Sa'dan, Saifuddin
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pengembalian Mahar Berganda Karena Pembatalan Khitbah dalam Pandangan Islam: Analisis terhadap Persepsi dan Praktek Masyarakat Kuta Baro Aceh Besar Sa'dan, Saifuddin; Arif Afandi, Arif Afandi
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v1i1.1573

Abstract

Ketika terjadi pembatalan khitbah oleh calon mempelai perempuan fuqaha sepakat bahwa calon mempelai perempuan harus mengembalikan pemberian tersebut. Berbeda halnya pada masyarakat Kuta Baro Aceh Besar ketika terjadi pembatalan khitbah oleh calon mempelai perempuan maka pemberian yang pernah diberikan oleh calon mempelai laki-laki yang tujuannya untuk mahar maka calon mempelai perempuan harus mengembalikannya secara berganda. Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana praktek pengembalian mahar karena pembatalan khitbah pada masyarakat Kuta Baro Aceh Besar dan bagaimana pandangan Islam terhadap praktek pengembalian mahar karena pembatalan khitbah pada masyarakat Kuta Baro Aceh Besar. Dalam penelitian penulis menggunakan metodedeskriptif analisis, yaitu metode dengan menggambarkan objek dan dianalisa dari data-data yang diperoleh di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek pengembalian mahar karena pembatalan khitbah pada masyarakat Kuta Baro Aceh Besar dilakukan dengan mengembalikanpemberian yang tujuannya untuk mahardua kali lipat (ganda) yang pernah diberikan oleh calon mempelai laki-laki ketika mengkhitbahnya. Dikembalikannya pemberian tersebut dua kali lipat atau ganda apabila pembatalan khitbahitu dilakukan oleh pihak calon mempelai perempuan dan pandangan hukum Islam terhadap pembatalan khitbah oleh calon mempelai perempuan dengan membayar pemberian dua kali lipat yang biasa berlaku di masyarakat Kuta Baro Aceh Besar merupakan hukuman ta’zir yang berupa harta (denda) dua kali lipat pemberian, karena bentuk dari ingkar janji atau melanggarnya dari pihak perempuan terhadap perjanjian untuk melaksanakan pernikahan.
Prosedur Penetapan Putusan Perkara Nusyuz (Analisis Undang-undang Keluarga Islam Negeri Johor) Sa'dan, Saifuddin; Hajar Fatimah binti Norizan, Hajar Fatimah binti Norizan
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 2, No 1 (2018)
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v2i1.3113

Abstract

Persoalan nusyuz istri merupakan suatu isu kritikal dalam kehidupan berumah tangga karena nusyuz merupakan antara penyumbang terbesar kepada keruntuhan institusi keluarga di Malaysia. Secara khusus, artikel bermaksud meneliti terhadap kasus-kasus nusyuz di Mahkamah Syar’iyah Negeri Johor yang didapati sebagian darinya adalah berpunca daripada kesalahfahaman konsep nusyuz oleh suami sehingga sesuka hati menuduh istri sebagai nusyuz. Artikel ini dilakukan untuk menganalisa peruntukan dan prosedur penetapan nusyuz dalam Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor Tahun 2003 dengan menggunakan metode penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan yuridis-normatif. Hasil analisa menunjukkan bahwa prosedur penetapan putusan perkara nusyuzmenurut Undang-undang Keluarga Islam Negeri Johor Tahun 2003 yang dilakukan di Mahkamah Syar’iyah Negeri Johor  dibuat selaras dengan fiqih Islam. Sebagian besar fuqaha mempunyai pandangan yang sama  dalam menentukan perbuatan nusyuz istri yaitu keluar rumah tanpa izin suami, enggan berseronok-seronok atau bersetubuh dengan suami tanpa keuzuran dan tidak mentaati suami dalam perkara-perkara yang tidak bertentangan dengan syarak. Kajian ini turut mendapati bahwa peruntukan berkaitan nusyuz istri ada dinyatakan dalam Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor Tahun 2003, tetapi bukan khusus mengenai penetapannusyuz sebaliknya mengenai kesan nusyuz terhadap nafkah. Penetapannusyuz ke atas istri pula didapati jarang berlaku karena penghakiman oleh hakim dilihat bersifat berhati-hati demi memastikan keadilan pihak-pihak yang bertelingkah dapat ditegakkan selaras dengan fiqih Islam.
Ijtihad terhadap Dalil Qath'i dalam Kajian Hukum Islam Sa'dan, Saifuddin
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 1, No 2 (2017)
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v1i2.2379

Abstract

Lapangan ijtihad sangat luas dalam fiqh. Para ulama sepakat tentang hal tersebut pada hal-hal yang tidak ada nash ataupun pada dalalah yang masih dhanni. Tetapi pada persoalan yang telah ada nash dan yang bersifat qath'i al-dalalah urusan yang menjadi perbedaan para ulama. Hal ini dikarenakan adanya beberapa ijtihad, khususnya Umar, yang melakukan ijtihad terhadap hukum yang telah ada nashnya dan juga pada dalil yang telah qath'i. Penelitian ini menggunakan dekriptif analisis dengan pendekatan historis normatif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Nash dari segi wurud dan tsubut adalah qath'i, karena semua ayatnya sampai kepada kita dengan jalan mutawatir.Namun dari segi penunjukannya menjadi qath'I ad-dalalah dan zanni ad-dalalah. Pembagian ini untuk menjelaskan bahwa ada hal-hal yang sudah terang disebutkan dalam al-Qur'an dan hadis dan ada yang masih perlu diijtihadkan agar dapat diimplementasikan dan diamalkan. Nash qath'i manurut para ulama ushuliun tidak boleh menjadi objek ijtihad karena sudah jelas dan terang disamping juga agar tidak terjadi kekacauan dan terlalu bebas dalam melakukan ijtihad, serta tidak memasukkan hal-hal seperti kewajiban shalat lima waktu, zakat dan hukum-hukum syara’ lainnya yang telah disepakati menjadi pembahasan ijtihad. Namun diantara ulama ushuliun sendiri masih berbeda dalam menentukan mana yang menjadi dali qath'I dan mana yang menjadi dalil zanni. Persoalan yang menyangkut dengan dalil qath'i dan dalil zanni ini, tidak hanya terjadi perbedaan dalam pengkatagorian, akan tetapi ada juga yang membatasi dengan syarat-syarat tertentu, seperti yang dilakukan oleh Asy-Syatibi dan ada yang menolak sama sekali dikotomi qath'i dan zanni, namun mereka tidak cukup kuat dalam mengemukakan alasan-alasan yang dapat kita terima.