Claim Missing Document
Check
Articles

Found 40 Documents
Search

VARIASI NILAI INDEKS VEGETASI MODIS PADA SIKLUS PERTUMBUHAN PADI Panuju, Dyah R.; Heidina, Febria; Trisasongko, Bambang H.; Tjahjono, Boedi; Kasno, A; Syafril, H.A.
GEOMATIKA Vol 15, No 2 (2009)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24895/JIG.2009.15-2.254

Abstract

Remote sensing technology has been employed extensively for food crops mapping and monitoring. Despite its widespread utilization, analyses have been limited to single set of data. Rice monitoring, ideally, requires time series data and therefore needs high revisit satellite configuration. Nonetheless, very limited research has been dedicated to time series data. This paper presents a study on the use of MODIS time series data for understanding various stages of rice growth in Subang Regency. Two widely-recognized vegetation indices were compared, namely Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) and Enhanced Vegetation Index (EVI). It is shown that 8-day temporal compositing scheme was unable to provide a proper dataset for this application. This suggests that detailed rice growth could be monitored solely in dry season.Keywords: MODIS, paddy phenology, NDVI, EVI.ABSTRAKPerkembangan teknologi penginderaan jauh telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang, termasuk diantaranya bidang pertanian pangan. Namun demikian, fokus utama pemanfaatan masih terbatas pada penggunaan data akuisisi tunggal. Aplikasi pemantauan tanaman pangan, terutama padi, yang memiliki siklus pertumbuhan sangat cepat sangat membutuhkan konfigurasi deret waktu. Telaah literatur menunjukkan bahwa analisis deret waktu sangat terbatas disajikan. Makalah ini menyajikan analisis data serial untuk memantau berbagai fase pertumbuhan padi di Kabupaten Subang memanfaatkan data MODIS yang tersedia secara gratis. Dua indeks kehijauan yaitu Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan Enhanced Vegetation Index (EVI) dibandingkan dalam kajian ini. Makalah ini menunjukkan indikasi bahwa citra komposit multitemporal 8 hari belum mampu menyediakan data untuk tujuan pemantauan pertumbuhan padi. Dengan demikian, analisis data hanya dapat dimungkinkan pada musim kemarau.
PEMANTAUAN LAHAN SAWAH MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 Tjahjono, Boedi; Syafril, Aufa H. A.; Panuju, Dyah R.; Kasno, Antonius; Trisasongko, Bambang H.; Heidina, Febria
GEOMATIKA Vol 15, No 2 (2009)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (730.438 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2009.15-2.252

Abstract

Rice production has been one of important issues in food sufficiency and increasingly gains more attention to the government. Suitable monitoring scheme is then required to ensure proper data analysis. Remote sensing offers an efficient way to acquire such data, allowing rapid assessment on agricultural system. Many advances on sensor technology have been witnessed. Nonetheless, each sensor has to be evaluated for a specific task such as monitoring various stages in rice production. This paper discusses the performance of AVNIR-2 sensor combined with two statistical tree algorithms. Interestingly, the result shows the outstanding performance of the third band of the sensor. We obtained overall accuracy around 90%. The research indicates the applicability of sensors with limited bands coupled with suitable algorithms.Keywords: ALOS, AVNIR-2, rice , CRUISE, QUEST.ABSTRAKDalam menyusun kebijakan pemerintah yang terkait masalah swasembada pangan, data produksi pangan memegang peranan yang sangat penting. Selama proses produksi, mekanisme pemantauan sangat diperlukan, terutama menggunakan teknologi penginderaan jauh. Berbagai kemajuan dalam bidang sensor telah menunjang beragam aplikasi praktis seperti pemantauan padi. Namun demikian, berbagai percobaan masih relevan untuk dilakukan, mengingat sensitivitas suatu sensor masih perlu diuji dalam berbagai wilayah. Makalah ini mengkaji keragaan sensor pasif AVNIR-2 dalam memantau berbagai fase pertumbuhan padi, memanfaatkan dua algoritma pohon keputusan. Hasil yang diperoleh menunjukkan kinerja yang baik dari sensor tersebut, terutama pada kanal 3 dengan tingkat akurasi sekitar 90%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dengan pemanfaatan mekanisme analisis yang tepat, sensor dengan kanal terbatas masih dapat dimanfaatkan untuk tujuan yang spesifik.Kata kunci: ALOS, AVNIR-2, padi, CRUISE, QUEST.
KAJIAN WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DI KABUPATEN MAJALENGKA Hidayat, Edwin; Sutandi, Atang; Tjahjono, Boedi
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 16, No 2 (2014)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (672.969 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2014.16-2.55

Abstract

ABSTRAKPertanian merupakan sektor basis di Kabupaten Majalengka, namun memiliki keterkaitan sektoral yang lemah dengan industri pengolahan hasil pertanian. Penelitian ini bertujuan: (1) mengidentifikasi keunggulan komparatif-kompetitif komoditas unggulan pertanian berdasarkan luas tanam, (2) mengidentifikasi desa-desa berbasis industri kecil pengolahan hasil pertanian, (3) mengidentifikasi desa yang memiliki tingkat fasilitas pelayanan dan aksesibilitas tinggi untuk mendukung industri, (4) mengidentifikasi potensial fisik lahan untuk pengembangan komoditas, (5) menentukan daerah pengembangan industri kecil berbasis komoditas unggulan pertanian dan daerah pengembangan komoditasnya. Metode analisis yang digunakan adalah analisis location quotient (LQ), shift share (SSA), skalogram dan kesesuaian fisik lahan. Komoditas pertanian yang diteliti adalah jagung, mangga, kedelai, dan pisang. Hasil penelitian menunjukkan jagung unggul di 6 kecamatan, mangga unggul di 13 kecamatan, kedelai unggul di 1 kecamatan, dan pisang unggul di 3 kecamatan. Terdapat 179 desa berbasis industri kecil pengolahan hasil pertanian. Desa dengan tingkat fasilitas pelayanan dan aksesibilitas tinggi terdiri atas 50 desa. Fisik lahan yang sesuai untuk masing-masing wilayah pengembangan komoditas terdiri atas 21.862 hektar untuk jagung, 207.546 hektar untuk mangga, 4.073 hektar untuk kedelai, dan 20.669 hektar untuk pisang. Wilayah yang diarahkan untuk pengembangan industri kecil berbasis komoditas unggulan pertanian terdiri atas 10 desa sebagai desa industri dan 6 kawasan industri yang merupakan gabungan dari beberapa desa, sedangkan arah prioritas pengembangan komoditas terdiri atas 3.264,24 hektar untuk jagung, 302,57 hektar untuk mangga, 3.694 hektar untuk kedelai, dan 907,61 hektar untuk pisang.Kata Kunci: Majalengka, komoditas unggulan, industri kecil, wilayah pengembanganABSTRACTAgriculture is a basic sector on Majalengka Regency, but it has a weak sectoral linkages with agro-processing industries. This study aimed to: (1) identify the comparative-competitive advantage of agricultural advantage commodities acreage, (2) identify the villages with become small industries of agro-processing based, (3) identify villages with high level of the facilities services and accessibility to support the industry, (4) Identify physical potention of the land for commodity development, (5) determine the development areas for small industries based on agricultural advantage commodities and its commodity development areas. The analytical method used was analysis of the location quotient (LQ), shift share analysis (SSA), schallogram and physical land suitability analyses. This research focus on commodities, those were corn, mango, soybean and bananas. The results showed that corn was superior in 6 districts, mango was superior in 13 districts, soybean was superior in 1 district and bananas was superior in 3 districts. There were 179 villages as basic of small agro-processing industries. Villages with the high level of facilities services and accessibility consisted of 50 villages. There were 21,862 ha land that phisically suitable for corn, 207,546 ha for mango, 4,073 ha for soybean and 20,669 ha for bananas. There were 10 industrial villages and 6 industrial areas that consisted of some villages, that could be developed as a development region for small industries based on agricultural advantage commodities. The priority areas for commodity development were 3,264.24 hectares for corn, 302.57 hectares for mango, 3,694 hectares for soybean and 907.61 hectares for bananas.Keywords: Majalengka, advantage commodity, small industry, development region
PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN REGULASI PENGELOLAAN LAHAN BARU DI DELTA CIPUNAGARA, SUBANG, JAWA BARAT Munibah, Khursatul; Iswati, Asdar; Tjahjono, Boedi
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 12, No 2 (2010)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.37 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2010.12-2.130

Abstract

Perubahan garis pantai dapat terjadi karena faktor alam atau campur tangan manusia seperti perkembangan delta atau reklamasi pantai, Dalam beberapa kasus, perubahan garis pantai dapat membentuk lahan baru yang disebut delta atau lahan timbul. Lahan baru yang terjadi di Delta Cipunagara terus mengalami penambahan seluas 138,9 ha (1962-1972); 757,3 ha (1972-1990) dan 623,0 ha (1990-2008) dengan laju masing-masing sebesar 13,9 ha/tahun, 42,1 ha/tahun dan 34,6 ha/tahun. Penggunaan lahan di lahan baru didominasi oleh tambak sebesar 26,0% (1972); 50,0% (1990) dan 67,8% (2008). Saat ini, lahan baru di Delta Cipunegara dikelola oleh masyarakat setempat dengan seijin kepala desa, yang diujudkan dalam bentuk Surat Izin Mengelola (SIM). Kenyataan menunjukkan bahwa penguasaan lahan baru belum jelas secara yuridis, sehingga dapat menjadi pemicu konflik. Oleh karena itu, kepastian kepemilikan lahan baru perlu segera ditangani oleh pemerintah untuk meminimumkan konflik sosial di masa datang.Kata kunci: Lahan Baru, Garis Pantai, Konflik Sosial ABTRACTCoastline change occurred by natural or anthropogenic processes such as delta development or land coastal reclamation. In some cases, coastline change can create the new land that called delta or emergence land. The new land in Delta Cipunagara has enlarged about 138,9 ha (1962-1972); 757,3 ha (1972-1990) dan 623,0 ha (1990-2008) with rate 13,9 ha/year; 42,1 ha/year and 34,6 ha/year, respectively. Land use in the emergence land are dominated by pound about 26,0 % (1972); 50,0% (1990) and 67,8% (2008). Now, the new lands in Delta Cipunagara are occupied by the local people based on Chief of Village Certificate. In reality, the owner of the new land is unknown judicially so that canprovoke a social conflict. This situation should be clarified judicially by government in order to minimize a social conflict in the future.Keywords: Emergence Land, Coastline, Social Conflict
ANALISIS MORFOMETRI UNTUK MENENTUKAN RISIKO ALIRAN LAHAR GUNUNG GEDE DI KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT Supriyati, Supriyati; Tjahjono, Boedi
Jurnal Geografi, Edukasi dan Lingkungan Vol 2 No 1 (2018): Juli - Desember 2018
Publisher : FKIP UHAMKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Aset penting di sekitar Gunung Gede dan perkembangan pemukiman hingga jarak 6 km dari puncak gunung, memberikan risiko yang tinggi akan dampak bahaya aliran lahar. Pengurangan risiko dampak bencana erupsi Gunung Gede, perlu dilakukan mitigasi bencana dengan mengetahui daerah mana saja yang akan dilalui aliran lahar.  Pembuatan peta bahaya aliran lahar Gunung Gede dibagi menjadi dua kawasan, yaitu daerah proksimal serta daerah medial dan distal yang jauh dari pusat letusan. Metode penilaian bahaya proksimal menggunakan variabel curah hujan, kerapatan aliran sungai (drained density), dan gradien lembah. Penilaian bahaya di daerah medial dan distal, menggunakan variabel morfometri sungai-sungai utama yang mempunyai hulu di DAS-DAS proksimal seperti daya tampung atau kapasitas maksimal lembah yang dihitung melalui volume lembah sungai. Hasil analisis menunjukkan bahwa aliran lahar medial dan distal Gunung Gede di Kecamatan Cugenang dan Kecamatan Cianjur mempunyai risiko sedang-tinggi. Rekomendasi yang dapat diberikan untuk mengurangi risiko aliran lahar melalui mitigasi non-struktural dengan penetapan peraturan, kesadaran masyarakat dan program pendidikan serta modifikasi perilaku. Rekomendasi mitigasi struktural dapat dilakukan dengan cara  membangun tanggul sungai pada daerah yang berpotensi mengalami banjir lahar atau membuat sabo dam, serta meningkatkan kapasitas daya tampung lahar.   Kata Kunci: Morfometri, Aliran Lahar, Risiko  
Analisis Bahaya Kerusakan Fungsi DAS Cimanuk Hulu Berbasis Daya Dukung Lingkungan Susanti, Dwi Rahayu; Tjahjono, Boedi; Hidayat, Yayat
Geodika: Jurnal Kajian Ilmu dan Pendidikan Geografi Vol 2, No 2 (2018): Geodika, Volume 2, Nomor 2, 2018
Publisher : Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Hamzanwadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (495.023 KB) | DOI: 10.29408/geodika.v2i2.1106

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah, untuk menentukan daya dukung jasa ekosistem penyediaan pangan, pengaturan tata air dan analisis kerusakan fungsi DAS Cimanuk Hulu, menggunakan metode AHP dan MCE. Daya dukung jasa ekosistem penyediaan pangan tahun 1995-2015 mengalami peningkatan luas. Pada tahun 1995 luas lahan rendah seluas 9.188 Ha, tahun 2005 seluas 4.814 dan tahun 2015 seluas 4.940 Ha. Luas lahan berpotensi sedang pada tahun 1995 sekitar 56.248 Ha, tahun 2005 seluas 45.400 dan tahun 2015 seluas 44.651. Luasan penurunan lahan sedang dari tahun 1995-2005 seluas 10.894 Ha, tahun 2005-2015 seluas 748 Ha. Luasan lahan berpotensi tinggi mengalami peningkatan, tahun 1995 seluas 52.132 Ha, tahun 2005 seluas 67.360 Ha dan tahun 2015 seluas 44.651. Daya dukung jasa ekosistem pengtauran tata air dari tahun 1995-2015 mengalami penurunan luasan, pada tahun 1995, luas lahan rendah seluas 15.551, kemudian pada tahun 2005 seluas 27.759 dan pada tahun 2015 seluas 31.225 Ha. Luasan lahan berpotensi sedang pada tahun 1995 sekitar 41.158 Ha, tahun 2005 seluas 53.044 dan untuk tahun 2015 seluas 51.390 Ha. Lahan berpotensi tinggi mengalami penurunan dari tahun 1995 seluas 52.132 Ha, sedangkan tahun 2005 seluas 67.360 Ha dan pada tahun 2015 seluas 44.651. pada penelitian ini diperoleh bahwa terjadi penurunan dayadukung pengaturan tata air, akibatnya DAS mengalami kerusakan fungsi. Hal ini disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan sebagai areal pertanian pangan. , setidaknya dari tahun 1995 hingga 2015, telah berdampak buruk dengan menurunnya daya dukung tata air DAS hulu, atau dengan kata lain telah merusak fungsi DAS sebagai daerah tangkapan air.
Kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berbasis bahaya banjir menggunakan analisis hierarki proses di Kabupaten Kuningan Haris, Fikri Dwi; Sitorus, Santun R.P; Tjahjono, Boedi
Region : Jurnal Pembangunan Wilayah dan Perencanaan Partisipatif Vol 17, No 1 (2022)
Publisher : Regional Development Information Center, Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/region.v17i1.44172

Abstract

Indonesia memiliki kondisi alam yang tergolong rawan terhadap bencana alam. Penyebab terjadinya bencana di Indonesia bisa disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Adapun faktor manusia berupa penerapan penggunaan lahan tidak mempertimbangkan karakteristik bentang alam. Kabupaten Kuningan merupakan salah satu wilayah administratif yang terkena dampak bencana (banjir) akibat penggunaan lahan yang tidak mempertimbangkan karakteristik bentang lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian antara pola ruang RTRW Kabupaten Kuningan (2011-2031) dengan daerah bahaya bencana banjir di Kabupaten Kuningan. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu Analysis Hierarchy Process (AHP) dan pairwise comparison untuk penentuan skor faktor penyebab banjir dan longsor, interpretasi citra Sentinel visual tahun 2018 untuk menentukan penggunaan lahan di Kabupaten Kuningan serta metode analisis spasial melalui teknik overlay untuk menentukan daerah bahaya banjir dan longsor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor bahaya banjir yang mempunyai bobot terbesar hingga terkecil menurut para pakar berturut-turut adalah curah hujan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, jenis tanah, dan elevasi. Bahaya banjir dan longsor terdiri atas 3 kelas, yaitu rendah, sedang, tinggi. Hasil overlay antara faktor-faktor penentu bahaya banjir menunjukkan bahwa: a) Bahaya banjir kelas rendah memiliki luasan 42.771 ha; b) Kelas sedang memiliki luas 48.034 ha; c) Kelas tinggi memiliki luas 28.767 ha. Kesesuaian pola ruang pada kawasan budidaya dengan kelas bahaya banjir menunjukkan bahwa kawasan permukiman perdesaan pada kelas bahaya sedang memiliki luasan tertinggi sebesar 7.998 ha. Pada kelas bahaya tinggi, pertanian lahan basah memiliki luasan tertinggi yaitu 7.646 ha.
Penilaian bahaya lahar Gunung Salak (Suatu pendekatan morfometri) Rusdi Mahardi; Boedi Tjahjono; D.P. Tejo baskoro
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi Vol 5, No 2 (2014)
Publisher : Badan Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6634.264 KB) | DOI: 10.34126/jlbg.v5i2.67

Abstract

ABSTRAKSalak merupakan gunung api strato tipe A aktif di Provinsi Jawa Barat. Sejak letusan pada tahun 1938 sampai sekarang, gunung api ini jarang menunjukkan aktivitas yang signifikan, namun gunung api ini masih berbahaya bagi daerah sekitarnya. Salah satu bahaya vulkanik Salak yang sangat penting adalah bahaya lahar, karena curah hujan tahunan relatif tinggi, dan sebagian besar wilayah di sekitar lembah sungai di daerah distal terdapat pemukiman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi geomorfologi Gunung api Salak, serta menilai bahaya lahar menggunakan pendekatan morfometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sungai Cikuluwung memiliki tingkat bahaya lahar tertinggi (84,74 %), apalagi sungai terhubung langsung ke kawah aktif, yaitu Kawah Ratu. Karena kawah terletak di bagian lereng yang lebih rendah, maka lahar bisa mengalir menuju daerah distal dengan lebih cepat dari puncak, sehingga pengelolaan daerah distal di sekitarlembah Sungai Cikuluwung (terutama kawasan pemukiman) memerlukan konsep yang spesifik.Kata kunci: bahaya lahar, Gunung api Salak, morfometri, Sungai CikuluwungABSTRACTSalak is an a type of active stratovolcano in West Java Province. Since its eruption of 1938 until now, the volcano rarely showed significant activity, however the volcano is still dangerous for the surrounding area. One of important volcanic hazards for Salak is lahar hazard, since the annual rainfall is relatively high and most of river valleys in distal areas and the surrounding occupied by settlements. The purpose of this study is to identify the geomorphological condition of Salak Volcano, and to assess lahar hazard using morphometric approach. The results showed that Cikuluwung River has the highest level of lahar hazard (84,74 %), moreover the river is directly connected to active crater, the so-called Kawah Ratu. Since the crater is located in lower flank, the lahar can flow toward the distal area faster then usual (from the peak), so the management of distal area around the Cikuluwung River valley (especially the settlement areas) require specific concepts.Keywords: lahar hazard, Salak Volcano, morphometry, Cikuluwung
PENGEMBANGAN WILAYAH PETERNAKAN SAPI POTONG BERBASIS KESESUAIAN FISIK LINGKUNGAN DAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PAKAN DI KABUPATEN CIANJUR Ema Suhaema; Widiatmaka Widiatmaka; Boedi Tjahjono
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 16 No 2 (2014): Jurnal Tanah dan Lingkungan
Publisher : Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (892.86 KB) | DOI: 10.29244/jitl.16.2.53-60

Abstract

Kondisi fisik optimal ternak dapat dicapai bila didukung oleh kesesuaian lingkungan fisik tempat ternak tumbuh dan kecukupan hijauan sebagai makanan ternak. Analisis dalam penelitian ini dilakukan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) pada berbagai peta digital (peta pengunaan lahan, peta suhu, peta tanah, peta elevasi, dan peta curah hujan) dan data- data tabular untuk menilai kesesuaian fisik lingkungan, kesesuaian hijauan makanan ternak dan daya dukung hijauan makanan ternak. Luas kesesuaian fisik lingkungan untuk ternak sapi potong di Kabupaten Cianjur yang digembalakan adalah 193,282 hektar (ha) (53.45% dari total luas wilayah), sedangkan lahan yang tidak sesuai 3,076 ha (0.85%). Lahan yang sesuai secara fisik lingkungan untuk pengembangan sapi potong yang dikandangkan seluas 112,877 ha (31.21%), lahan yang sesuai dengan pembatas Temperature Humidity Indexs (THI) seluas 60,616 ha (16.76%) dan lahan yang tidak sesuai seluas 22,865 ha (6.32%). Luas kesesuaian hijauan makanan ternak adalah 194,566 ha (53.80%) dan luas lahan yang tidak sesuai adalah 1,792 ha (0.50%). Daya dukung hijauan di Kabupaten Cianjur berada dalam kriteria aman seluas 186,479 ha (51.56%) dan wilayah yang rawan pakan ternak seluas 9,880 ha (2.73%). Wilayah untuk pengembangan peternakan sapi potong yang digembalakan di Kabupaten Cianjur seluas 126,626 ha (35.01%) dan untuk pengembangan peternakan sapi potong yang dikandangkan seluas 78,065 ha (21.59%).
INTERPRETASI BENTUKLAHAN GUNUNGAPI GUNTUR MENGGUNAKAN CITRA IKONOS Luluk Dwi Wulan Handayani; Boedi Tjahjono; Bambang Hendro Trisasongko
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 15 No 2 (2013): Jurnal Tanah dan Lingkungan
Publisher : Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1245.756 KB) | DOI: 10.29244/jitl.15.2.76-83

Abstract

Indonesia merupakan negara yang dilalui oleh jalur gunungapi aktif (ring of fire), memiliki lebih dari 400 gunungapi dan 130 di antaranya termasuk dalam kategori gunungapi aktif. Letusan gunungapi sangat berbahaya bagi makhluk hidup, namun dibalik itu banyak memberikan manfaat bagi manusia, di antaranya abu vulkanik merupakan bahan induk tanah yang subur untuk pertanian. Identifikasi dan pemetaan bentuklahan gunungapi sangat penting untuk keperluan mitigasi bencana dan dapat dilakukan melalui analisis geomorfologi dengan memanfaatkan data penginderaan jauh. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah pemanfaatan citra IKONOS untuk mengidentifikasi dan analisis bentuklahan vulkanik di Gunungapi Guntur. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa interpretasi geomorfologis dengan citra IKONOS pada tubuh G. Guntur dapat membedakan 16 bentuklahan, di antaranya adalah 3 kawah yang berbeda kronologi, 1 kubah lava, 7 aliran lava yang berbeda kronologi, 4 bentuklahan dari kerucut vulkanik, dan 1 bentuklahan terdegradasi oleh proses antropogenik. Kenampakan detil morfologi yang dapat direkam dan ditampilkan oleh citra IKONOS dapat membantu memilah bentuklahan G.Guntur dengan lebih baik dan rinci.