Musba, Andi Muhammad Takdir
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Majalah Anestesia

Perbandingan Efektivitas antara Dexmedetomidine dengan Fentanil Intravena dalam Menekan Respons Kardiovaskular pada Tindakan Laringoskopi dan Intubasi Dengan Panduan Bispectral Index Ariffianto, Tekad; Hisbullah; Arif, Syafri; Salam, Syamsul; Musba, Andi Muhammad Takdir; Adil, Andi
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 40 No 2 (2022): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (409.132 KB) | DOI: 10.55497/majanestcricar.v40i2.261

Abstract

Latar Belakang: Berbagai cara telah digunakan untuk mengurangi gejolak hemodinamik saat laringoskopi dan intubasi. salah satunya dengan menggunakan fentanil. Pengadaan fentanil memiliki masalah karena digolongkan sebagai obat narkotika sehingga ketersediaannya terbatas. Alternatif lainnya yaitu dexmedetomidine. Penelitian ini menggunakan bispectral index untuk mengontrol kedalaman hipnotif sedatif. Monitoring BIS bertujuan untuk memastikan peningkatan hemodinamik yang terjadi bukan karena proses pulih sadar akibat dangkalnya hipnotif sedatif, sehingga peningkatan hemodinamik yang terjadi merupakan akibat dari respon nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas pemberian dexmedetomidine 0,5 mcg/kgBB dengan fentanil 2 mcg/kgBB dalam menekan respon kardiovaskular pada tindakan laringoskopi dan intubasi. Metode: Penelitian ini menggunakan metode randomized clinical trial secara tersamar tunggal yang dilakukan di instalasi kamar operasi pusat RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada periode Februari - Maret 2022. Pasien dibagi kedalam dua kelompok: kelompok D (mendapatkan dexmedetomidine) dan kelompok F (mendapatkan fentanil). Karakteristik pasien dan indikator hemodinamik pasien sebelum dan beberapa menit setelah intubasi dicatat dan dianalisis untuk melihat perbandingan antar kelompok Hasil: Total terdapat 40 pasien yang dialokasikan ke tiap kelompok secara acak. Terdapat perbedaan perubahan tekanan darah sistolik (TDS), tekanan darah diastolik (TDD), tekanan arteri rerata (TAR), dan laju jantung (LJ) yang bermakna (p < 0,05) antar kelompok pada selisih waktu tertentu. Dexmedetomidine 0,5 mcg/kgBB pada penelitian ini efektif untuk menjaga hemodinamik selama tindakan laringoskopi dan intubasi dengan peningkatan TDS 16%, TDD 14%, TAR 15 % dan LJ 17 %. Kesimpulan: Dexmedetomidin lebih efektif menekan respon kardiovaskuler pada laringoskopi dan intubasi dibandingkan dengan fentanil. Dengan demikian, dexmedetomidin dapat digunakan menggantikan fentanil untuk laringoskopi dan intubasi
Terapi Farmakologis pada Pasien Sub Acute Postherpetic Neuralgia: Sebuah Laporan Kasus Irwan, Alamsyah; Musba, Andi Muhammad Takdir
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 41 No 2 (2023): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v41i2.278

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan : Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster. Post Herpetic Neuralgia (PHN) ialah nyeri akibat zoster yang masih ada 1 bulan setelah perkembangan vesikel. Biasanya prognosisnya baik, namun beberapa pasien tetap menderita nyeri jangka panjang. Tujuan terapi PHN adalah mengurangi nyeri dan meningkatkan kualitas hidup. Obat antiepilepsi dan antidepresan trisiklik adalah pilihan pertama. Ilustrasi Kasus : Pada laporan kasus ini, dilakukan pengamatan pada pasien laki-laki berusia 32 tahun dengan nyeri kepala sebelah kiri menjalar seperti listrik hingga kelopak mata kiri selama ± 6 minggu, rasa tertusuk-tusuk paku secara tiba-tiba, terasa kebas/kram, terdapat nyeri saat disentuh (allodynia), dan hipoestesia. Riwayat penyakit sebelumnya ialah herpes zoster dan mendapatkan terapi acyclovir dan simpotamis seperti paracetamol, asam mefenamat, dexamethasone, dan cetirizine. Pasien datang dengan Visua Analog Scale (VAS) 6-7/10 dan didiagnosis dengan Sub Acute Post Herpetic Neuralgia. Pasien mendapatkan terapi Lyrica (Pregabalin) 50 mg 2 kali sehari 1 tablet, Amitriptyline 10 mg sekali sehari 1 tablet, Ultracet (Tramadol 37,5 mg + paracetamol 375 mg) 3 kali sehari 1 tablet. Setelah hari ke-14 VAS pasien berkurang menjadi 2/10, namun timbul efek samping berupa bibir kering dan sering ngantuk dan pengobatan yang berlanjut hanya Amitriptyline 10 mg/hari. Simpulan : Pemberian terapi yang cepat pada PHN memberikan pencegahan terjadinya nyeri yang refrakter, sehingga sulit memberikan terapi yang adekuat. Pemberian terapi lini pertama pada PHN subakut menggunakan agen amitriptyline, pregabalin, dan tramadol memberikan efek yang sangat baik dalam mengatasi nyeri pada subacute PHN, akan tetapi perlu adanya pemantauan tentang efek samping yang terjadi dikarenakan potensiasi pada ketiga obat tersebut. Kata Kunci : amitriptyline, pregabalin, subacute post herpetic neuralgia, tramadol, visual analog scale