Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

USULAN PENGURANGAN WAKTU SETUP MENGGUNAKAN METODE SMED SERTA PENGURANGAN WAKTU PROSES PRODUKSI DAN PERAKITAN MENGGUNAKAN METODE MOST DI PT. PANASONIC MANUFACTURING INDONESIA Rizki Nurul Fathia; Sumiharni Batubara; Dian Mardi Safitri
JURNAL TEKNIK INDUSTRI Vol. 6 No. 2 (2016): Volume 6 No 2 Juli 2016
Publisher : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Indusri Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.403 KB) | DOI: 10.25105/jti.v6i2.1543

Abstract

PT Panasonic Manufacturing Indonesia adalah perusahaan yang bergerak dalam bidangmanufaktur yang melakukan proses produksi dan perakitan produk. Sebagai perusahaan yangmelakukan proses produksi dan perakitan produk Air Conditioner, Air Conditioner Business Unit PTPanasonic Manufacturing Indonesia seringkali terjadi permasalahan terkait pencapaian target harianproduksi untuk produk Air Conditioner Model CS-YN9RKJ. Identifikasi masalah dengan diagramishikawa menunjukkan bahwa waktu setup mesin yang lama dipengaruhi oleh lamanya waktu setupmesin Fin Press FIX 18. Sedangkan, lamanya waktu pembuatan evaporator dan perakitan produkdipengaruhi oleh metode gerakan operator yang tidak sesuai standar. Lamanya waktu pembuatanevaporator juga disebabkan oleh tata letak (layout) yang tidak berdekatan antar stasiun kerja. SMED(Single Minute Exchange of Dies) adalah salah satu metode improvement dari Lean Manufacturingyang digunakan untuk mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk melakukan setup pergantian darimemproduksi satu jenis produk ke model produk lainnya. Metode ini digunakan untuk mengurangilamanya waktu setup mesin Fin Press FIX 18. Dari usulan perbaikan menggunakan metode SMEDdiperoleh waktu setup mesin Fin Press Fix 18 selama 931.15 detik yaitu adanya pengurangan waktusetup sebanyak 54.27%. Metode MOST (Maynard Operation Sequence Tecnique) adalah salah satuteknik predetermined time system untuk pengukuran waktu yang disusun berdasarkan urutan sub-subaktivitas atau gerakan. Metode ini digunakan untuk mengurangi waktu proses pembuatan evaporatordan perakitan Air Conditioner Model CS-YN9RKJ. Usulan perbaikan yaitu melakukan perubahangerakan dan postur tubuh operator. Selain itu, usulan perbaikan untuk proses pembuatan evaporatoradalah melakukan perubahan tata letak (layout) stasiun kerja, sedangkan untuk proses perakitanadalah mengurangi elemen kerja operator. Dari usulan perbaikan menggunakan metode MOSTdiperoleh waktu proses pembuatan evaporator selama 1082.42 detik yaitu adanya pengurangan waktusebanyak 19.47%. Sedangkan, waktu proses perakitan selama 393.27 detik yaitu adanya penguranganwaktu sebanyak 29%. Hasil usulan perbaikan menggunakan metode SMED dan MOST adalahpengurangan Manufacturing Lead Time selama 423415 detik atau adanya penguranganManufacturing Lead Time sebanyak 23 %.
ERGONOMI PARTISIPATIF UNTUK MENGURANGI POTENSI TERJADINYA WORK-RELATED MUSCULOSKELETAL DISORDERS Sarah Ashary Aznam; Dian Mardi Safitri; Ranny Dwi Anggraini
JURNAL TEKNIK INDUSTRI Vol. 7 No. 2 (2017): Volume 7 Nomor 2 Juli 2017
Publisher : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Indusri Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (724.633 KB) | DOI: 10.25105/jti.v7i2.2213

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengurangi resiko Work-Related Musculoskeletal Disorders yang dialami oleh para operator loading barang jadi. Penelitian awal terhadap gejala WMSDs dilakukan dengan metode analitik yaitu dengan menggunakan kuesioner Nordic body map dan standardized Nordic questionnaire. Penelitian dilakukan pada 10 orang operator loading barang jadi. Setelah itu penelitian dilanjutkan dengan analisis resiko cidera kerja dengan metode strain index. Selanjutnya dilakukan pengukuran postur kerja dengan metode RULA. Dari hasil analisis resiko cidera kerja dengan strain index, didapatkan hasil sebanyak 4 orang operator mendapat skor tetringgi 13,5 dan 2 orang operator mendapat skor terendah yaitu 9. Skor tertinggi dan terendah para operator ini sama-sama menunjukan angka di atas 7 dimana memberikan indikasi bahwa pekerjaan yang dilakukan memiliki potensi bahaya / dapat menimbulkan cidera. Pengukuran postur tubuh RULA menunjukan 8 dari 10 operator mendapat skor akhir 7 dengan Action Level 4 yang memiliki arti postur kerja yang dilakukan membutuhkan perubahan saat itu juga (sangat urgent). Berdasarkan kondisi diatas maka dilakukan intervensi ergonomic dengan pendekatan ergonomi partisipatif untuk memperbaiki kondisi yang ada. Program intervensi ini dilakukan dengan cara Focus Group Discussion dan selalu melibatkan tim ergonomic yang terdiri dari perwakilan manajemen dan operator. Pengambilan keputusan diambil secara consensus. Usulan perbaikan terpilih yaitu re-aktifisasi SOP, re-aktifisasi peraturan K3, perbaikan postur kerja operator, peningkatan job control, dan pembuatan jadwal kerja. Usulan perbaikan ini diimplementasikan dalam sebuah masa percobaan selama 30 hari. Evaluasi dilakukan setelah selesai masa percobaan dengan menggunakan kuesioner SNQ dan mengukur ulang postur dengan RULA. Hasil SNQ setelah perbaikan menunjukan adanya penurunan keluhan MSDs yang dirasakan oleh operator. Hasil analisis skor SI menunjukan adanya penurunan dimana semua skor baru operator berada dibawah angka 7. Hasil pengukuran RULA menunjukan penurunan level 7 menjadi level 6 dan level 6 menjadi level 5 dengan Action Level 3 yang menunjukan level sedang dan tingkat urgensi perubahan postur pun menurun.
Intervensi Ergonomi untuk Menurunkan Beban Kerja pada Operator Lantai Produksi Bisnis Unit South Copper Rod Kevin Salsia; Dian Mardi Safitri; Ranny Dwi Anggraini
JURNAL TEKNIK INDUSTRI Vol. 8 No. 1 (2018): Volume 8 No 1 Maret 2018
Publisher : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Indusri Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (484.263 KB) | DOI: 10.25105/jti.v8i1.4718

Abstract

Workload is a set or number of work activities that must be completed by an organizational unit. Activities carried out by humans will cause physical fatigue and psychological (mental) fatigue. Workload measurement is used to refine the size of the workload experienced by someone in carrying out activities, and to increase the level of productivity in work. This study aims to reduce the workload on the production floor. Based on research conducted by interviews and (surveys) found symptoms of excessive workload. The workload found is in the form of work stress and fatigue due to excessive physical activity. Measurement of mental workload using the NASA-TLX method and measurement of physical workload using the cardiovascular load method. The stages of the study were continued by finding the correlation between workload and reaction time. The results of the correlation of physical workload get a value of 0.334 which means "sufficient correlation" while the results of mental workload with reaction time get a value of 0.141 which means "very weak correlation". Based on the correlation results, the physical workload was chosen for ergonomic intervention because the coefficient of physical workload was higher than the mental workload. The proposed improvements provided were in the form of working time arrangements of 54.81 minutes and rest periods of 13.12 minutes for 20 production floor operators and carried out for 30 working days. The results of the next improvement proposal will be implemented to the company with% CVL before implementation of 33.75% with the category "needed improvement" and after implementation with% CVL of 27.1% with the category "no fatigue occurs"
PERBANDINGAN PENGUKURAN WAKTU BAKU DENGAN METODE STOPWATCH TIME STUDY DAN METODE READY WORK FACTOR (RWF) PADA DEPARTEMEN HAND INSERT PT. SHARP INDONESIA Nataya Charoonsri Rizani; Dian Mardi Safitri; Prita Ayu Wulandari
JURNAL TEKNIK INDUSTRI Vol. 2 No. 2 (2012): Volume 2 No 2 Juli 2012
Publisher : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Indusri Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (416.657 KB) | DOI: 10.25105/jti.v2i2.7023

Abstract

Production target of Department Hand Inserts PT Sharp Indonesia which was often not achieved, making the company intended to know the cause of the problem. Time study was needed to set production targets against operator’s ability. Time study established by the holding company of Japan using ready work factors (RWF) method. To determine conformity RWF method, a comparison with stopwatch time study was conducted. There were differences in the value of standard time with both methods. The differences due to value of rating operator performance and allowance. The value in RWF method was smaller than the findings in the field. After a change of both value the difference between the two methods became smaller. After that with standard time from RWF method was calculated operator's ability to produce. The results indicated that the ability of the operator under the production target, so improvement was needed.
Peningkatan Perilaku Keselamatan Melalui Budaya Keselamatan pada Operator Swasta Bus Transjakarta Dian Mardi Safitri; Winnie Septiani; Audinia Angraeni; Samy Natsir Alwinny
JURNAL TEKNIK INDUSTRI Vol. 10 No. 1 (2020): VOLUME 10 NO 1 MARET 2020
Publisher : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Indusri Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (599.504 KB) | DOI: 10.25105/jti.v10i1.8390

Abstract

Intisari— Investigasi kecelakaan yang dilakukan oleh pihak internal operator swasta Transjakarta menunjukkan bahwa hampir semua kecelakaan diakibatkan oleh human error (pengemudi). Faktor utama terjadinya kecelakaan diduga adalah mengabaikan prosedur keselamatan yang ditentukan, tidak pekanya pengemudi terhadap kondisi berbahaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memodelkan hubungan safety culture, safety behavior, dan safety knowledge, dan merancang rekomendasi peningkatan safety behavior melalui faktor safety culture dan safety knowledge. Pembangunan model hipotesis dilakukan dengan studi literatur. Pengujian model dilakukan dengan teknik analisis multivariat yaitu structural equation modeling-partial least square. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hubungan antara safety culture dengan safety behavior positif. Demikian pula dengan hubungan antara safety culture dan safety knowledge. Sedangkan hubungan safety knowledge dengan safety behavior ternyata berpengaruh negatif. Hasil dari pengujian model hipotesis akan digunakan sebagai dasar penyusunan rekomendasi strategi peningkatan safety behavior. Rekomendasi yang berkaitan dengan indikator safety culture diantaranya adalah Perancangan sistem penilaian kinerja sebagai dasar pemetaan kualitas kinerja sumber daya manusia dan pemberlakuan sistem reward and punishment, pemberlakuan dasar perhitungan gaji menggunakan rupiah per jam kerja untuk menurunkan kecenderungan pelanggaran batas kecepatan kendaraan, membentuk media dan forum komunikasi yang memiliki standar prosedur yang lebih jelas, termasuk dengan pencatatan umpan balik atas informasi dari kedua belah pihak, perancangan display yang ergonomis sebagai media penyampaian pesan yang berkaitan dengan keselamatan. merancang media dan prosedur yang lebih jelas untuk penyampaian keluhan dan saran dari pengemudi untuk manajemen, perancangan survei untuk menilai apakah budaya keterbukaan manajemen telah terbangun baik di organisasi. adaptasi prinsip continuous improvement perancangan strategi peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan yang berkelanjutan. Sedangkan rekomendasi perbaikan yang berkaitan dengan indikator safety knowledge adalah dengan melengkapi dan memperkaya materi pelatihan untuk pengemudi dengan materi risiko penyakit akibat kerja, definisi penyakit akibat kerja, materi mengenai cara menghindari penyakit akibat kerja dalam program pelatihan untuk membangun awareness para pengemudi, dan materi mengenai kesalahan postur sebagai faktor risiko pada keselamatan, materi mengenai beban psikologis pengemudi.Abstract— Accident investigation conducted by internal parties of the Transjakarta operator private company that almost all accidents are caused by human error (driver). The main factor in the alleged accident is ignoring the specified safety procedures, not the driver's sensitivity to dangerous conditions. The purpose of this study is to model the relationship between safety culture, safety behavior, and safety knowledge, and design recommendations for improving safety behavior through safety culture and safety knowledge factors. Development of a hypothetical model is carried out with literature studies. Model testing is done by multivariate analysis technique that is structural equation modeling least square. The results of hypothesis testing indicate that the relationship between culture safety and safety behavior is positive. Similarly, the relationship between safety culture and safety knowledge. While the relationship of safety knowledge with safety behavior turned out to have a negative effect. The results of testing the hypothesis model will be used as the basis for preparing recommendations for strategies to improve safety behavior. Recommendations relating to safety culture indicators include the design of performance appraisal systems as a basis for mapping the quality of human resource performance and the implementation of a reward and punishment system, basic application of salary calculation using rupiah per working hour to reduce the tendency of vehicle speed limits, establish media and communication forums who have clearer standard procedures, including by recording feedback on information from both parties, the design of displays is ergonomic as a medium for delivering messages related to safety. designing the media and clearer procedures for submitting complaints and suggestions from drivers to management, designing surveys to assess whether the culture of openness of management has been built well in the organization. continuous improvement principle adaptation design strategies to improve service quality and sustainable safety. While recommendations for improvements relating to safety Knowledge indicators are to equip and enrich training materials for drivers with material on the risk of occupational diseases, definitions of work-related diseases, materials on how to avoid work-related illnesses in training programs to build driver awareness, and material about errors posture as a risk factor for safety, material regarding the driver's psychological burden..
Perancangan Strategi Customer Satisfaction Improvement Menggunakan Interpretive Structural Modelling pada Operator Seluler di Indonesia Johan Andry Yahya; Dadang Surjasa; Dian Mardi Safitri
JURNAL TEKNIK INDUSTRI Vol. 11 No. 1 (2021): VOLUME 11 NO 1 MARET 2021
Publisher : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Indusri Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (779.556 KB) | DOI: 10.25105/jti.v11i1.9659

Abstract

Intisari— Kepuasan pelanggan salah satu faktor penting dalam business continuity di sebuah industry telekomunikasi. Kepuasan pelanggan khususnya layanan telekomunikasi, dipengaruhi banyak faktor baik faktor teknis maupun non teknis. Dengan data customer complain, survey pakar dan menggunakan sistem pemodelan akan diketahui faktor apa saja secara prioritas yang harus diperbaiki untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Pada penelitian ini, data customer complain dan pendapat pakar dimodelkan menggunakan Interpretive Structural Modelling (ISM) untuk menentukan urutan prioritas dan arah hubungan antar elemen serta pengaruh dari satu variable dengan variable lainnya. Dari penelitian ini dihasilkan peran kualitas layanan jaringan (Network Quality Index) prioritas yang harus dilakukan improvement (perbaikan) dan dijaga performance-nya untuk meningkatkan kepuasan pelanggan supaya tetap loyal tidak pindah menggunakan layanan telekomunikasi lainnya. Abstract— Customer satisfaction is an important factor in business continuity in the telecommunications industry. Customer satisfaction, especially telecommunication services, is influenced by many factors, both technical and non-technical factors. With customer complaint data, expert surveys, and using a modelling system, it will be known what factors are prioritized to improve to increase customer satisfaction. In this study, customer complaint data and expert opinion were modelled using Interpretive Structural Modelling (ISM) to determine the order of priority and direction of the relationship between elements and the influence of one variable with another. From this research, the role of network service quality (Network Quality Index) is a priority that must be improved and maintained in performance to increase customer satisfaction so that they remain loyal and do not move to use other telecommunications
Faktor Utama untuk Mewujudkan Green Ergonomics di Lingkungan Kantor Nilla Nilla; Parwadi Moengin; Pudji Astuti; Dian Mardi Safitri; Sucipto Adisuwiryo
JURNAL TEKNIK INDUSTRI Vol. 11 No. 3 (2021): VOLUME 11 NO 3 NOVEMBER 2021
Publisher : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Indusri Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (715.007 KB) | DOI: 10.25105/jti.v11i3.13081

Abstract

Intisari— Pemenuhan kebutuhan hidup manusia tidak terlepas dari penggunaan sumber daya alam yang termasuk di dalamnya sumber daya alam terbarukan dan tak terbarukan. Industri modern telah mengarahkan tujuannya untuk melindungi dan menghijaukan lingkungan, mempromosikan dan mendaur ulang produk untuk kepentingan perekonomian, serta menghemat dan memanfaatkan sumber daya alam sepenuhnya. Sumber daya alam, lingkungan, dan ekonomi telah dianggap sebagai hal yang vital dalam aktivitas industri serta bisnis yang pada umumnya dilakukan dalam suatu area perkantoran. Kantor yang didukung oleh penyediaan berbagai fasilitas sebagai sarana dan prasarana kerja terkait erat dengan pemanfaatan sumber daya alam ataupun sumber energi. Sebagai salah satu negara yang berkomitmen dalam Sustainable Development Goals (SDGs), penciptaan lingkungan yang berkelanjutan dalam aktivitas pekerjaan melalui desain kerja harus segera dapat diwujudkan. Kebutuhan untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan lingkungan akibat aktivitas kerja termasuk pekerjaan kantor menuntut setiap elemen yang terlibat didalamnya untuk memiliki pemahaman terhadap green ergonomics terhadap pekerjaan kantor. Pemahaman akan hal tersebut dapat diperoleh dengan menjabarkan faktor – faktor penting yang mendasari prinsip green ergonomics di lingkungan kantor. Dalam penelitian ini dirumuskan faktor-faktor utama yang diperlukan untuk mewujudkan green ergonomics di lingkungan kantor melalui pengamatan, survey, dan beberapa sumber literatur. Pengujian validitas variabel penelitian dilakukan Pearson, sedangkan pengujian reliabilitas penelitian dilakukan dengan Cronbach Alpha. Hasil pengujian membuktikan bahwa semua variabel penelitian valid dan reliabel dalam mengukur penerapan green ergonomic pada lingkungan kantor. Hasil pengukuran dijadikan sebagai tolak ukur perbaikan yang dilakukan oleh perusahaan yang beroperasi di gedung kantor ataupun manajemen gedung, serta bagaimana membentuk prilaku pekerja, melalui green ergonomics. Perbaikan yang diusulkan antara lain: upaya pengalihan sumber energi yang digunakan menjadi energi matahari, angin, biomasa, tidal, ataupun panas bumi; fasilitas “green’ pada gedung kantor termasuk sistem pembuangan sampah; sistem transportasi kantor yang mempertimbangkan pengurangan penggunaan bahan bakar minyak; dan penyediaan ATM Sampah untuk mempercepat proses daur ulang material yang dapat didaur ulang. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsep green ergonomics di lingkungan kantor melibatkan greenship dan teknologi dalam pengaplikasiannya. Abstract— The needs of human life cannot be separated from the use of natural resources, which include renewable and non-renewable natural resources. Modern industry has set its goals to protect environment, promote and recycle products for the benefit of the economy, as well as conserve and make full use of natural resources. Natural resources, the environment, and the economy have been considered as vital in industrial and business activities which are generally carried out in an office area. Offices that are supported by the provision of various facilities as work facilities and infrastructure are closely related to the utilization of natural resources or energy sources. As one of the countries that is committed to the Sustainable Development Goals (SDGs), the creation of a sustainable environment in work activities through work design must be realized immediately. The need to prevent and repair environmental damage due to work activities including office work requires every element involved to have an understanding of green ergonomics for office work. An understanding of this can be obtained by describing the important factors that underlie the principles of green ergonomics in the office environment. In this study, the main factors needed to realize green ergonomics in the office environment were formulated through observations, surveys, and several literature sources. Testing the validity of the research variables was carried out by Pearson, while testing the reliability of the research was carried out with Cronbach Alpha. The test results prove that all research variables are valid and reliable in measuring the application of green ergonomics in the office environment. The measurement results are used as a benchmark for improvements made by companies operating in office buildings or building management, as well as how to shape worker behavior, through green ergonomics. The proposed improvements include: efforts to divert energy sources used into solar, wind, biomass, tidal, or geothermal energy; “green” facilities in office buildings including waste disposal systems; office transportation system that considers reducing the use of fuel oil; and the provision of a Waste ATM to speed up the recycling process of recyclable materials. The results of this study also show that the concept of green ergonomics in the office environment involves greenship and technology in its application.
Minimasi Risiko Muskuloskeletal Disorders dan Beban Kerja Fisik pada Operator Proses Setting Di PT. Jaya Beton Indonesia Nimatur Rohmah; Ika Wahyu Utami; Dian Mardi Safitri
JURNAL TEKNIK INDUSTRI Vol. 12 No. 2 (2022): VOLUME 12 NO 2 JULI 2022
Publisher : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Indusri Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/jti.v12i2.15644

Abstract

Intisari—Penelitian ini dilakukan pada PT.Jaya Beton Indonesia dimana ditemukannya indikasi beban kerja fisik yang berlebih dan postur kerja yang buruk pada operator proses setting. Permasalahan diketahui berdasarkan hasil identifikasi dengan kuesioner Nordic Body Map pada operator proses setting yang menunjukan adanya keluhan mengenai rasa sakit yang dialami oleh operator pada bagian lengan, punggung, pinggang dan lutut serta adanya beban kerja fisik yang berlebih dimana operator mengeluhkan adanya rasa sakit pada lengan dan bahu pada saat bekerja. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi beban kerja fisik dan risiko Musculoskeletal Disorders yang dialami operator. Identifikasi risiko pada aktifitas kerja dilakukan dengan menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) dan skor akhir yang didapatkan untuk postur kerja pada proses setting adalah 8. Hasil dari penilaian menggunakan REBA menunjukan bahwa aktifitas kerja memiliki risiko tinggi dan perlu adanya perbaikan segera. Diketahui bahwa operator memiliki beban kerja fisik yang berlebih, hal ini diketahui berdasarkan hasil pengukuran denyut nadi dan perhitungan konsumsi energy dimana diketahui bahwa kategori beban kerja fisik yang dialami oleh operator termasuk dalam kategori berat. Usulan perbaikan yang diberikan untuk mengurangi beban kerja fisik adalah dengan menghitung kebutuhan waktu istirahat bagi operator yaitu selama 9,25 menit setiap melakukan pekerjaan selama 30 menit. Kemudian usulan rancangan berupa Mold Setting Bench untuk memperbaiki postur kerja operator memberikan nilai REBA dengan skor 3 dimana risiko MSDS menjadi lebih rendah. Abstract—. This research was conducted at PT. Jaya Beton Indonesia where indications of excessive physical workload and poor work posture were found in the setting process operator. The problem was identified based on the results of identification with the Nordic Body Map questionnaire on the operator setting process which showed complaints about the pain experienced by the operator in the arms, back, waist and knees as well as the presence of excessive physical workload where the operator complained of pain in the arms and legs. shoulder at work. The purpose of this study is to propose improvements to reduce the physical workload and the risk of Musculoskeletal Disorders experienced by operators. Risk identification in work activities is carried out using the Rapid Entire Body Assessment (REBA) method and the final score obtained for work posture in the setting process is 8. The results of the assessment using REBA show that work activities have a high risk and need immediate improvement. It is known that the operator has an excessive physical workload, this is known based on the results of pulse measurements and energy consumption calculations where it is known that the category of physical workload experienced by the operator is included in the heavy category. The improvement proposal given to reduce the physical workload is to calculate the required rest time for operators, which is 9.25 minutes for every 30 minutes of work. Then the proposed design in the form of a Mold Setting Bench to improve the operator's work posture gives a REBA value with a score of 3 where the risk of MSDS is lower.
MINIMASI BEBAN KERJA MENTAL OPERATOR MESIN LAS PADA PROSESS PEMBUATAN PIG SIGNAL DI PT. FARREL INTERNUSA Deris Arcelwan; Dian Mardi Safitri; Novia Rahmawati
Jurnal Teknik Sipil Info Manpro Vol 11 No 2 (2022): JURNAL INFOMANPRO
Publisher : Pascasarjana Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36040/infomanpro.v11i2.5786

Abstract

Beban kerja merupakan kegiatan yang harus dikerjakan atau diselesaikan oleh seorang pekerja dalam jangka waktu tertentu. Produksi pig signal adalah objek pada penelitian ini, karena produk ini memilki produksi paling tinngi, yaitu sebanyak 116 buah perbulan. Fokus pada penelitian ini adalah beban kerja mental pada operator mesin las. Operator harus memastikan hasil pengelasan tidak cacat. Hal ini menimbulkan tekanan mental dikarenakan faktor tuntutan tugas dan tanggung jawab untuk memenuhi target produksi, sehingga berdampak pada cacat. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk meminimamasi beban mental bagi operator. Beban kerja mental operator akan diukur menggunakan metode NASA-TLX lalu menentukan usulan perbaikan menggunakan metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control) sehingga dapat mengontrol risiko yang terjadi akibat beban mental yang tinggi. Pengukuran beban kerja mental menggunakan metode NASA-TLX menghasilkan bahwa terdapat 5 aktivitas operator mesin las yang menyebabkan peningkatan beban kerja mental dan hasil pengukuran beban mental menggunakan metode NASA TLX menunjukan operator mesin las memiliki golongan beban kerja mental sangat tinggi.Usulan yang didapat dari hasil risk control metode HIRARC berupa control risiko administratif, seperti membuat pembagian tugas untuk operator mesin las, pembuatan SOP ( Standard Operating Procedure ) untuk proses pengelasan, pembuatan checklist untuk operator mesin las, dan mengadakan pelatihan berupa cara cara untuk merawat mesin las. Dari usulan perbaikan yang diberikan akan mengurangi jumlah tuntutan tugas operator mesin las.