in stage 5 ND CKD compared to stage 4 CKD were, as follows: anemia Hb 11-11.9 g/dL (77.5% vs 36.36%), uncontrolled hypertension (37.50% vs 14.28%), dyslipidemia (25% vs 28.57%), hyperurisemia (27.08% in males and 41.67% in females vs 57.15% in males and 28.57% in females), hyponatremia (66.67% vs 64.28%), hypernatremia (31.25% vs 0%), and hypokalemia (16.67% vs 35.72%). In conclusion, CKD complications were anemia, hypertension, dyslipidemia, hyper-urisemia, and electrolite imbalance; most were higher in stadium 5 ND CKD.Keywords: chronic kidney disease, complications Abstrak: Penyakit ginjal kronik (PGK) masih menjadi masalah kesehatan global dan prevalensinya terus meningkat di berbagai negara. Komplikasi PGK antara lain penyakit kardiovaskular, hipertensi, anemia, gangguan elektrolit, diabetes melitus, dan asidosis metabolik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran komplikasi PGK di Poliklinik Ginjal-Hipertensi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif dengan menggunakan data pasien PGK yang dirawat di Poliklinik Ginjal-Hipertensi periode Januari 2017 - Desember 2018. Hasil penelitian mendapatkan 63 pasien PGK, terdiri dari 52,38% perempuan dan 47,61% laki-laki. Berdasarkan stadium PGK, PGK stadium 3 (1,58%) orang, PGK stadium 4 (22,22%), dan PGK stadium 5 ND (76,19%). Kelompok usia tertinggi ialah 50-59 tahun. Prevalensi komplikasi pada PGK stadium 5 ND dibandingkan PGK stadium 4 ialah sebagai berikut: anemia Hb 11-11,9 g/dL (77,5% vs 36,36%), hipertensi tidak terkontrol (37,50% vs 14,28%), dislipidemia (25% vs 28,57%), hiperurisemia (27,08% pada laki-laki dan 41,67% pada perempuan vs 57,15% pada laki-laki dan 28,57% pada perempuan), gangguan elektrolit hiponatremia (66,67% vs 64,28%), hipernatremia (31,25% vs 0%), dan hipokalemia (16,67% vs 35,72%). Simpulan penelitian ini ialah komplikasi PGK ialah anemia, hipertensi, dislipidemia, hiperurisemia, dan gangguan elektrolit; sebagian besar lebih banyak terjadi pada PGK stadium 5 ND.Kata kunci: penyakit ginjal kronik, komplikasi
Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom Hepatorenal Timbul, Jovanca G.; Sugeng, Cerelia E. C.; Waleleng, Bradley J.
e-CliniC Vol 9, No 1 (2021): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v9i1.31964

Abstract

Abstract: Hepatorenal syndrome (HRS) is known as a complication of cirrhosis. Currently, there are no specific laboratory tests to diagnose HRS while liver transplantation, as the definitive therapy, is still problematic due to the poor prognosis and long waiting lists. HRS is typically associated with poor prognosis, with a mortality rate of more than 95%. Without liver transplantation or appropriate vasoconstrictor therapy, the life expectancy was less than 2 weeks. This study was aimed to describe the diagnosis and management of the hepatorenal syndrome. The study design was literature review. Published literature was obtained from three databases: PubMed, ScienceDirect, and Google Scholar. All articles that met the inclusion and exclusion criteria were included in this study. According to five studies regarding the diagnosis, both the incidence and mortality rate of HRS was relatively high (38.1% of all acute kidney injury cases and 64.5%, respectively), even with in-hospital therapy. Five other studies analyzed the management of HRS. It was reported that the mean age of the youngest SHR patients was 53.3 years and the mean oldest age was 65 years. The male gender predominated in all studies (50-79%). In conclusion, the latest revision classified HRS into three groups: HRS-AKI, HRS-AKD, and HRS-CKD. Pharmacological therapies for HRS including terlipressin, octreotide, midodrine, albumin, pentoxifylline, and various combinations of these therapies.                    Keywords: Hepatorenal Syndrome, Diagnosis of HRS, Management of HRSAbstrak: Komplikasi dari sirosis hati antara lain sindrom hepatorenal (HRS). Sampai saat ini pemeriksaan laboratorium secara spesifik untuk mendiagnosis HRS belum ada. Transplantasi hati secara teori merupakan terapi yang tepat namun masih merupakan masalah utama karena prognosisnya buruk dan daftar tunggu yang lama di pusat transplantasi. Prognosis HRS umumnya buruk dengan angka mortalitas lebih dari 95%, jika tidak melalui transplantasi hati atau terapi vasokonstriktor yang tepat maka rerata angka harapan hidup pasien kurang dari 2 minggu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui diagnosis dan tatalaksana HRS. Jenis penelitian ialah literature review dengan menggunakan tiga database yaitu PubMed, Science Direct, dan Google Scholar sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang ada. Berdasarkan lima literatur penegakan diagnosis HRS, diketahui insidensi dan angka kematian HRS relatif tinggi (38,1% dari seluruh kasus acute kidney injury (AKI) dan angka kematian 64,5%), meskipun telah mendapatkan terapi di rumah sakit. Lima literatur lainnya tentang tatalaksana SHR, diketahui rerata (mean) usia termuda pasien HRS 53,3 tahun dan rerata (mean) usia tertua 65 tahun, dan yang mendominasi sampel penelitian ialah jenis kelamin laki-laki (50-79%). Simpulan penelitian ini ialah revisi terbaru menunjukkan HRS diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: HRS-AKI, HRS-AKD, dan HRS-CKD. Terapi medikamentosa untuk HRS di antaranya terlipressin, oktreotida, midodrine, albumin, pentoxifylline, serta berbagai kombinasi dari terapi tersebut.                                                    Kata kunci:  sindrom hepatorenal, diagnosis HRS, tatalaksana HRS 
Gambaran Pasien Tuberkulosis Paru Usia Produktif di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Tahun 2014-2015 Kesek, Johanes F. N.; Sugeng, Cerelia E. C.; Polii, Efata B. I.
Medical Scope Journal Vol 1, No 1 (2019): Medical Scope Journal
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/msj.1.1.2019.26816

Abstract

Abstract: Pulmonary tuberculosis (pulmonary TB) is caused by Mycobacterium tuberculosis, an acid-fast bacillus (AFB). This disease is characterized by pulmonary infiltrates and caseous granuloma formation, fibrosis, as well as cavities. To date, this disease is still a global health problem. The highest incidence of pulmonary TB is usually in productive age between 15 and 44 years. This study was aimed to obtain the profile of pulmonary tuberculosis patients in productive age at RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado during years 2014 to 2015. This was a descriptive observational study using data of medical records. The result showed that there were 178 pulmonary TB patients in the age group of 15-44 years. Based on sex, there were 94 males (52.8%) and 84 females (47.2%). TB patients with positive acid-fast bacilli (AFB) in sputum were found in 117 patients (65.7%) and those with negative AFB in 61 patients (34.3%). In conclusion, pulmonary TB patients at productive age (15-44 years) were predominant in males with positive sputum of Mycobacterium tuberculosis.Keyword: pulmonary tuberculosis, productive age Abstrak: Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu sejenis basil tahan asam (BTA). Penyakit ini ditandai oleh adanya infiltrat paru dan pembentukan granuloma kaseosa, fibrosis, dan kavitas. Penyakit TB paru masih merupakan masalah global dengan insidensi tertinggi biasanya mengenai usia produktif, antara 15–44 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pasien tuberkulosis paru usia produktif di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode tahun 2014-2015. Jenis penelitian ialah deskriptif observasional menggunakan data rekam medis. Hasil penelitian mendapatkan 178 pasien TB paru pada golongan usia 15-44 tahun. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan 94 orang laki-laki (52,8%) dan 84 orang perempuan (47,2%). Pasien TB dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+) sebanyak 117 orang (65,7%) dan pasien dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (-) sebanyak 61 orang (34,3%). Simpulan penelitian ini ialah penderita TB paru pada usia produktif (15-44 tahun) lebih sering didapatkan pada jenis kelamin laki-laki dan dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+).Kata kunci: tuberkulosis paru, usia produktif