Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : Majalah Anestesia

Deteksi Dini Gejala Emboli Paru di ICU Bastian Lubis; Akhyar H Nasution
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 37 No 2 (2019): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (476.413 KB)

Abstract

Emboli paru seringkali sulit dideteksi karena gejalanya tidak spesifik dan karakteristiknya yang sukar dicegah. Angka kematian akibat emboli paru berkisar antara 100.000 hingga 200.000 kematian tiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka ini dapat menjadi lebih besar apabila emboli paru tidak ditangani segera. Angka kematian in dapat ditekan melalui anamnesis yang menyeluruh, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi (EKG), foto toraks, D-dimer, fibrinogen, ekokardiografi, dan prosedur mutakhir seperti CTangiografi. Angka kematian akibat emboli paru dapat diturunkan dengan diagnosis yang cepat dan pengobatan yang tepat. Pengobatan yang tepat menggunakan heparin, streptokinase, atau Digital Substraction Angiography (DSA) terkadang diperlukan dalam menatalaksana emboli paru masif.
Hubungan Neutrophil – Lymphocyte Ratio (NLR) Terhadap Mortalitas Pasien Sepsis di Unit Perawatan Intensif RSUP Haji Adam Malik Pada Tahun 2018 Bastian Lubis; Ahmad Yapiz Hasby; Alvin Oktomy Putra; Gema Nazri Yanni; Putri Amelia
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 39 No 1 (2021): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.521 KB) | DOI: 10.55497/majanestcricar.v39i1.213

Abstract

Sepsis adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Sepsis juga merupakan penyebab kematian utama di antara pasien kritis unit perawatan intensif non-koroner di Amerika Serikat. Tahun 2010 tercatat prevalensi pasien rawat intensif yang menderita sepsis di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo adalah 25% dengan derajat mortalitas sebesar 77,3%. Untuk menilai seberapa berat respons inflamasi digunakan biomarker. Salah satu biomarker yang digunakan adalah neutrophil-lymphocyte ratio (NLR). Sampai saat ini masih belum digelar konsensus untuk melihat hubungan antara NLR dengan prognosis pasien sepsis. Melihat hubungan neutrophil-lymphocyte ratio terhadap mortalitas pasien sepsis di ICU RSUP Haji Adam Malik.Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian berupa cross-sectional. Data penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medis dan metode pengumpulan data berupa total sampling. Dari hasil penelitian, didapatkan insidensi sepsis di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik sebanyak 97 pasien dan didominasi oleh pasien lansia dan laki-laki dengan jumlah pasien masing-masing sebesar 58 orang. Analisis bivariat menggunakan uji Fisher’s Exact Test didapatkan tidak adanya hubungan yang signifikan secara statistik dengan nilai p value 0,371 antara NLR terhadap mortalitas pasien sepsis. Tidak didapatkan hubungan neutrophil-lymphocyte ratio terhadap mortalitas pasien sepsis.
Pengukuran Oksigenasi Otak dengan NIRS Dibandingkan SjvO2 pada Pasien dengan Penurunan Kesadaran di Instalasi Perawatan Intensif Bastian Lubis; Achsanuddin Hanafie; Asmin Lubis; Dadik Wahyu Wijaya; Jhonsen Indrawan; Luwih Bisono
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 41 No 2 (2023): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v41i2.280

Abstract

Standar emas untuk pemantauan oksigenasi otak biasanya menggunakan teknik invasif. Penelitian kedokteran telah berkembang dan mencoba untuk mencakup area yang dapat diukur dengan pendekatan non-invasif sesuai dengan prinsip tidak membahayakan. NIRS adalah salah satu teknologi terbaru untuk mengukur oksigenasi otak dalam melengkapi orang lain untuk pemantauan oksigenasi otak. Pemantauan oksigenasi otak untuk pasien tidak sadar di unit perawatan intensif diperlukan untuk merawat pasien dengan masalah medis. Penghapusan beberapa diagnosis banding secara non-invasif, real-time, dan berkelanjutan adalah tujuan utama dari intensifivis sesegera mungkin diagnosis yang akurat diambil, kondisi pasien akan lebih baik. 30 pasien tidak sadar dengan berbagai kondisi medis berpartisipasi dalam penelitian, dengan persetujuan dari keluarga. Pasien diintubasi dengan ventilasi mekanik, dan menggunakan elektroda NIRS yang dipasang di dahi dengan pengukur rSO2, sedangkan penulis mengambil sampel darah untuk analisis gas dari vena jugularis dan arteri karotis. Secara statistik tidak terdapat korelasi yang signifikan, antara SjvO2 dengan rSO2 kanan (p= 0,379), dan rSO2 kiri (p=0,041), serta terdapat perbedaan antara rSO2 kanan dan kiri (p<0,001). Parameter lain yang berkorelasi kuat dengan rSO2 adalah hemoglobin (p=0,009), tekanan arteri rata-rata (p=0,.049), kandungan oksigen vena jugularis (p=0,007) dan arteri karotis (p=0,08). rSO2 saja tidak dapat menggantikan SjvO2 sebagai standar emas untuk pemantauan oksigenasi otak. Namun, hasil rSO2 juga berkorelasi positif dengan hemoglobin, tekanan arteri rata-rata, kandungan oksigen vena jugularis, dan arteri karotis, yang berarti bahwa penurunan rSO2 dapat disebabkan oleh masalah pengiriman oksigen
Plasmapheresis in Myasthenia Gravis Crisis Alegra Rifani Masharto; Bastian Lubis; Andriamuri Primaputra Lubis; Rommy Nadeak
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 41 No 3 (2023): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v41i3.290

Abstract

Introduction: Myasthenic crisis is the most lethal complication of myasthenia gravis. Referral to an intensive care unit is crucial in managing the myasthenic crisis. Hereby, we report a case of a myasthenic crisis in a 30-year-old female who underwent plasmapheresis. The patient underwent a 12-hour procedure for plasmapheresis and was discharged to a normal ward the next day. Although plasmapheresis is costly, its efficacy should be considered as the main treatment for myasthenic crisis. Case Illustration: Female, 30 years old, weighed 60 kgs, with myasthenia crisis. The patient came to an emergency department and was then intubated before being admitted to the intensive care unit. The physical diagnostic was normal and laboratory findings were leukocytosis. The patient was treated with normal saline, antibiotics, high-dose corticosteroids, and pyridostigmine. The patient was done plasmapheresis with synchronized intermittent mandatory ventilator mode. The patient was examined every 30 minutes. The physical examinations were relatively normal. The plasmapheresis procedure was ended in 12 hours. From the literature, plasmapheresis was found to have significant results for myasthenia gravis compared to conventional therapy because of its blood separation technique to remove autoantibodies. The next day patient was extubated with normal physical examinations and normal laboratory findings. The patient then moved from the intensive care unit to the normal ward and outpatient on the third day of hospital stay. The patient was given oral medicine that included antibiotics, corticosteroids, and pyridostigmine. Conclusion: From this case, we can see that plasmapheresis therapy has a really good outcome compared to other conventional therapy. However this therapy is expensive, so most healthcare providers don’t cover the payment. Hopefully, most hospitals and healthcare providers can cover up for this treatment to save many myasthenia gravis crisis. Keyword: Intensive Care Unit; myasthenic crisis; myasthenia gravis; plasmapheresis; treatment efficacy
Gambaran Trakeostomi terhadap Length of Stay Pasien yang Dirawat di ICU RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2021 Veny Putri Berutu; Bastian Lubis
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 41 No 3 (2023): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v41i3.305

Abstract

Pendahuluan: Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang ditujukan untuk observasi, perawatan, dan terapi pasien yang menderita penyakit berpotensi mengancam nyawa. Kriteria pasien yang berada di ICU adalah pasien sakit kritis dengan ketidakstabilan atau kegagalan sistem organ dan memiliki length of stay (LOS) yang relatif lama serta memerlukan bantuan alat seperti ventilator. Untuk meningkatkan kualitas perawatan medis, tujuan utama dalam perawatan intensif adalah untuk mengurangi LOS. Trakeostomi adalah salah satu prosedur di unit perawatan intensif yang paling umum dilakukan. Keuntungan yang didapat yaitu dapat menurunkan LOS ICU, meningkatkan kenyamanan pasien dan manajemen jalan napas yang lebih baik. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Metode pengumpulan data dengan menggunakan data rekam medik. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Hasil: Hasil penelitian terhadap pasien ICU yang terpasang ventilator di RSUP HAM Medan didapatkan sebanyak 46 orang (70,2%) yang tidak ditrakeostomi dan 19 orang (29,2%) yang ditrakeostomi. Rata-rata LOS pasien yang ditrakeostomi yaitu 19 hari dan rata-rata LOS pasien yang tidak ditrakeostomi yaitu 11 hari. Simpulan: Rata-rata LOS pasien ICU yang terpasang ventilator di RSUP HAM Medan lebih besar pada pasien yang ditrakeostomi. Kata kunci: ICU; intubasi; LOS; trakeostomi; ventilator