Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : JURNAL MERCATORIA

Sanksi Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Hukum Positif dan Hukum Islam Rahmayanti, Rahmayanti
JURNAL MERCATORIA Vol 10, No 1 (2017): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.039 KB) | DOI: 10.31289/mercatoria.v10i1.732

Abstract

Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hanya diatur tentang korupsi material dan keuangan. Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 terhadap pelaku tindak pidana korupsi bagi penyelenggara negara dalam perspektif hukum Islam dilaksanakan karena sesuai dan sejalan dengan maqasid al-tasyri’ dalam artian tetap mempertimbangkan kepentingan umum yang berorientasi pada kemaslahatan dan menolak segala kemungkaran. Oleh karena itu, yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi menurut hukum positif di Indonesia dalam hukum. Teori hukum pidana Islam yaitu mengenai pembagian dan operasionalisasi jinayah atau jarimah serta penerapan sanksi-sanksinya. Untuk memberantas korupsi ada empat usaha yang harus segera dilakukan, yaitu: pertama, Memaksimalkan hukuman. Hukuman dalam bentuk fisik perlu diwacanakan dan kalau bisa diterapkan bahkan kalau perlu sampai hukuman mati. Kedua, Penegakan Supremasi Hukum. Hukum harus tegak dan diberlakukan adil tanpa pandang bulu termasuk kalaupun korupsi dilakukan oleh para pejabat tinggi yang memiliki power dan pengaruh yang kuat. Ketiga, Perubahan dan perbaikan sistem. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif. Hasil penelitian menyimpulkan, korupsi pada umumnya dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan dalam suatu jabatan sehingga karakteristik kejahatan korupsi selalu berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan, dalam perspektif kejahatan yang terorganisir.
Sanksi Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Hukum Positif dan Hukum Islam Rahmayanti Rahmayanti
JURNAL MERCATORIA Vol 10, No 1 (2017): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/mercatoria.v10i1.732

Abstract

Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hanya diatur tentang korupsi material dan keuangan. Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 terhadap pelaku tindak pidana korupsi bagi penyelenggara negara dalam perspektif hukum Islam dilaksanakan karena sesuai dan sejalan dengan maqasid al-tasyri’ dalam artian tetap mempertimbangkan kepentingan umum yang berorientasi pada kemaslahatan dan menolak segala kemungkaran. Oleh karena itu, yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi menurut hukum positif di Indonesia dalam hukum. Teori hukum pidana Islam yaitu mengenai pembagian dan operasionalisasi jinayah atau jarimah serta penerapan sanksi-sanksinya. Untuk memberantas korupsi ada empat usaha yang harus segera dilakukan, yaitu: pertama, Memaksimalkan hukuman. Hukuman dalam bentuk fisik perlu diwacanakan dan kalau bisa diterapkan bahkan kalau perlu sampai hukuman mati. Kedua, Penegakan Supremasi Hukum. Hukum harus tegak dan diberlakukan adil tanpa pandang bulu termasuk kalaupun korupsi dilakukan oleh para pejabat tinggi yang memiliki power dan pengaruh yang kuat. Ketiga, Perubahan dan perbaikan sistem. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif. Hasil penelitian menyimpulkan, korupsi pada umumnya dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan dalam suatu jabatan sehingga karakteristik kejahatan korupsi selalu berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan, dalam perspektif kejahatan yang terorganisir.
Tinjauan Yuridis terhadap Driver Grabcar sebagai Pelaku Tindak Pidana Memanipulasi Data Elektronik (Tinjauan Putusan Nomor 853/PID.SUS/2018/PNMKS) Rahmayanti Rahmayanti; Yosafat Antonius Naibaho; Andika Rahtan
JURNAL MERCATORIA Vol 13, No 2 (2020): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/mercatoria.v13i2.4154

Abstract

Salah satu bentuk manipulasi data elektronik juga terjadi dalam dunia transportasi online. Subjek dalam hal ini adalah driver GrabCar. Normalnya seorang driver GrabCar mendapatkan dan menjalankan orderan yang diberikan oleh sistem aplikasi GrabCar apabila ada orderan kastamer yang masuk kedalam akun aplikasi  driver GrabCar. Setiap orderan yang diselesaikan  driver GrabCar mendapatkan poin. Poin inilah yang harus dikumpulkan dan dikejar si driver GrabCar untuk memperoleh target bonus insentif. Karena tantangan dalam memperoleh bonus insentif itu cukup berat maka si driver melakukan kecurangan dengan memanipulasi sistem order. Dengan demikian perbuatan itu jelas melanggar ketentuan hukum bahkan peraturan perusahaan GrabCar itu sendiri. Selain sanksi dari perusahaan Grab berupa putus mitra,  pelaku dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang  informasi dan transaksi elektronik.
Tinjauan Yuridis terhadap Driver Grabcar sebagai Pelaku Tindak Pidana Memanipulasi Data Elektronik (Tinjauan Putusan Nomor 853/PID.SUS/2018/PNMKS) Rahmayanti Rahmayanti; Yosafat Antonius Naibaho; Andika Rahtan
JURNAL MERCATORIA Vol 13, No 2 (2020): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/mercatoria.v13i2.4154

Abstract

Salah satu bentuk manipulasi data elektronik juga terjadi dalam dunia transportasi online. Subjek dalam hal ini adalah driver GrabCar. Normalnya seorang driver GrabCar mendapatkan dan menjalankan orderan yang diberikan oleh sistem aplikasi GrabCar apabila ada orderan kastamer yang masuk kedalam akun aplikasi  driver GrabCar. Setiap orderan yang diselesaikan  driver GrabCar mendapatkan poin. Poin inilah yang harus dikumpulkan dan dikejar si driver GrabCar untuk memperoleh target bonus insentif. Karena tantangan dalam memperoleh bonus insentif itu cukup berat maka si driver melakukan kecurangan dengan memanipulasi sistem order. Dengan demikian perbuatan itu jelas melanggar ketentuan hukum bahkan peraturan perusahaan GrabCar itu sendiri. Selain sanksi dari perusahaan Grab berupa putus mitra,  pelaku dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang  informasi dan transaksi elektronik.
Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Menggunakan Besi Padat di Medan Tinjauan Kasus Nomor 2305/Pid.B/2017/Pn.Mdn Vera Eva Bonita Simbolon; Meri Simarmata; Rahmayanti Rahmayanti
JURNAL MERCATORIA Vol 12, No 1 (2019): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/mercatoria.v12i1.2352

Abstract

Penelitian ini bertujuan, untuk  mengetahui faktor – faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pembunuhan berencana dan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pembunuhan berencana berdasarkan KUHP. Metode penelitian digunakan secara yuridis normatif. Pengumpulan data diperoleh dari studi kepustakaan dan putusan pengadilan. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana pembunuhan berencana menggunakan besi padat bersumber dari faktor eksternal yaitu faktor agama, keluarga, pendidikan dan faktor internal  yaitu faktor ekonomi, lingkungan, obat-obatan terlarang dan media sosial. Upaya penanggulangan yang dilakukan terhadap kejahatan pembunuhan berencana menggunakan besi padat dilakukan dengan sarana non-penal dan penal secara preventif maupun represif.
Analisis Yuridis terhadap Penerapan Sistem Pembuktian Terbalik Berdasarkan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Rahmayanti Rahmayanti; Muhammad Arif Maulana; Stanley Alvin; Nadya Elvara Lili Paly
JURNAL MERCATORIA Vol 13, No 1 (2020): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (833.723 KB) | DOI: 10.31289/mercatoria.v13i1.3140

Abstract

The eradication of corruption was carried out in many ways, one of which with a reverse proof system which was established with the act of eradication of corruption crimes. The upside-down reproof is an aberration of evidence in the act of events. In order not to happen dualism rules in reverse proof it must have a clear criminal law rules in the use of the reversed evidence formulation. From all the explanations about this reverse proof law, as for the reverse-proof law, using the purely reverse-proof law and reason behind the limited changes in the criminal act Corruption, the upside-down proof only in the application of the trial of the judge never to provide the origin of the property but based on the evidence given by the public prosecutor.