HERLINA RATU KENYA
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi

INJIL BAGI SEGALA MAKHLUK Injil Menurut Kejadian 7:9-17 Dan Implikasinya Bagi Tanggung Jawab Manusia Terhadap Ciptaan Lain HERLINA RATU KENYA
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 2, No 2 (2016): KENOSIS : JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v2i2.36

Abstract

Sejatinya Injil adalah kabar baik bagi segala makhluk berdasarkan kesaksian Alkitab (PL dan PB). Salah satu kisah dalam PL yang menarik perhatian saya adalah tentang Nuh dan keluarganya beserta makhluk lainnya yang Allah selamatkan dari bahaya hukuman air bah karena orientasi hidup manusia pada masa itu bertentangan dengan maksud Allah. Dalam kisah ini, Injil Nampak dalam dua kata yaitu come to terms dan never again. Keduanya merupakan tindakan Allah dalam menanggapi disoriented hidup manusia yang berdampak terhadap rusaknya kehidupan segala makhluk. Tindakan Allah ini kemudian direspon oleh Nuh dengan janji ketaatan yang disimbolkan oleh persembahan. Ketaatan Nuh dalam menjalankan delegasi Allah (Kej 8 : 17; 9 : 1-7) ibarat mawar cinta untuk segala makhluk karena mengandung dimensi penyelamatan universal. Namun dalam sejarah selanjutnya Nuh dan keturunannya kembali salahjalan.Di tengah arus salah jalan manusia - yang sudah tentu memiliki daya rusak yang sangat hebat dalam PB kita berjumpa dengan Allah yang tetap setia berpegang pada prinsip come to terms dan never again. Allah menjadi manusia yaitu Yesus Kristus yang mengampuni dan menyelamatkan dengan menunjukkan jalan sebagai arah hidup yang benar bagi manusia lewat keseluruhan hidup-Nya. Dua hal dari banyak arah benar yang Yesus berikan bagi kita adalah makan secukupnya dan memiliki secara terbatas sebagai prinsip hidup sederhana yang berdimensi penyelamatan universal.Di era modern sekarang, kita diperhadapkan dengan realitas pola dan arah hidup manusia yang digerakkan oleh materialisme, konsumerisme dan hedonism makin hari makin memprihatinkan. Serba mudah, serba cepat, asal ada uang semua bisa dengan gampang diraih dengan kemajuan iptek, merupakan bahaya besar yang mendatangkan kehancuran bagi kehidupan semua makhluk bila manusia tidak sejalan dengan Yesus Kristus, sebab untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia menggerus kekayaan alam tanpa henti. Pola hidup Yesus merupakan kompas moral bagi manusia dan bila itu dipergunakan maka kabar baik menjadi milik segala makhluk.
SPIRITUALITAS UMA BUNGGURU DALAM ARSITEKTUR RUMAH IBADAH GKS JEMAAT WAINGAPU HERLINA RATU KENYA
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 3, No 1 (2017): KENOSIS : JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v3i1.45

Abstract

Spiritualitas, etika dan tradisi merupakan nilai yang bersumber pada penghayatan seseorang akan eksistensinya dalam relasi dengan Tuhan, sesama dan alam semesta. Kesadaran akan identitas Tuhan, pemaknaan akan kehadiran manusia serta bagaimana perlakuan terhadap alam semesta merupakan nilai kunci bagi terciptanya kehidupan yang harmoni dan bermartabat. Semua nilai ini berlaku secara universal dan tidak lekang oleh waktu. Spritualitas, etika dan tradisi tidak selalu terungkap secara verbal atau melalui perbuatan seseorang tetapi juga dapat tervisualisasikan lewat simbol-simbol budaya. Rumah adat merupakan salah satu unsure budaya yang digunakan sebagai media penyampaian nilai oleh orang atau masyarakat di suatu tempat tertentu. Melalui rumah adatnya, orang (masyarakat) Sumba memvisualisasikan nilai spiritualitas, etika dan tradisi seperti persekutuan, harmoni, hidup bersama dalam keragaman dan hidup sebagai keluarga, yang merupakan motor penggerak bagi kehidupan yang bertanggungjawab terhadapTuhan, sesama dan alam semesta. Dalam kekristenan, rumah ibadah merupakan visualisasi dari nilai spiritualitas, etika dan tradisi yang dihayati umat Tuhan setempat berdasarkan imannya. Melalui arsitektur rumah ibadah, umat diingatkan akan nilai-nilai yang mesti menjadi kompas bagi hidupnya baik secara personal maupun komunal sehingga hidupnya bermakna. Pemaknaan hidup itu terbukti melalui karya-karya yang merawat dan merayakan kehidupan bersama tanpa terhambat oleh perbedaan yang ada.