ABSTRAK Tujuan utama penelitian ini adalah: (1). Untuk mendiskripsikan latar belakang terjadinya konflik tanah adat di kawasan Kontu, (2) untuk mengetahui pola konflik tanah adat di kawasan hutan Kontu, (3) untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan dalam penyelesaian konflik tanah adat di kawasan hutan Kontu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Helius Sjamsuddin yang terdiri dari 3 (Tiga) tahapan yakni (1) Herustik: pengumpulan data melalui studi dokumen, pengamatan, wawancara dan penelitian kepustakaan; (2) verifikasi (Kritik Sumber) yakni penilitian terhadap keotentikan dan keabsahan data yang terdiri dari kritik ekstren dan kritik intern, (3) Historiografi (penulisan sejarah) yang terdiri atas: a) penafsiran (interprestasi), b) penjelasan (eksplanasi), c) penyajian (ekspose). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1). Latar belakang terjadinya konflik tanah adat di kawasan hutan Kontu disebabkan oleh klaim sepihak yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Muna yang menyatakan bahwa tanah adat Kontu-Watoputeh merupakan bagian dari hutan lindung Jompi. Klaim sepihak yang dilakukan oleh Pemda Muna ini sebenarnya juga didasarkan adanya proyek penghijauan antara pihak pemda Muna dengan pihak Dirjen Kehutanan yang memaksa segelintir masyarakat yang hidup dan bertempat tinggal di kawasan hutan Kontu harus angkat kaki dari lahannya masing-masing. (2) Pola konflik tanah adat di kawasan hutan Kontu awalnya bersifat laten atau sembunyi-sembunyi, namun seiring dengan berjalannya waktu, konflikpun menjadi terbuka (manifest). (3) Upaya-upaya yang dilakukan dalam penyelesaian konflik tanah adat di kawasan hutan Kontu yaitu memberikan kejelasan terhadap pengukuhan tapal batas kawasan hutan kontu dari pihak pemerintah, menerapkan konsep hutan kemasyarakatan yang diprogramkan oleh Dewan Kehutanan Nasional.Kata Kunci: Konflik, Tanah, Adat, Hutan