Claim Missing Document
Check
Articles

INSTITUTIONAL ANALYSIS OF REVOLVING FUND LOAN (RFL) FOR THE DEVELOPMENT OF COMMUNITY FOREST PLANTATIONS (CFP) Hendartin, Entin; Nugroho, Bramasto; Kartodihardjo, Hariadi; Darusman, Dudung
Indonesian Journal of Forestry Research Vol 8, No 2 (2011): Journal of Forestry Research
Publisher : Secretariat of Forestry Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this study was to formulate effective and efficient institutions of Revolving Fund Loans for Community Forest Plantation development (RFL CFP) in accordance with variation of field conditions. Benchmarking techniques were used to formulate the institution of RFL CFP. For that purpose, Independent of Direct Assistance Rural Agribusiness Development (IDA RAD) from the Ministry of Agriculture was selected as a benchmark as it was good in performance. The study was conducted in three provinces, i.e. Riau, South Kalimantan (November 2008 to April 2009) and West Java (May 2009 to February 2011). Comparative study was used to analyze the institutions based on the agency theory. The results showed that the institutional of RFL CFP have not accomodated the differences in characteristics, perceptions and capacities of the parties. As a result, the institutions have not been able to overcome the risk of moral hazard, adverse selection and high transaction costs. On the other hand, the institution of IDA RADhas a positive impact on agency relationship. High repayments by IDA RADagent and the increasing number of agents each year have proved the impact.
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN BERKELANJUTAN DAS CILIWUNG HULU KABUPATEN BOGOR Suwarno, Joko; Kartodiharjo, Hariadi; Pramudya, Bambang; Rachman, Saeful
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diperkirakan 13% atau 62 DAS dari 470 DAS di Indonesia berada dalam kondisi kritis, meskipun upaya konservasi tanah dan air dalam pegelolaan DAS telah diimplementasikan. DAS Ciliwung merupakan salah satu DAS kririts tersebut. Penelitian ini dilakukan di DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor, ditujukan untuk (1) menentukan indeks keberlanjutan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu, (2) mengetahui faktor-faktor penting yang menentukan tingkat keberlanjutan DAS Ciliwung Hulu, dan (3) memformulasikan pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu. Analisis yang digunakan dalam penelitian adalah (MDS) untuk memperoleh nilai indeks keberlanjutan pengelolaan DAS. Analisis digunakan untuk menentukan faktor-faktor pengungkit dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu. Formulasi pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan digunakan analisis prospektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan DAS Ciliwung Hulu kurang berkelanjutan. Faktor kunci dalam pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu adalah (1) kapasitas koordinasi instansi pemerintah, (2) pemanfaatan kegiatan jasa wisata, (3) alternatif pendapatan petani dari kegiatan non-pertanian, (4) kegiatan penyuluhan pertanian dan kehutanan, dan (5) perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun. Strategi pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan perlu dilakukan melalui intervensi peningkatan kinerja kelima faktor kunci tersebut secara terpadu dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu. Multidimensional Scaling leverage.
KUALITAS KEBIJAKAN DAN KINERJA USAHA KEHUTANAN: PELAJARAN DARI RENSTRA USAHA KEHUTANAN 2005-2009 Khan, Aziz; Kartodiharjo, Hariadi; Isnantio, Agus
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Setidaknya ada sekitar seratus lebih jenis peraturan perundangan diduga telah berakibat antara lain pada ekonomi biaya tinggi, hambatan terhadap pemahaman tentang pelaksanaan peraturan-perundangan itu sendiri, dan minimnya efisiensi dan efektivitas kegiatan administrasi usaha kehutanan, sehingga banyak proses yang harus dilakukan yang secara fungsional tidak lagi sesuai dan bermanfaat baik sebagai alat perencanaan maupun alat pengendalian bagi pemerintah. Ini menunjukkan, dalam taraf tertentu, kualitas kebijakan kehutanan. Dari Renstra Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Usaha Kehutanan (BUK) 2005-2009 diperoleh pelajaran penting yang mengonfirmasi kualitas kebijakan dimaksud. Kesenjangan dua regim evaluasi eksternal dan internal BUK menunjukkan bahwa: (1) evaluasi internal berfokus pada lingkup tertentu seputar aspek administratif yang cenderung membatasi substansi program dan kegiatan. Baik buruknya kinerja program ini cenderung tidak ada kaitan dengan kondisi tujuan (outcome) yang diharapkan pihak lain; (2) substansi program lebih didasarkan pada masalah yang dirumuskan pembuat kebijakan (Ditjen BPK) yang umumnya terkait masalah-masalah administrasi dan konsistensi hukum dan bukan masalah-masalah yang dihadapi pelaksana kebijakan (misal Dinas, UPT) maupun pelaku usaha kehutanan (misal swasta, koperasi); (3) kuatnya orientasi pada kepentingan administratif telah mempersempit hubungan antara pembuat kebijakan (Ditjen BUK), pelaksana kebijakan (misal Dinas, UPT) dan pelaku usaha kehutanan (misal swasta, koperasi) terutama dalam penetapan instrumen agar suatu peraturan dapat secara efektif dijalankan.
PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN PEMBAGIAN KEWENANGAN ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN IMPLEMENTASINYA DI TINGKAT KABUPATEN Ekawati, Sulistya; Kartodiharjo, Hariadi; Hardjanto, Hardjanto; Dwiprabowo, Haryatno; Nurrochmat, Dodi Ridho
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Proses pembuatan kebijakan pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan menempatkan pengelolaan hutan lindung menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten. Setelah satu dekade kebijakan tersebut berjalan, deforestasi di hutan lindung terus berlanjut. Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi bagaimana kebijakan pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan dirumuskan dan diimplementasikan. Kajian dilakukan di tiga Kabupaten dalam DAS Batanghari (Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Solok Selatan), dengan melakukan analisis evaluasi proses pembuatan kebijakan dan melihat implementasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan hutan lindung ditentukan oleh perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan di lapangan. Perubahan tutupan hutan menjadi non hutan menunjukkan bahwa kebijakan yang ada terbukti belum efektif. Kasus pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan menunjukkan bahwa proses dan implementasi kebijakan tidak berjalan linier. Diskursus dan pengetahuan yang berkembang, aktor serta jaringannya menentukan lahirnya sebuah kebijakan.
DISCOURSE ANALYSIS OF DECENTRALIZATION POLICY MAKING PROCESS OF PROTECTED FOREST MANAGEMENT Ekawati, Sulistya; Kartodihardjo, Hariadi; Nurrochmat, Dodik Ridho; -, Hardjanto; Dwiprabowo, Hariyatno
Indonesian Journal of Forestry Research Vol 10, No 2 (2013): Journal of Forestry Research
Publisher : Secretariat of Forestry Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

”Decentralization of protected forest management from central to district government has not yet been implemented effectively. This effectiveness depends on many factors that include policy contents and political process or discourse in the policy making process. This study aimsto: 1) analyze the discourse in policy making process of decentralization in the management of protected forests, 2) analyze the actors/networks and their interests and 3) find out policy space for future policy reform. Both quantitative and qualitative approaches were used in the study. The results show that there are three discourses in the policy-making process of decentralized management of protected forests, namely: i) democratic discourse (with story line of externality and accountability, supported by an association forum of Indonesian district government and  decentralization experts); ii) economic discourse (with story line of efficiency, supported by businessmen, Association of Indonesian Provincial Government and World Bank); and iii) democratic and economic discourses. The House of Representatives (DPR) and Ministry of Home Affairs have authorities and capacities to integrate two discourses. Redefining of externality and interdependency can be used as narratives of new policies to improve the policy of decentralized protected forest management.
Proses Operasionalisasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan: Perspektif Teori Difusi Inovasi Julijanti, Julijanti; Nugroho, Bramasto; Kartodihardjo, Hariadi; Nurrochmat, Dodik Ridho
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam operasionalisasi KPH terdapat keraguan stakeholders terhadap legitimasi kebijakan KPH. Keraguan ini diperoleh dari interaksi stakeholders dalam operasionalisasi KPH. Hasil interaksi ini dapat mendukung atau menghambat adopsi kebijakan KPH. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses operasionalisasi KPH dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Proses operasionalisasi dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan tahap implementasi dan konfirmasi. Interaksi stakeholders dianalisis dengan metode IDS yaitu interaksi antara discourse/narrative, actors/networks dan politics/interest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan KPH belum sepenuhnya diakui oleh stakeholders sehingga berimplikasi terhadap operasionalisasi di lapangan. Faktor-faktor yang memengaruhi operasionalisasi kebijakan KPH adalah kejelasan dan ketercukupan kewenangan KPH, legitimasi kebijakan KPH dan hak kelolanya, dukungan stakeholders terkait legalitas (kebijakan daerah) dan tindakan (aksi) serta hambatan psikologis dan trust. Strategi indikatif untuk mengatasi hambatan operasionalisasi KPH adalah membangun dan memelihara kepercayaan stakeholders guna mendukung operasionalisasi KPH (komitmen pada tujuan bersama dalam membangun KPH, alokasi kegiatan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan adopter serta perencanaan partisipatif).
Penggunaan Konsep Rules-In-Use Ostrom Dalam Analisis Peraturan Pembentukan Organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Suwarno, Eno; Kartodihardjo, Hariadi; Kolopaking, Lala M; Soedomo, Sudarsono
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Setelah penetapan wilayah KPHL/KPHP oleh Menteri Kehutanan, tahap selanjutnya adalah pembentukan dan operasionalisasi organisasi KPHL/KPHP oleh pemerintah daerah. Pelaksanaan kewajiban tersebut berjalan tersendat dkarenakan terkendala oleh sejumlah hambatan, antara lain oleh peraturan yang kurang memiliki daya dorong dan menyulitkan daerah pada saat implementasinya. Dalam Kerangka Kerja Analisis dan Pengembangan Kelembagaan (IAD-Framework) Ostrom, terdapat konsep aturan-aturan yang digunakan (rules in use) yang dapat digunakan untuk menganalisis isi peraturan dalam hubungannya dengan struktur situasi aksi yang terbentuk pada saat peraturan diimplementasikan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas penggunaan konsep rules in use untuk menemukan kelemahan-kelemahan substansial dari peraturan pembentukan organisasi KPHL/KPHP pada tingkat provinsi. Analisis dilakukan terhadap PP No. 6/2007 jo. PP No. 3/2008, Permendagri No. 61/2010, dan PP No. 41/2007, dengan metode analisis substansi peraturan dan umpan balik dari proses implementasinya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan konsep rules in use Ostrom cukup efektif untuk menemukan kelemahan-kelemahan isi suatu peraturan.
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan Melalui Pendekatan Gaya Sengketa Para Pihak Di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lakitan Gamin, Gamin; Kartodihardjo, Hariadi; Kolopaking, Lala M; Boer, Rizaldi
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gaya para pihak menghadapi sengketa (conflict style) diperlukan guna penyelenggaraan penyelesaian sengketa yang efektif. Aktor utama dan aktor pendukung serta kepentingan/peran dan pengaruh atau kekuasaan serta hubungannya perlu dipetakan dengan seksama. Apa saja tindakan yang dapat dilakukan untuk menyelesaian konflik berdasarkan gaya para pihak tersebut adalah sesuatu yang perlu dijawab dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini gaya para pihak didekati menggunakan analisis gaya bersengketa (AGATA). Studi ini menunjukkan bahwa pihak bergaya sengketa kompromi, akomodasi dan kolaborasi difasilitasi dan dimediasi untuk mengusulkan Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan dan peluang Kemitraan guna mendapatkan legalitas pengeloalan sekaligus pengakuan hutan negara, oleh karena itu penerbitan Ijin Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan penting dipercepat. Peran pihak luar yang tidak ada hubungan konflik sangat penting untuk memfasilitasi dan memediasi para pihak menuju penyelesaian konflik. Pihak yang berkompetisi perlu dimediasi sehingga gayanya berubah kompromi, akomodasi ataupun kolaborasi. Kalaupun tetap pada gayanya kiranya akan menghasilkan pilihan yang konstruktif untuk memperoleh haknya atas lahan melalui pelepasan kawasan hutan. Pihak yang bergaya menghindar perlu dilakukan komunikasi intensif agar menyadari adanya konflik atau berubah gayanya untuk berkompromi.
Kepastian Hukum Dan Pengakuan Para Pihak Hasil Pengukuhan Kawasan Hutan Negara Di Provinsi Riau Sinabutar, Pernando; Nugroho, Bramasto; Kartodihardjo, Hariadi; Darusman, Dudung
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepastian hukum dan pengakuan para pihak atas kawasan hutan dihasilkan melalui proses pengukuhan kawasan hutan yang dimulai dari penunjukan, penataan batas, pemetaan dan diakhiri dengan penetapan. Di Provinsi Riau, proses itu stagnan, sehingga kepastian hukum dan pengakuan para pihak sulit dicapai. Apa saja yang mengakibatkan hal itu terjadi adalah sesuatu yang perlu dijawab dalam penelitian ini. Dengan menggunakan analisis strategi tipologi dan analisis kualitatif deskriptif, penelitian ini berhasil mengungkap bahwa persoalan pengukuhan kawasan hutan terletak pada tiga aspek, yaitu: penunjukan, penataan batas dan penetapan. Konflik sosial yang muncul di balik penetapan dan pengakuan itu merupakan akumulasi selama proses berlangsung sehingga kepastian hukum tidak berimplikasi pada pengakuan. Penyebabnya antara lain: penghindaran klaim oleh panitia tata batas untuk menghindari kegagalan tata batas; narasi kebijakan tata batas yang tidak terinformasikan kepada masyarakat; inkonsistensi maksud tata batas dengan implementasinya; dominasi pengetahuan dan informasi; tahapan pengukuhan kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi penyelesaian administrasi; persoalan tupoksi BPKH; dan hutan negara sebagai sumber daya milik bersama (CPRs). Hal ini membuktikan kegagalan kebijakan pemerintah dalam mewujudkan kepastian hukum dan pengakuan sehingga pemerintah perlu memperbaikinya.
Analisis Kebijakan Pembentukan SPORC dan Implementasinya dalam Pemberantasan Illegal Loging di Indonesia Tangngalangi, Muhammad Ashlam; Kartodihardjo, Hariadi; Ichwandi, Iin
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembentukan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) adalah kebijakan pemerintah dalam upaya penegakan hukum di bidang kehutanan. Sejak terbentuk pada tahun 2005 hingga sekarang, belum diketahui bagaimana implementasinya di lapangan. Sementara praktik pembalakan liar masih saja terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan apa argumen kebijakan yang mendasari pembentukan SPORC, bagaimana penerapannya - terutama pada SPORC Brigade Anoa di Sulawesi Selatan (SPORC Anoa), dan apa yang dapat direkomendasikan bagi upaya penegakan hukum agar menjadi lebih efektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah yang didefinisikan sehingga melahirkan kebijakan pembentukan SPORC adalah tingkat deforestasi yang sangat memprihatinkan, sedangkan lembaga perlindungan hutan yang ada saat itu belum efektif. Dalam hal kualitas, kinerja SPORC Anoa belum memenuhi harapan, sebagian besar tersangka yang dituntut ke pengadilan adalah petani. Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan illegal logging serta hubungan yang buruk antara instansi kehutanan pusat dan daerah, terutama disebabkan oleh perbedaan yang tajam menyangkut persepsi status kawasan hutan. Penyelesaian status kawasan hutan di seluruh Indonesia menjadi rekomendasi penting yang perlu segera ditangani. Undang-Undang Kehutanan yang tidak up to date lagi dan lembaga yang belum sepenuhnya independen, menyebabkan rendahnya kualitas penanganan perkara.
Co-Authors Abdul Wahib Situmorang Abdullah, Maryati Adi Sutrisno Agus Hikmat Agus Isnantio Agus Justianto Agus Justianto Agustiono, Ariyadi Ahmad Dermawan Amelia, Nur Rizky Andi Sadapotto Andry Indrawan Ardi Ardi Ariati, Niken Armansyah H Tambunan Asis Budiawan Aziz Khan Bahruni Bahruni Bambang Pramudya Bonar M Sinaga Bramasto Nugroho Budi Didik Suhardjito Dodi Ridho Nurrochmat Dodik Ridho Nurrochmat Dudung Darusman Dudung Darusman Dudung Darusman DUDUNG DARUSMAN Eka Widiyastutik Eno Suwarno Entin Hendartin Ernan Rustiadi Ervizal Amir Muhammad Zuhud Ervizal AMZU Erwidodo Erwidodo Fahmi Hakim Fidelia Balle Galle Gamin Gamin, Gamin Grahat Nagara Gustan Pari Hadi S. Alikodra Hajrah Hajrah Handian Purwawangsa Hardjanto - Hariyatno Dwiprabowo Haryatno Dwiprabowo Hermanu Triwidodo I Nengah Surati Jaya Iin Ichwandi Irdika Mansur Johanis R Pangala Joko Suwarno Julijanti Julijanti Julijanti Julijanti K Karsudi Karsudi . Karsudi K Kurnia Sofyan Lahandu, Jamlis Lala M Kolopaking Lilik Budi Prasetyo Mappatoba Sila Maria Helena Yeni Pareira Marwoto Marwoto Muhammad Ashlam Tangngalangi, Muhammad Ashlam Muhammad, Chalid Mulyaningrum Mulyaningrum Munawar Fuadi Nur Suhada Nurtjahjawilasa Nurtjahjawilasa Nurtjahjawilasa Nurtjahjawilasa, Nurtjahjawilasa Nyoto Santoso Ok Hasnanda OK Hasnanda OK Hasnanda Syahputra Pernando Sinabutar Pernando Sinabutar Putro, Haryanto R. Raka Aditya Aditya ibisono Rina Kristanti Rina Kristanti Rina Mardiana Rinekso Soekmadi Rizaldi Boer Rudi C Tarumingkeng Rudy C. Tarumingkeng Saeful Rachman Satria Astana Siti Masitoh Kartikawati Sitorus, Santun R. P. Soedomo, Sudarsono Soehartini Sekartjakrarini Soeryo Adiwibowo Soeryo Adiwibowo Sudarmalik Sudarmalik Sudhiani Pratiwi Sudirman Daeng Massiri Sulistya Ekawati Sundawati, Leti Wahyu Hidayat Yaconias Maintindom Yayuk Siswiyanti Yulius Hero