Coronavirus Disease 2019 (covid-19) merupakan penyakit yang sangat berbahaya, ditandai dengan penularannya yang sangat mudah. Dalam penanganannya, pemerintah berlandaskan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Perppu Nomor 23 tahun 1959 Tentang Pencabutan Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957 Tentang Keadaan Bahaya yang kemudian menurunkan kebijakan PSBB dan new normal serta kebijakan-kebijakan yang lainnya dalam lingkup yang sama. Kebijakan tersebut masih dinilai kurang baik dihadapan masyarakat, karena penerapannya yang kurang efektif dan masih ditunggangi kepentingan-kepentingan lain. Penelitian ini menggunakan kajian normatif dengan pendekatan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Pro dan kontra atas kebijakan-kebijakan yang ditempuh merupakan hak yang wajar, pro karena kebijakannya sudah menjadi kebijakan yang cepat dan tanggap, di sisi yang kontra kebijakan yang diterapkan tidak efektif dengan melihat angka covid-19 yang masih terbilang tinggi. Akan tetapi, pada dasarnya kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah tidak selalu berjalan dengan sempurna, namun di sisi lain kebijakan yang selama ditempuh dianggap merupakan keputusan terbaik dengan memprioritaskan hak-hak rakyat, hak-hak itulah yang telah tercermin dalam bingkai maqashid al-syariah baik hak-hak beragama, hak hidup, hak memperoleh informasi yang benar, hak keturunan serta hak dalam memenuhi kebutuhan hidup yang diaktualkan ke dalam rumusan kebijakan-kebijakan yang diatur dalam penanganan Covid-19.