Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Augmentasi Silikon pada Hidung Pelana Jacky Munilson; Effy Huriyati; Sri Mulyani
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 3 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i3.199

Abstract

AbstrakHidung pelana merupakan salah satu tantangan dalam bedah rinoplasti. Hidung pelana dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti trauma, infeksi dan iatrogenik. Pembedahan bertujuan untuk mengoreksi kelainan bentuk fisiologi serta meningkatkan aspek estetik dan emosional. Metode: Satu kasus hidung pelana pada anak perempuan usia 14 tahun yang yang telah ditatalaksana dengan rinoplasti eksterna dan augmentasi silikon. Hasil: Terdapat perbaikan kosmetik pada hidung pelana. Diskusi: Tujuan utama penatalaksanaan hidung pelana adalah meningkatkan penampilan hidung dengan mempertahankan fungsi hidung.Kata kunci: hidung pelana, rinoplasti eksterna, silikonAbstractSaddle nose is one of the most challenging in all of rhinoplasty surgery. Saddle nose may be caused by many factors: traumatism, infection and iatrogenic. Surgical intervention is required to correct the anatomic and physiologic disorder andd improve the aesthetic and emotional aspect. Methods: A case of saddle nose in a 14 years olg girl had been treated by external rhinoplasyi and augmentation of of silicone. Results: There cosmetic repairs on the saddle nose . Discussion: The main objective the management of saddle nose was to improve the appearance of the nose and maintain nasal function.Keywords: saddle nose, open rhinoplasty, silicone
Mastoidektomi Revisi pada Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya Jacky Munilson; Tuti Nelvia
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i3.399

Abstract

Abstrak Operasi mastoid berkembang sebagai penanganan terhadap Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Mastoidektomi revisi dilakukan bila tujuan operasi pertama tidak tercapai. Kegagalan operasi mastoid bisa disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya penanganan air cell yang tidak adekuat, facial ridge yang tinggi, kegagalan membuang semua kolesteatom, meatoplasti yang tidak adekuat dan ketidakpatuhan pasien untuk kontrol setelah operasi. Operasi mastoid revisi biasanya lebih sulit dan berbahaya karena anatomi telinga tengah menjadi tidak jelas, landmark dapat hilang dan struktur berbahaya sudah terpapar. Dilaporkan satu kasus operasi mastoid revisi pada seorang laki-laki berumur 25 tahun, yang ditatalaksana dengan timpanomastoidektomi dinding runtuh.Kata kunci: otitis media supuratif kronik, mastoidektomi revisi, kolesteatom, meatoplasti Abstract Surgery of the mastoid developed as a treatment for chronic suppurative otitis media. Revision mastoid surgery done if the aim of first surgery not achieved. Failure of  mastoid operation may caused by many things, including handling of air cells are not adequate, high facial ridge,  failure to remove all cholestetoma  meatoplasty in adequate and non adherence of patient to control after surgery. Revision  mastoid surgery is usually more difficult and dangerous, because anatomy of the middle ear may be altered, some of the important landmarks can be loss and dangerous  structure has been exposed. It was reported one case revision mastoid surgery in a man aged 25 years old, management with canal wall down tympanomastoidectomy.Keywords: chronic suppurative otitis media, revision mastoidectomy, cholesteatoma, meatoplasty
Penatalaksanaan Sinus Preaurikuler Tipe Varian Dengan Pit pada Heliks Desenden Postero-Inferior Jacky Munilson; Effy Huryati; M. Rusli Pulungan
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v2i1.67

Abstract

AbstrakSinus preaurikuler merupakan kelainan kongenital berupa adanya lubang kecil pada telinga luar yangbiasanya terdapat di anterior dari heliks asendens. Disamping lokasi tersebut, sinus preaurikuler juga dapatditemukan posterior dari liang telinga luar yang dikenal sebagai sinus preaurikuler tipe varian. Sinus preaurikulertipe varian merupakan kasus yang jarang dilaporkan. Kebanyakan kasus tidak menunjukkan gejala, sebagianlainnya mengalami masalah infeksi berupa keluarnya cairan, atau terbentuknya abses. Penatalaksanaan sinuspreaurikuler adalah dengan pengangkatan sinus secara lengkap. Kekambuhan merupakan masalah yang dapattimbul jika tidak diangkat secara lengkap.Dilaporkan satu kasus sinus preaurikuler tipe varian dengan pitberada pada heliksdesendens postero-inferior dekatlobulus pada seorang anak laki-laki umur 3 tahun 6 bulan dan ditatalaksana dengan sinektomi.Kata kunci: Sinus preaurikuler, sinus preaurikuler tipe varian, sinektomi.AbstractPreauricular sinusis a congenital malformation that manifests as pit in the extenal ear, usually located in theanterior limb of ascending helix. In additional to these location, preauricular sinus can also be found in the posterior ofthe external ear canal, known as the preauricular sinus with variant type. Preauricular sinus variant type is a rarelyreported. Almost cases are asymptomatic, but others are infectious with discharge or abscess formation. Themanagement of preauricular sinus is excision sinus completely. Recurrence is the problem that happen if the excisionwas not complete.One case of preauricular sinus variant type with pit on the postero-inferior decending helixnearlobulus in a boy 3 years and 6 months old and managed bysinectomy.Keywords: Preauricular sinus, Preauricular sinus variant type, sinectom
Neurofibroma Telinga Tengah dengan Otitis Media Supuratif Kronis Arsia Dilla Pramita; Jacky Munilson; Yan Edward
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 7 (2018): Supplement 2
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v7i0.833

Abstract

Pendahuluan: Neurofibroma adalah tumor saraf yang cukup sering dijumpai, tetapi hanya beberapa kasus yang melibatkan telinga tengah yang pernah dilaporkan. Kasus: Dilaporkan seorang perempuan berusia 51 tahun dengan keluhan telinga kiri berair, hilang timbul sejak 30 tahun yang lalu. Pasien dilakukan tindakan timpanomastoidektomi dinding utuh telinga kiri, intraoperatif ditemukan jaringan granulasi beserta jaringan berpapil-papil di liang telinga. Hasil patologi anatomi adalah neurofibroma dengan kalsifikasi. Kesimpulan: Neurofibroma merupakan suatu tumor yang dapat muncul dimana saja di tubuh. Adanya neurofibroma bersamaan dengan OMSK diduga akibat peranan inflamasi yang mencetuskan timbulnya tumor. Tatalaksana dan follow up yang baik dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Terapi Medikamentosa pada Paralisis Saraf Fasialis Akibat Fraktur Tulang Temporal Jacky Munilson; Yan Edward; Dedy Rusdi
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i1.237

Abstract

AbstrakPendahuluan: Paralisis saraf fasialis merupakan salah satu komplikasi fraktur tulang temporal. Fraktur tulang temporal dapat berupa fraktur longitudinal, transversal maupun campuran. Paralisis saraf fasialis lebih banyak ditemukan pada fraktur tulang transversal dibandingkan longitudinal. Penatalaksanaan paralisis saraf fasialis akibat fraktur tulang temporal masih kontroversi, dapat berupa terapi medikamentosa maupun terapi bedah. Metode: Satu kasus paralisis saraf fasialis akibat fraktur temporal longitudinal tahun yang ditatalaksana dengan terapi medikamentosa. Hasil: Terdapat peningkatan fungsi saraf pasialis dengan terapi medikamentosa pada paralisis parsial saraf fasialis akibat fraktur temporal longitudinal. Diskusi: Penatalaksanaan paralisis saraf fasialis akibat fraktur tulang temporal masih merupakan hal yang kontroversial. Pasien dengan paralisis parsial (House Brackmann II-V) cukup dilakukan observasi dan terapi dengan steroid berupa prednison, sedangkan pada paralisis komplit (House Brackmann VI), terapi medikamentosa dengan steroid dapat dikombinasikan dengan terapi bedah berupa dekompresi atau grafting. Pertimbangan untuk melakukan pembedahan tergantung dari pemeriksaan CT Scan dan tes elektrofisiologisKata kunci: Paralisis saraf fasialis, fraktur tulang temporal, terapi medikamentosaAbstractFacial nerve paralysis is one of the temporal bone fracture complications. Temporal bone fracture is classified as longitudinal, transversal and mixed type. Facial nerve paralysis is more common in transversal rather than longitudinal type. The treatment of facial nerve paralysis due to temporal bone fracture still remain controversial, whether its medical therapy or surgical approach.Methode: One case of facial nerve paralysis caused by longitudinal type of temporal bone fracture has been treated by medical therapy. Result: There is an increase of facial nerve function treated with medical therapy in a case of partial nerve paralysis due to longitudinal type of temporal bone fracture. Discussion: Management of facial nerve paralysis due to temporal bone fracture is still controversial. Patient with partial paralysis (House Brackmann II-V) treated with observation and medical therapy using steroid, whereas complete paralysis (House Brackmann VI) treated with medical therapy using steroid, combine with decompression and grafting surgery. Considerations for surgery depend on computed tomography and electrophysiology examination.Keywords: Facial nerve paralysis, temporal bone fracture, medical therapy
Diagnosis dan Penatalaksanaan Tragus Asesorius dan Stenosis Liang Telinga pada Hemifasial Mikrosomia Al Hafiz; Jacky Munilson; Effy Huriyati; Yan Edward; Sylvia Rachman; Gunawan Yudhistira
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 5, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v5i1.482

Abstract

Abstrak           Hemifasial mikrosomia (HFM) adalah diagnosis paling sering pada lesi wajah asimmetris dan merupakan kelainan kongenital wajah terbanyak kedua. HFM merupakan malformasi kongenital dimana terdapat defisiensi jaringan lunak dan tulang pada satu sisi wajah dan gangguan perkembangan telinga, terutama telinga luar. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis. HFM memiliki manifestasi klinis yang beragam, dan dipertimbangkan mendapatkan penatalaksanaan komprehensif yang melibatkan rekontruksi medik luas.               .           Sebuah kasus hemifasial mikrosomia dengan tragus asesorius dan stenosis liang telinga kanan dilaporkan pada perempuan berusia 13 tahun dan telah dilakukan rekonstruksi tragus dan kanaloplasti. Kata kunci: hemifasial mikrosomia, lesi wajah asimmetris, rekontruksi tragus, kanaloplasti. AbstractHemifacial microsomia (HFM) is the most frequent diagnosis in asymmetry facial lesions and the top second facial congenital lesion. HFM is a congenital malformation in which there is a deficiency of soft tissue and bone on one side of the face and malformation of the ear, especially outer ear. The diagnosis is based on history, physical examination, and radiological finding. HFM had various clinical manifestation and considered to comprehensive management involving extensive medical reconstruction. A hemifacial microsomia case with right tragal assesoria and ear canal stenosis has been reported in girl aged 13 years old and have performed tragus reconstruction and canaloplasty. Keywords:  hemifacial microsomia, asymmetrical facial lession, tragus reconstruction, canaloplasty
Kanaloplasti pada Atresia Liang Telinga Pasca Trauma Jacky Munilson; Yan Edward; Surya Azani
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i2.106

Abstract

AbstrakPendahuluan: Atresia liang telinga didapat adalah suatu kelainan yang jarang terjadi dengan karakteristik pembentukan jaringan fibrosis pada liang telinga. Trauma pada liang telinga pada cedera kepala dapat menyebabkan atresia liang telinga pasca trauma dan menyebabkan tuli konduktif serta terbentuknya kolesteatom di daerah cul de sac sehingga diperlukan tatalaksana dengan pembedahan. Ada beberapa pendekatan teknik pembedahan kanoplasti yaitu dengan pendekatan transkanal, endaural dan postaurikula. Metode: Satu kasus atresia liang telinga didapat pasca trauma yang ditatalaksana dengan kanaloplasti transkanal dan bagian tulang yang terpapar ditutupi dengan flap kulit liang telinga. Hasil : Penyembuhan pasca operasi sangat memuaskan, liang telinga lapang dengan perbaikan fungsi pendengaran. Diskusi : Atresia liang telinga didapat salah satunya dapat disebakan oleh trauma dan dapat menimbulkan penurunan pendengaran. Pembedahan pada atresia liang telinga membutuhkan teknik yang khusus karena rekurensi dapat terjadi. Pembedahan dengan pendekatan transkanal sudah dapat memberikan akses yang adekuat. Bagian tulang liang telinga yang terpapar dapat ditutupi dengan flap ataupun graft kulit dengan vaskularisasi yang adekuat serta diperlukannya pembersihan liang telinga pasca operasi secara cermat dan teratur untuk mencegah rekurensi.Kata kunci: Atresia liang telinga, trauma telinga, kanaloplasti transkanal.AbstractIntroduction : Acquired ear canal atresia is a rare condition that characteristic by fibrotic tissue formation in ear canal. Trauma to the ear canal in head injury can cause post traumatic ear canal atresia with conductive hearing loss and cholesteatom in cul de sac area, so this condition necessary surgery procedure. There are several approaches of canaloplasty that are transcanal, endaural and postauricula approach canaloplasty. Methode : One case of post traumatic ear canal atresia that treated with transcanal approach canaloplasty and ear canal skin flap for closing the exposed bone. Result : satisfactory postoperative ear canal healing, with improvement of hearing function. Discussion: Acquired ear canal can be caused by trauma and can cause hearing loss. Surgery on the ear canal atresia requires special techniques because recurrence may occur. Transkanal surgical approach has been able to provide adequate access. The expose bone of ear canal after fibrotic tissue was removed, can be covered by skin flap or skin graft with adequate vascularity as well as the need for postoperative cleaning of the ear canal thoroughly and regularly to prevent recurrence.Keywords: Ear canal atresia, ear trauma, transcanal canaloplasty.
Injeksi Kortikosteroid Intratimpani Sebagai Salvage Therapy pada Pasien Tuli Mendadak Ricko Mariza Putra; Jacky Munilson; Yan Edward; Nirza Warto; Rossy Rosalinda
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 7 (2018): Supplement 3
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v7i0.859

Abstract

Pendahuluan : Tuli mendadak merupakan salah satu kegawatdaruratan di bagian telinga hidung tenggorok bedah kepala dan leher (THT-KL). Tuli mendadak atau sudden sensorineural hearing loss (SSNHL) adalah tuli sensorineural lebih dari 30 dB pada 3 frekuensi berturut turut secara mendadak  dalam waktu 3 hari. Etiologi tuli mendadak hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, namun penyebab tersering tuli mendadak, yaitu idiopatik (71%). Penatalaksanaan tuli mendadak meliputi terapi konservatif, salah satunya dengan pemberian kortikosteroid secara sistemik dan lokal. Pemberian lokal dapat dilakukan dengan cara injeksi langsung intratimpani. Terapi kortikosteroid secara lokal dapat diberikan sebagai terapi primer, terapi adjuvan (kombinasi) dan salvage therapy. Laporan kasus : seorang pasien perempuan berusia 36 tahun dengan diagnosis tuli mendadak pada telinga kanan yang dilakukan salvage therapy dengan penyuntikan deksametason intratimpani sebanyak empat kali secara selang   3 hari setelah gagal dengan terapi sistemik. Kesimpulan : Injeksi kortikosteroid intratimpani digunakan sebagai salvage therapy dapat menjadi pilihan untuk pasien yang gagal diterapi dengan kortikosteroid sistemik.
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN COVID-19 MELALUI PEMBUATAN DAN PENDISTRIBUSIAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA BERBAGAI PUSKESMAS DI KOTA PADANG Efrida Efrida; Fachzi Fitri; Sukri Rahman; Ade Asyari; Al Hafiz; Dolly Irfandy; Yan Edward; Novialdi Novialdi; Bestari Jaka Budiman; Effy Huriyati; Jacky Munilson; Nirza Warto; Rossy Rosalinda
BULETIN ILMIAH NAGARI MEMBANGUN Vol 3 No 3 (2020)
Publisher : LPPM (Institute for Research and Community Services) Universitas Andalas Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/bina.v3i3.241

Abstract

The Covid-19 case that has spread in Indonesia requires efforts from various parties to resolve it. The Faculty of Medicine, Andalas University, is also making efforts to prevent and control Covid-19. The purpose of this activity is to minimize the possibility of the rapid spread of Covid-19 and preventive efforts to keep the people around Pauh, Kuranji, and Air Cold healthy and protected from Covid-19. This activity was carried out in three health centers: Pauh Puskesmas, Kuranji Health Center, and Padang City Puskesmas Air Cold. The method used is KIE (Educational Information Communication) about the COVID-19 disease in publishing articles in the mass media and giving masks. The target of the activity is the community around Pauh, Kuranji, and Air Cold Padang City. The results of the activities obtained include producing PPE (Personal Protective Equipment) as many as 80 face shields, 400 masks, and 60 hazmat suits involving MSMEs (Micro, Small, and Medium Enterprises) and convection. Furthermore, this PPE is distributed to health centers in need, namely Pauh Puskesmas, Kuranji Health Center, and Puskesmas Air Cold Padang City. Furthermore, it is distributed to parties in need, namely the public and medical personnel. The Covid-19 prevention and control program is carried out to suppress and reduce the positive number of Covid-19 and protect medical personnel from providing top service to patients. Furthermore, making PPE that involves MSMEs and convection can help the community's economy, which has declined due to this pandemic.
PARAMEDIAN FOREHEAD FLAP FOR RECONSTRUCTION OF THE NOSE Al Hafiz; Effy Huriyati; Bestari J. Budiman; Jacky Munilson
Majalah Kedokteran Andalas Vol 38, No 2 (2015): Published in September 2015
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (589.439 KB) | DOI: 10.22338/mka.v38.i2.p147-154.2015

Abstract

AbstrakPenutupan defek yang ditimbulkan akibat operasi di daerah kepala dan leher umumnya dapat dilakukan dengan penjahitan langsung. Untuk defek yang lebih luas, atau apabila metode penjahitan langsung tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka dapat digunakan flap kulit. Laporan kasus ini bertujuan untuk mendemonstrasikan ke ahli THT-KL, bagaimana forehead flap dapat memperbaiki estetika dan fungsi hidung pada kasus deformitas hidung. Satu kasus deformitas pada hidung, seorang laki-laki berusia 69 tahun dengan riwayat basalioma di daerah hidung. Pada pasien dilakukan rekonstruksi hidung dengan menggunakan forehead flap. Rekonstruksi hidung menggunakan forehead flap dapat mengurangi defek pada deformitas hidung. Diperlukan analisis wajah terutama daerah hidung untuk menentukan jenis dan posisi dari flap kulit yang tepat.AbstractA Defect following head and neck surgery can often be closed using the technique of direct suture. For larger defects or in situations where direct suture is neither applicable, surgical defect in the head and neck especially at the nose, can be filled by local skin flaps. The case was reported in order to demonstrate to Otorhinolaryngology Head and Neck surgeons on how the forehead flap could restore the aesthetic and function of the nose in nasal deformity case. One case of the nasal deformity was reported in a 69 years old man with history of basal cell carcinoma on the nose. This patient was managed using the forehead flap for nasal reconstruction purpose. The employment of this technique could reduce the defects of nasal deformity. Facial analysis particularly nasal area is necessary to determine the exact kind and position of skin flap.