Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

DROUGHT HAZARD CHARACTERISTIC USING SOIL MOISTURE DEFICIT INDEX MODELLING Lulu Mari Fitria; Septiana Fathurrohmah
Geoplanning: Journal of Geomatics and Planning Vol 5, No 1 (2018)
Publisher : Department of Urban and Regional Planning, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/geoplanning.5.1.91-100

Abstract

Drought happen when the rainfall decreases in the extreme condition for long period of  time (above normal). Drought hazard mapping can be analyzed by various approaches, like environmental approach, ecological approach, hydrological approach, meteorological approach, geological approach, agricultural approach, and many other. Badan Meteoroligi dan Geofisika (BMKG) measures the drought hazard by utilizing Standardized Precipitation Index (SPI)The comparison of rainfall rate through SPI has positive correlation with drought type, for example SPI 3 indicates agricultural drought; while SPI 6, SPI 9 and SPI 12 indicate hydrological drought. The analysis of drought hazard level also can be done using soil moisture level measurement. Soil moisture is the result of water shortages in the hydroclimatological concept. Soil moisture analysis utilizes several influenced variables, such as soil water, precipitation, evapotranspiration, and percolation. Each of variables was analyzed using GIS Software as a method of soil moisture modeling. Drought index level analysis is using soil moisture deficit index, which indicates that drought occurs if the index score less than (-0,5). Some assumptions used in this modeling are both SMDI modeling using WHC (Water Holding Capacity) and  without using WHC. This modeling used medium term analysis during 2007-2012 to prove the occurrence of extreme drought on 2009 and 2012 for measurement of drought level in agriculture area. Based on SMDI, it is known that the dangers of SMDI drought have positive correlation to SPI 3, SPI 6, SPI 9, and SPI 12, where SPI is in accordance with the interpretation of meteorolgy, agriculture, and hydrological drought indices. 
Analisis Tingkat Kerentanan Sosial Akibat Perkembangan Permukiman di Kawasan Perkotaan Yogyakarta Lulu Mari Fitria
REKA RUANG Vol 1 No 1 (2018): Reka Ruang
Publisher : Institut Teknologi Nasional Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33579/rkr.v1i1.776

Abstract

Penelitian ini diangkat berdasarkan latar belakang perkembangan kawasan permukiman di KPY yang berhubungan dengan adanya perkembangan jumlah penduduk. KPY merupakan kawasan yang dikelilingi oleh berbagai bencana yakni gunung berapi, gempa, banjir, kekeringan dan lainnya. Dengan adanya perkembangan permukiman ini pula mengakibatkan tingkat kerentanan kawasan di KPY. Berdasarkan Perka BNPB No.2 tahun 2012 diketahui bahwa tingkat kerentanan sosial diidentifikasi berdasarkan variabel kepadatan penduduk, jumlah penduduk rentan, keretanan penduduk berdasarkan jenis kelamin, penduduk miskin. Akibat perkembangan permukiman tersebut diperlukan analisis terhadap kerentanan sosial di KPY melalui analisis GIS. Kerentanan sosial tingkat tinggi terdapat pada 31 desa, kerentanan sosial tingkat sedang terdapat pada 36 desa, dan kerentanan sosial  tingkat rendah terdapat pada 5 desa. Adapun kecamatan yang memiliki tingkat kerentanan sosial tinggi adalah Kecamatan Banguntapan, Danurejan, Gamping, Gedongtengen, Gondomanan, Kotagede, Kraton, Mantrijeron, Mergangsan, Ngampilan, Pakualaman, Tegalrejo, Umbulharjo, Wirobrajan.
Kerentanan Fisik Terhadap Bencana Banjir di Kawasan Perkotaan Yogyakarta Lulu Mari Fitria; Novi Maulida Ni'mah; Leonardus K. Danu
REKA RUANG Vol 2 No 1 (2019): Reka Ruang
Publisher : Institut Teknologi Nasional Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33579/rkr.v2i1.1048

Abstract

Analisis risiko bencana dapat diniliai berdasarkan tingkat ancaman bahaya dan kerentanan. KPY berada di kawasan yang rawan terhadap bencana banjir. Berdasarkan InaRisk BNPB (2016) diketahui bahwa tingkatan bahaya banjir di KPY yakni meliputi bahaya banjir rendah dan tinggi. Pengukuran risiko bencana melalui pemetaan tingkat keretenanan juga dapat dinilai berdasarkan karakteristik fisik. Kerentanan fisik ini meliputi parameter rumah, fasilitas umum dan fasilitas kritis. Adapun penilaian terhadap kerentanan fisik ini diukur berdasrkan standar dari BNPB yang meliputi kelas dan bobot masing-masing parameter. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tingkat keretanan fisik di KPY memiliki tingkatan rendah, sedang, dan tinggi yang tersebar di sekitar kawasan terbangun KPY. kerentanan, fisik, KPY, bencana
ANALISIS KERENTANAN BENCANA LONGSOR DI LERENG GUNUNG WILIS KABUPATEN NGANJUK Lulu Mari Fitria
KURVATEK Vol 1 No 1 (2016): April 2016
Publisher : Institut Teknologi Nasional Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33579/krvtk.v1i1.104

Abstract

Bencana longsor yang terjadi di Lereng Gunung Wilis Kabupaten Nganjuk meliputi Desa Ngetos dan Sawahan. Bencana longsor yang terdapat di Lereng Gunung Wilis tersebut telah mengakibatkan kerugian baik materi maupun jiwa. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menilai tingkat kerentanan bencana longsor di Lereng Gunung Wilis Kabupaten Nganjuk. Penilaian faktor-faktor yang menjadi variabel tingkat kerentanan ini dilakukan dengan metode impact assessment. Analisis tingkat kerentanan bencana longsor dilakukan dengan menggunakan metode overlay. Berdasarkan hasil analisis kerentanan diketahui bahwa kerentanan bencana longsor dinilai berdasarkan kerentanan fisik, kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, dan kerentanan lingkungan. Tingkatan kerentanan bencana longsor dibagi menjadi tiga tingkatan yakni ringan, sedang, berat.  Kata kunci: longsor, kerentanan, fisik, sosial, ekonomi, lingkungan