Ria Casmi Arrsa
Peneliti Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PPOTODA) Universitas Brawijaya

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Rechts Vinding : Media Pembinaan Hukum Nasional

RESTORASI POLITIK LEGISLASI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BERBASIS RISET Ria Casmi Arrsa
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 2, No 3 (2013): December 2013
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (982.254 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v2i3.67

Abstract

Potret pembentukan peraturan daerah di tingkat provinsi atau kabupaten/kota merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh pemerintahan di daerah (amanat Konstitusi Pasal 18 Ayat 6) dalam menjalankan roda pemerintahan di tingkat lokal. Banyak kemajuan yang telah dicapai dalam proses legislasi, namun secara empiris masih ditemukan berbagai celah kelemahan sehingga menyebabkan peraturan daerah dimaksud menjadi tidak efektif dan implementatif. Hal tersebut disebabkan lemahnya pemahaman pembentuk peraturan dalam merumuskan norma hukum dalam peraturan daerah dan juga belum adanya pelembagaan budaya riset melalui naskah akademik yang bersifat satu-kesatuan dalam proses perumusan sampai pada tahap pertanggung jawaban akademik. Sehingga permasalahan adalah apakah yang menjadi dasar urgensi kedudukan riset akademik dalam proses penataan politik legislasi pembentukan peraturan daerah, kemudian bagaimana pertanggung jawaban akademik yang sebagai upaya penataan (restorasi) politik legislasi pembentukan peraturan daerah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konsep, didapatkan kesimpulan bahwa pasca penetapan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan maka pelembagaan Naskah Akademik mutlak diperlukan untuk melahirkan peraturan daerah yang partisipatif dan berkelanjutan, sehingga dampak positifnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat di era otonomi daerah.Implementation of regional autonomy walk faster amid growing public demand for creating a participatory democratic order that the welfare of the people. In an effort to realize the prosperity and independence of the region, establishment of regional regulations portrait at both provincial, district, and the city is an integral part of the constitutional authorities in the area owned by the Government (Constitutional mandate of Article 18 Paragraph 6 ) in running the government at the local level. Many progress has been achieved in legislative process, however empirically found too many gap, causing a variety of local regulation is ineffective and not implementative. It happened due to the lack of understanding of legal drafter in formulating legal norms at regional regulation as well as the absence institutionalization of a research culture through academic draft that is the unity in formulation process up to academic accountability. Therefore,the problems that determined in this paper are (1) what is the basic of urgency academic research in process arrangement of political legislation regional regulation formation, (2) How about academic accountability as an effort to rearrangement political legislation of regional regulation formation. This paper using juridical normative method, with legislation and conceptual approach. The view of writer is that after enacted the law number 12 year 2011 on legislation formation, then the institutionalization of academic draft absolutely needed to delivered of regional regulation that sustainable and participative until the positively impact would be enjoyed for improving social welfare in authonomy regional era.
REKONSTRUKSI POLITIK HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI MELALUI STRATEGI PENGUATAN PENYIDIK DAN PENUNTUT UMUM INDEPENDEN KPK Ria Casmi Arrsa
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 3, No 3 (2014): December 2014
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (773.443 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v3i3.32

Abstract

Indeks Persepi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2013 menggambarkan posisi Indonesia berada pada skala eskalasi poin yang belum bergeser secara signifikan. Kondisi tersebut mengharuskan adanya komitmen dari Pemerintah dan segenap komponen masyarakat untuk secara berkelanjutan melakukan upaya-upaya yang masif dan sistematis dalam menjalankan agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. Dengan menggunakan metode yuridis normatif tulisan ini akan membedah apa yang menjadi dasar urgensi rekonstruksi politik hukum pemberantasan korupsi, serta bagaimanakah model rekonstruksi politik hukum dalam pemberantasan korupsi tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu upaya masif dan sistematis dimaksud dapat dilakukan melalui gagasan rekonstruksi politik hukum pemberantasan korupsi melalui strategi penguatan penyidik dan penuntut umum independen Komisi Pemberantasan Korupsi. Gagasan ini dimaksudkan sebagai sarana untuk mendorong arah politik kebijakan dan regulasi agar menopang kinerja KPK secara optimal dalam bidang pencegahan dan/atau penindakan korupsi dalam skala pusat sampai daerah. Rekonstruksi politik hukum diarahkan pada argumentasi baik dalam ranah substansi hukum, struktur hukum, kultur hukum, dan sarana- prasarana melalui penguatan sumber daya manusia baik dari sisi kualitas, kuantitas maupun anggaran. Oleh karenanya dukungan sektor politik diperlukan agar strategi pemberantasan korupsi inheren dengan gagasan yang termaktub di dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption , UNCAC)Indonesia’s corruption perception index (CPI) in 2013 illustrates Indonesia position in escalation stage point has not improved significantly. These conditions requires commitments from the Government and all society components to make massive and systematic efforts continuously in carrying out eradication of corruption agenda in Indonesia. Using juridis normative method this article will discuss urgents points of reconstruction of corruption eradication legal policy, also how the model of reconstruction of corruption eradication legal policy its self. This research results shows that one massive and systematic efforts can be done through reconstruction idea of ecorruption eradication legal political strategy through strengthening independent investigator and prosecutor of the Corruption Eradication Commission. This idea intends to encourage political direction of policy and regulation in order to support optimal performance of the Commission in the field of prevention and/or execution of corruption both in central and region scale. Political legal reconstruction directs to the substance of the argument in legal substance, legal structure, legal culture, and infrastructure through the empowerment of human resources from quality, quantity and budget aspects. Therefore political sector strategy supports needed in order to eradicate corruption inherent with the idea that inline within United Nations Convention against Corruption, UNCAC (United Nations Convention Against Corruption).
TELAAH SOCIOLEGAL TERHADAP TERWUJUDNYA KEDAULATAN HAK ATAS SUMBER DAYA AIR Ria Casmi Arrsa
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 4, No 2 (2015): August 2015
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (577.191 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v4i2.21

Abstract

Amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat”. Namun demikian dalam ranah praktek penyelenggaraan negara maka pengelolaan Sumber Daya Air di Indonesia mengalami pergeseran paradigma pasca ditetapkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang cenderung mengarah pada praktek privatisasi sehingga sering memicu terjadinya konflik sosial. Untuk mengkaji permasalahan yang ada, maka dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode Socio Legal . Dapat disimpulkan bahwa pergeseran paradigma penguasaan sumber daya air oleh swasta dan/atau pihak asing yang bersifat monopoli dan eksploitatif memiliki potensi untuk menimbulkan konflik sosial. Untuk itu diperlukan revisi terhadap ketentuan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air guna mewujudkan kedaulatan atas Sumber Daya Air dan melakukan harmonisasi dan sinkronisasi hukum terhadap aturan pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut. Pemerintah juga perlu melakukan identifikasi guna mengeluarkan kebijakan agar sumber daya air dimasukkan dalam kategori bidang usaha yang tertutup dari penanaman modal.Mandate of Article 33 paragraph (3) of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 states that, “The earth and water and natural resources contained therein shall be controlled by the state and used for maximizing peopleprosperity”. Constitutional design is essentially gave birth to the idea of Neo-Socialism of Indonesia nations toward the management of water resources oriented to the overall prosperity of the people. However, in the realm of the state governing, practice management of water resources in Indonesia experienced a paradigm shift after the enactment of Law Number 7 year 2004 regarding Water Resources which intended to lead of privatization practices that potentially lead to social conflict. The constitutional court through the Constitutional Court Decision No. 85/ PUU-XII/2013 opened a new chapter in the management of Water Resources Indonesia directed at political reconstruction prismatic design rights law Mastering State Upper Water Resources based on the values of social justice and popular participation in order to ensure the realization of the people’s sovereignty on Water Resources. The final goal of this study was expected tobridge formation of paradigmatic legal framework for the management of water resources in order to reach future welfare.