Madania Cahya Rani
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : EMPATI : JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMANFAATAN POTENSI BUDAYA LOKAL Madania Cahya Rani; WG. Pramita Ratnasari
EMPATI: Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol 10, No 1 (2021): Empati Edisi Juni 2021
Publisher : Social Welfare Study Program

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/empati.v10i1.21505

Abstract

Abstract. Betawi batik in the Terogong area has existed since the 1960s constitutes craftsmen mostly women. However, with the development of modernization, this culture has begun to disappear since the 1970s. The founders of Terogong Betawi Batik, Mrs Siti Laila and Mrs Hafidzoh saw this as a potential to empower local women and revive the culture of their ancestors. This study aims to understand the empowerment process carried out by Terogong Betawi Batik craftsmen, and to see the results obtained by these female craftsmen during their involvement in this home industry. This research was conducted using a descriptive qualitative research type with observation, interviews, and documentation studies data collection techniques. The theory employed in this research is the stage theory proposed by Teguh Sulistiyani, and the theory of believing empowerment to see the results put forward by Schuler, Hashemi and Riley as quoted by Edi Suharto. The results of this study indicate that the empowerment process within the Terogong Betawi Batik female craftsman could positively increase their capacities such as freedom of mobility, acquaintance ability, well-coordinated capability, the augmented involvement in household decisions, and economic family security. These craftswomen who succeeded in the empowerment process carried out by Terogong Betawi Batik management achieved benefits both in material and intellectual. Abstrak. Batik Betawi di wilayah Terogong sudah ada sejak tahun 1960-an dengan pengrajin yang mayoritas perempuan. Namun seiring berkembangnya zaman yang semakin modern, budaya tersebut sudah mulai hilang sejak tahun 1970-an. Pendiri Batik Betawi Terogong, Ibu Siti Laila dan Ibu Hafidzoh melihat hal tersebut sebagai potensi yang mereka punya untuk memberdayakan perempuan sekitar dan membangkitkan kembali budaya yang dimiliki nenek moyangnya terdahulu. Tujuan dari penelitian ini untuk lebih mengetahui proses pemberdayaan yang dilakukan oleh para perempuan yang berlatar belakang budaya Betawi sebagai pembatik batik Betawi Terogong, dan mengetahui hasil yang diperoleh pengrajin perempuan selama bergabung dalam industri rumahan tersebut. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori tahapan pemberdayaan yang dikemukakan oleh Teguh Sulistiyani, dan teori keberhasilan pemberdayaan untuk melihat hasil yang dikemukakan oleh Schuler, Hashemi dan Riley dalam Edi Suharto. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya usaha Batik Betawi Terogong tersebut proses pemberdayaan yang dilakukan pengrajin perempuan dapat meningkatkan kapasitas diri mereka seperti: kebebasan mobilitas, kemampuan membeli kebutuhan rumah tangga, dan ikut terlibat dalam keputusan-keputusan rumah tangga, dan jaminan ekonomi keluarga. Para perempuan pengrajin batik Betawi Terogong sudah berhasil dalam proses pemberdayaan yang dilakukan oleh pengelola Batik Betawi karena banyak manfaat yang didapat dari materiil maupun intelektual mereka dari proses tersebut.