Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Journal of Law and Policy Transformation

Penerapan Prinsip Arbitrase dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 Elza Syarief; Shelvi Rusdiana
Journal of Law and Policy Transformation Vol 1 No 2 (2016)
Publisher : Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research aims to determine how the arbitration principles applied in the consumer disputes settlement based on Law No. 8 of 1999. This research used a normative legal research. After analyzing the data research, it can be seen that the implementation of the Arbitration principles in consumer dispute settlement in terms of Law No. 8 of 1999 was deviating from the Arbitration principles of arbitration pursuant to Law of Arbitration namely Law No. 30 of 1999. Among them was a court intervention in the Arbitration’s settlement in Consumer Dispute Settlement Board, whereas with the presence of the arbitration agreement, it should remove the authority of the district court to check the dispute. This kind of Consumer dispute settlement process, also adheres to the principle of final and binding decision, as referred to article 54 paragraph ( 3 ) of Law No. 8 of 1999, but it still opens for legal remedy of appeal so that it raises legal uncertainty. Hence, the arbitration principles cannot be applied in consumer dispute resolution pursuant to Law No. 8 of 1999 and may raise new legal issues. === Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah prinsip-prinsip arbitrase yang diterapkan dalam penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Setelah dilakukan analisis terhadap data-data penelitian, dapat diketahui bahwa penerapan prinsip-prinsip arbitrase pada penyelesaian sengketa konsumen ditinjau dari Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah menyimpang dari prinsip-prinsip arbitrase menurut Undang-undang Arbitrase nasional yaitu Undang-undang Nomor 30 tahun 1999. Diantaranya adanya campur tangan pengadilan dalam penyelesaian secara Arbitrase di BPSK, padahal dengan adanya perjanjian arbitrase menghapus wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa sengketa tersebut. Proses penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK, juga menganut prinsip putusan final dan mengikat, sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun masih dapat dilakukan upaya hukum keberatan yang dapat dilakukan oleh para pihak sehingga menimbulkan adanya ketidakpastian hukum. Atas dasar itulah prinsip-prinsip arbitrase tidak dapat diterapkan dalam penyelesaian sengketa konsumen menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen dan menimbulkan permasalahan hukum baru.
Analisis Yuridis Hak Erfpacht Verponding Hak Pengelolaan Lahan Kota Batam Elza Syarief; Agung Prayogo
Journal of Law and Policy Transformation Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis penyebab pihak Badan Pengusahaan Batam belum membebaskan atau mengganti rugi hak erfpacht verponding atas tanah di Batam, menganalisis keberadaan tanah dengan status Hak erfpacht dapat/tidak dialihkan kepada pihak ketiga dengan alas HPL dan menganalisis solusi yang dapat dilakukan agar tanah hak erfpacht di atas HPL dapat diakui kepastian hukumnya. Penelitian ini termasuk penelitian hukum sosiologis dengan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan observasi serta dengan analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini adalah Badan Pengusahaan Batam belum membebaskan hak erfpacht verponding atas tanah di Batam, karena adanya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dan Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971 Tentang Pengembangan Pembangunan Pulau Batam.Solusi yang dapat dilakukan agar tanah hak erfpacht di atas HPL dapat diakui kepastian hukumnya dengan mengukuhkan menjadi hak baru.
Doktrin Fiduciary Duty dan Corporate Opportunity Terhadap Pertanggungjawaban Direksi dan Dewan Komisaris Elza Syarief; Attika Balqist
Journal of Law and Policy Transformation Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perseroan sebagai Badan Hukum (rechtspersoon/legal person) merupakan Perseroan Terbatas yang pengaturannya tunduk pada ranah hukum privat yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sebagai organ penting Perseroan, Direksi sebagai pengurus adalah pilar utama untuk menjamin dan untuk melanjutkan bisnis Perseroan. Itu sebabnya tanggung jawab Direksi sebagai pengurus atau manajemen didasarkan pada itikad baik, loyalitas, kejujuran, penuh tanggung jawab, kepedulian dan kemampuan serta maksud yang terbaik bagi Perseroan, untuk mengurus hingga tercapainya tujuan Perseroan dan yang mewakili Perseroan di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Tanggung jawab Direksi berdasarkan prinsip Fiduciary Duty dalam Perseroan Terbatas harus mampu melaksanakan tugasnya dengan penuh itikad baik, bertanggungjawab, serta menghindari adanya benturan kepentingan. Direksi juga dituntut untuk bertindak dengan penuh kehati-hatian dalam membuat segala keputusan dan kebijakan (duty of care) serta mampu mengutamakan kepentingan Perseroan di atas kepentingan pribadinya (duty of loyalty). Seorang Direksi dikategorikan melakukan Corporate Opportunity dan melakukan pengelolaan Perseroan yang salah, apabila seorang Direksi melakukan pelanggaran Code Of Conduct. Tidak melaksanakan duty of care dan duty of loyalty yang terdapat dalam prinsip perusahaan dan memiliki itikad buruk dengan mengambil kesempatan bagi dirinya pribadi atas nama untuk kepentingan Perseroan.
Penyelesaian Sengketa Tanah Antara Masyarakat dan Developer di Kota Batam Elza Syarief; Haji Syukur Lehidonu
Journal of Law and Policy Transformation Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Land is a significant part in providing sources for life for human beings. The problems relating to land dispute settlement remain to be unable togive justice and fairness to disputing parties as it is mandated by Pancasila, the 1945 Constitution, Law No.5 of 1960 concerning the Basic Land Law and the Regulation of Agrarian Minister and Head of National Land Body No.5 of 2015 concerning Location Permit. This study reveals that land dispute settlement between community and developers in Batam City should be conducted by litigation and non litigation because these are the appropriate settlement methods in providing justice, security, comfortability and happiness to both disputing parties. === Tanah sebagai bagian yang sangat penting memberikan sumber penghidupan, seluruh umat manusia. Permasalahan penyelesaian sengketa tanah belum dapat memberikan rasa keadilan bagi pihak-pihak yang bersengketa, sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945 dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria maupun Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN No.5 tahun 2015 tentang Izin Lokasi. Studi ini mengungkapkan bahwa bentuk penyelesaian sengketa tanah antara masyarakat dan Developer di Kota Batam sebaiknya dilakukan melalui secara Litigasi maupun Non Litigasi karena cara inilah yang paling tepat dalam memberikan rasa keadilan, keamanan dan kenyamanan serta kebahagian bagi kedua belah pihak yang bersengketa.