Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi
Unknown Affiliation

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Kajian Teologis Konsep Pemberitaan Injil Berdasarkan 2 Korintus 5: 18-21 Efrayim Ngesthi, Yonathan Salmon; Munandar, Aris; Zacheus, Soelistiyo Daniel; Dwikoryanto, Matius I Totok
Veritas Lux Mea (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen) Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kanaan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (219.025 KB) | DOI: 10.59177/veritas.v3i1.108

Abstract

Preaching the gospel in believers requires responsibility and courage to actualize it. But many people do not understand that evangelism is God's way of working with people to bring a message of reconciliation to people. Through descriptive qualitative methods with a literature study approach, it can be concluded that God's people must be able to understand that there is a heart of God in saving humans in God's mission of reconciliation for humans. Furthermore, God's people can also understand how God entrusts the task of serving missions to be a priority and responsibility to do, because being a messenger of Christ for the salvation of others is a way for believers to respond to God's call to be a blessing to this world.AbstrakMemberitakan injil dalam diri orang percaya memerlukan tanggung jawab dan keberanian dalam mengaktualisasi. Namun banyak orang tidak memahami bahwa penginjilan adalah cara Allah bekerja sama dengan manusia membawa pesan pendamaian bagi manusia. Melalui metode kualitatif deskritif dengan pendekatan studi literature dapat disimpulkan bahwa umat Tuhan harus dapat memahami bahwa adanya hati Allah dalam menyelamatkan manusia dalam misi pendamaian Allah bagi manusia. Selanjutanya umat Tuhan dapat mengerti juga bagaimana Allah Mempercayakan tugas pelayanan misi menjadi prioritas dan tanggung jawab untuk dikerjakan, sebab menjadi utusan Kristus bagi keselamatan orang lain adalah merupakan cara orang percaya merespon panggilan Tuhan untuk menjadi berkat bagi dunia ini.
Kontroversi Bohong dalam Keluaran 1:8-22 Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi; Matius I Totok Dwikoryanto; Fatiaro Zega
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 1 (2021): September 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i1.146

Abstract

AbstractMany people today tolerate the truth of the word by considering that lying for the sake of goodness becomes a natural thing. Through the history of Sifra and Pua, the writer wants to describe the purpose of writing this article to provide an understanding in a biblical context using descriptive qualitative methods and literature study approaches, it can be concluded in the study of the light of the Bible, that lying white or lying for good fulfills all the criteria for action which is included in lying or witness to lies. Because white lies are part of lies or witnesses to lies that God consistently forbids in the Bible, white lies should not be done by believers. It cannot be denied that the practice of white lying has become a habit and is considered normal and commonplace in today's society. But this does not mean that believers can simply join society at large to approve and practice white lies. Furthermore, the Church must act proactively in providing Christian ethics education, especially in relation to the topic of white lies or lying for good so that members of the congregation have a clear and stable understanding of this issue AbstrakMasayarakat saat ini banyak yang toleransi terhadap kebenaran firman dengan mengangap bahwa kebohongan demi kebaikan menjadi hal yang wajar. Melalui sejarah Sifra dan Pua penulis ingin menjabarkan tujuan penulisan artikel ini memberikan pemahaman dalam kontek Alkitabiah menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan studi Pustaka, dapat disimpulkan dalam kajian dari terang Alkitab, bahwa bohong putih atau bohong untuk kebaikan memenuhi semua kriteria tindakan yang termasuk dalam kebohongan atau saksi dusta. Karena bohong putih termasuk bagian dari kebohongan atau saksi dusta yang dilarang Allah secara konsisten di dalam Alkitab, maka bohong putih tidak boleh dilakukan oleh orang percaya. Memang tidak dapat disangkal bahwa praktek bohong putih sudah menjadi kebiasaan dan dianggap wajar dan lumrah dalam masyarakat hari ini. Namun ini tidak berarti orang percaya boleh begitu saja menggabungkan diri dengan masyarakat pada umumnya untuk menyetujui dan mempraktekkan bohong putih. Selanjutnya Gereja harus bertindak proaktif menyelenggarakan pendidikan etika Kristen, khususnya yang berhubungan dengan topik bohong putih atau bohong untuk kebaikan sehingga anggota jemaat memiliki pengertian yang jelas dan mantap tentang persoalan ini
Merefleksikan Prinsip dan Tanggung Jawab Kepemimpinan Adam dalam Kepemimpinan Kristen: Kajian Biblis Kejadian 2-3 Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi; Carolina Etnasari Anjaya; Yonatan Alex Arifianto
JURNAL TERUNA BHAKTI Vol 3, No 2: Pebruari 2021
Publisher : SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN TERUNA BHAKTI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47131/jtb.v3i2.112

Abstract

The main task in Christian leadership is to guide, direct and educate God's people so that they can experience eternal salvation. This study outlines the discussion of Adam's leadership that ignores responsibility as God's chosen leader based on an analysis of the books of Genesis 2 and 3. The purpose of this study is to identify Adam's leadership points and describe the reflection of that leadership for today's church leaders. The method used is descriptive qualitative with an interpretive approach to the biblical text of Genesis 2-3. The results of the study found that the attitude of responsibility became the main point in carrying out Christian leadership duties so that they were in accordance with the truth of God's word. The attitude of responsibility contains several important points, namely: the first point, the responsibility for self-awareness as the holder of God's mandate. The second point is the responsibility to maintain, supervise and guide the people to follow God's decrees. The third point is the responsibility to maintain continuous interaction with God so that decisions and actions are based on God's wisdom alone. The fourth point is a responsibility as a living example. The fifth point, is the responsibility of continuous repentance and introspection.AbstrakTugas terutama dalam kepemimpinan Kristen adalah membimbing, mengarahkan dan mendidik umat Tuhan agar dapat mengalami keselamatan kekal. Penelitian ini menguraikan pembahasan tentang kepemimpinan Adam yang mengabaikan tanggung jawab sebagai pemimpin pilihan Tuhan didasarkan pada analisis kitab kejadian 2 dan 3.  Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi poin-poin kepemimpinan Adam dan memaparkan refleksi dari kepemimpinan tersebut bagi para pemimpin jemaat masa kini. Metode yang dipergunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan interpretasi terhadap teks Alkitab Kejadian 2-3.  Hasil penelitian menemukan bahwa sikap tanggung jawab menjadi poin utama dalam menjalankan tugas kepemimpinan Kristen agar sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Sika tanggungj jawab tersebut memuat beberapa poin penting yaitu: poin pertama, tanggung jawab kesadaran diri sebagai pemegang amanat Tuhan. Poin kedua, tanggung jawab menjaga, mengawasi dan membimbing umat untuk mengikuti ketetapan Tuhan. Poin ketiga, tanggung jawab memelihara interaksi dengan Tuhan secara terus menerus sehingga keputusan dan tindakan berdasarkan hikmat Tuhan semata. Poin keempat, tanggung jawab sebagai teladan yang hidup. Poin kelima, tanggung jawab pertobatan terus menerus dan mawas diri.
Kontroversi Bohong dalam Keluaran 1:8-22 Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi; Matius I Totok Dwikoryanto; Fatiaro Zega
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 1 (2021): September 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i1.146

Abstract

AbstractMany people today tolerate the truth of the word by considering that lying for the sake of goodness becomes a natural thing. Through the history of Sifra and Pua, the writer wants to describe the purpose of writing this article to provide an understanding in a biblical context using descriptive qualitative methods and literature study approaches, it can be concluded in the study of the light of the Bible, that lying white or lying for good fulfills all the criteria for action which is included in lying or witness to lies. Because white lies are part of lies or witnesses to lies that God consistently forbids in the Bible, white lies should not be done by believers. It cannot be denied that the practice of white lying has become a habit and is considered normal and commonplace in today's society. But this does not mean that believers can simply join society at large to approve and practice white lies. Furthermore, the Church must act proactively in providing Christian ethics education, especially in relation to the topic of white lies or lying for good so that members of the congregation have a clear and stable understanding of this issue AbstrakMasayarakat saat ini banyak yang toleransi terhadap kebenaran firman dengan mengangap bahwa kebohongan demi kebaikan menjadi hal yang wajar. Melalui sejarah Sifra dan Pua penulis ingin menjabarkan tujuan penulisan artikel ini memberikan pemahaman dalam kontek Alkitabiah menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan studi Pustaka, dapat disimpulkan dalam kajian dari terang Alkitab, bahwa bohong putih atau bohong untuk kebaikan memenuhi semua kriteria tindakan yang termasuk dalam kebohongan atau saksi dusta. Karena bohong putih termasuk bagian dari kebohongan atau saksi dusta yang dilarang Allah secara konsisten di dalam Alkitab, maka bohong putih tidak boleh dilakukan oleh orang percaya. Memang tidak dapat disangkal bahwa praktek bohong putih sudah menjadi kebiasaan dan dianggap wajar dan lumrah dalam masyarakat hari ini. Namun ini tidak berarti orang percaya boleh begitu saja menggabungkan diri dengan masyarakat pada umumnya untuk menyetujui dan mempraktekkan bohong putih. Selanjutnya Gereja harus bertindak proaktif menyelenggarakan pendidikan etika Kristen, khususnya yang berhubungan dengan topik bohong putih atau bohong untuk kebaikan sehingga anggota jemaat memiliki pengertian yang jelas dan mantap tentang persoalan ini
Theological-Applicative Implications Of The Concept Of Creation Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi; Godikay Sandeep
Jurnal Teologi (JUTEOLOG) Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kadesi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52489/juteolog.v2i2.85

Abstract

The doctrine of creation has become a focal point of debate between modern science and theologians. Thus we see that in today's developments, biblical theology has been confronted with theories that reject the historical and scientific value of the book of Genesis. Using descriptive qualitative methods, with a literature study approach, it can be concluded that evolutionism is contrary to the teachings of the Bible, it is based on the first, that there is no strong exegetical basis to make room for the evolutionary assumption that there is a measurable span of time in the process of creating the universe Second, the Bible's statement "In the beginning God created the heavens and the earth" ... within six days "(Genesis 1: 1, Exodus 20:20) is an indisputable biblical fact as an act of omnipotence and the majesty of God created the world from nothing. came into being by His word. Third, the doctrine of creation must be the foundation of Christian faith which is tested in the authority of the powerful Word of God (2 Tim. 3:16) and the world created by God and everything in it becomes an arena for scientific activity in the trajectory of human history that must be based on the Bible. Fourth, the creation statement Genesis 1: 1 is a refutation of various scientific theories and human philosophical views that contradict Bible truth (Gen. 1-2, Ps. 33: 4-9).
Kontroversi Bohong dalam Keluaran 1:8-22 Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi; Matius I Totok Dwikoryanto; Fatiaro Zega
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 1 (2021): September 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i1.146

Abstract

AbstractMany people today tolerate the truth of the word by considering that lying for the sake of goodness becomes a natural thing. Through the history of Sifra and Pua, the writer wants to describe the purpose of writing this article to provide an understanding in a biblical context using descriptive qualitative methods and literature study approaches, it can be concluded in the study of the light of the Bible, that lying white or lying for good fulfills all the criteria for action which is included in lying or witness to lies. Because white lies are part of lies or witnesses to lies that God consistently forbids in the Bible, white lies should not be done by believers. It cannot be denied that the practice of white lying has become a habit and is considered normal and commonplace in today's society. But this does not mean that believers can simply join society at large to approve and practice white lies. Furthermore, the Church must act proactively in providing Christian ethics education, especially in relation to the topic of white lies or lying for good so that members of the congregation have a clear and stable understanding of this issue AbstrakMasayarakat saat ini banyak yang toleransi terhadap kebenaran firman dengan mengangap bahwa kebohongan demi kebaikan menjadi hal yang wajar. Melalui sejarah Sifra dan Pua penulis ingin menjabarkan tujuan penulisan artikel ini memberikan pemahaman dalam kontek Alkitabiah menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan studi Pustaka, dapat disimpulkan dalam kajian dari terang Alkitab, bahwa bohong putih atau bohong untuk kebaikan memenuhi semua kriteria tindakan yang termasuk dalam kebohongan atau saksi dusta. Karena bohong putih termasuk bagian dari kebohongan atau saksi dusta yang dilarang Allah secara konsisten di dalam Alkitab, maka bohong putih tidak boleh dilakukan oleh orang percaya. Memang tidak dapat disangkal bahwa praktek bohong putih sudah menjadi kebiasaan dan dianggap wajar dan lumrah dalam masyarakat hari ini. Namun ini tidak berarti orang percaya boleh begitu saja menggabungkan diri dengan masyarakat pada umumnya untuk menyetujui dan mempraktekkan bohong putih. Selanjutnya Gereja harus bertindak proaktif menyelenggarakan pendidikan etika Kristen, khususnya yang berhubungan dengan topik bohong putih atau bohong untuk kebaikan sehingga anggota jemaat memiliki pengertian yang jelas dan mantap tentang persoalan ini
Kesetiaan Kristus Sebagai Model Spiritualitas Kepemimpinan Jemaat: Kajian Teologis 2 Tesalonika 3:1-7 Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi; Carolina Etnasari Anjaya
EPIGRAPHE (Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani) Vol 6, No 2: November 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Torsina Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33991/epigraphe.v6i2.382

Abstract

In the current era, Indonesia's leadership crisis is increasingly concerning. The increasing number of law violations and societal norms by leaders evidences this. From these various facts, the leaders involved were Christians, even church leaders. This study aims to explore the concept of the faithfulness of the Lord Jesus according to 2 Thessalonians 3:1-7 to find principles that can be used as a basis for church leaders in carrying out their duties. This study uses a narrative approach with a descriptive qualitative method of the text of 2 Thessalonians 3:1-7. The study's results concluded that the principle of loyalty was found in the Bible text as the key to the success of Christian leadership according to the model that the Lord Jesus gave. The Apostle Paul explained that the basic principles for building loyalty in leadership are unconditional commitment, responsibility, and love. Loyalty will be reflected in how church leaders live life and strength as an example.AbstrakDi era saat ini, krisis kepemimpinan Indonesia semakin memprihatinkan. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya kasus pelanggaran hukum dan norma masyarakat yang dilakukan para pemimpin. Dari pelbagai fakta tersebut, para pemimpin yang terlibat terdapat orang-orang Kristen, bahkan pemimpin jemaat. Penelitian ini bertujuan memberikan tawaran konsep kesetiaan Tuhan Yesus sesuai 2 Tesalonika 3:1-7 sebagai prinsip yang dapat dijadikan landasan bagi para pemimpin jemaat dalam menunaikan tugasnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan naratif dengan metode kualitatif deskriptif terhadap teks 2 Tesalonika 3:1-7. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pada teks Alkitab tersebut ditemukan prinsip kesetiaan sebagai kunci keberhasilan kepemimpinan Kristen sesuai model yang Tuhan Yesus berikan. Rasul Paulus menjelaskan bahwa prinsip dasar untuk membangun kesetiaan dalam kepemimpinan adalah komitmen tanpa syarat, tanggung jawab dan kasih. Kesetiaan akan tercermin dari bagaimana cara para pemimpin jemaat menjalani hidup dan kekuatan sebagai teladan.
A case study of sexual harassment: an adolescent insecurity Hana Suparti; Yonathan Salmon Ephraim Ngesti; David Ming
Jurnal Konseling dan Pendidikan Vol 10, No 3 (2022): JKP
Publisher : Indonesian Institute for Counseling, Education and Therapy (IICET)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29210/171600

Abstract

Association is very important to explore and find identity for teenagers, but socialization is also vulnerable to mental threats in the form of insecurity that disturbs the future of teenagers. With this research, it is hoped that it can overcome or at least minimize the impact of youth insecurity due to association, so that the prospective youth of the nation's golden generation can avoid prolonged mental illness. Based on the background of this writing, the formulation of the research problem is obtained, namely: 1) How much influence does the association have on adolescent insecurity? 2) What are the patterns of causes and what are the forms of adolescent insecurity in the association?. This study was designed with the aim of explaining and answering the questions in the focus of the research above with the emphasis on: 1) Knowing the magnitude of the influence of association on the emergence of a sense of insecurity in adolescents. 2) State and explain the pattern of causes of insecurity in the association. With this research, researchers can find out in depth about the correlation between association and insecurity in adolescents.
Kontroversi Bohong dalam Keluaran 1:8-22 Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi; Matius I Totok Dwikoryanto; Fatiaro Zega
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 1 (2021): September 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i1.146

Abstract

AbstractMany people today tolerate the truth of the word by considering that lying for the sake of goodness becomes a natural thing. Through the history of Sifra and Pua, the writer wants to describe the purpose of writing this article to provide an understanding in a biblical context using descriptive qualitative methods and literature study approaches, it can be concluded in the study of the light of the Bible, that lying white or lying for good fulfills all the criteria for action which is included in lying or witness to lies. Because white lies are part of lies or witnesses to lies that God consistently forbids in the Bible, white lies should not be done by believers. It cannot be denied that the practice of white lying has become a habit and is considered normal and commonplace in today's society. But this does not mean that believers can simply join society at large to approve and practice white lies. Furthermore, the Church must act proactively in providing Christian ethics education, especially in relation to the topic of white lies or lying for good so that members of the congregation have a clear and stable understanding of this issue AbstrakMasayarakat saat ini banyak yang toleransi terhadap kebenaran firman dengan mengangap bahwa kebohongan demi kebaikan menjadi hal yang wajar. Melalui sejarah Sifra dan Pua penulis ingin menjabarkan tujuan penulisan artikel ini memberikan pemahaman dalam kontek Alkitabiah menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan studi Pustaka, dapat disimpulkan dalam kajian dari terang Alkitab, bahwa bohong putih atau bohong untuk kebaikan memenuhi semua kriteria tindakan yang termasuk dalam kebohongan atau saksi dusta. Karena bohong putih termasuk bagian dari kebohongan atau saksi dusta yang dilarang Allah secara konsisten di dalam Alkitab, maka bohong putih tidak boleh dilakukan oleh orang percaya. Memang tidak dapat disangkal bahwa praktek bohong putih sudah menjadi kebiasaan dan dianggap wajar dan lumrah dalam masyarakat hari ini. Namun ini tidak berarti orang percaya boleh begitu saja menggabungkan diri dengan masyarakat pada umumnya untuk menyetujui dan mempraktekkan bohong putih. Selanjutnya Gereja harus bertindak proaktif menyelenggarakan pendidikan etika Kristen, khususnya yang berhubungan dengan topik bohong putih atau bohong untuk kebaikan sehingga anggota jemaat memiliki pengertian yang jelas dan mantap tentang persoalan ini
Dimensi meta learning dalam transformasi pendidikan kristiani di Indonesia Ana Lestari Uriptiningsih; Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi; Carolina Etnasari Anjaya
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 2: Oktober 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i2.597

Abstract

In the current digital era, life's challenges are increasingly complex, so it needs to be balanced by quality human resources superior to the previous era. In the context of Christian education, this can be realized through transformation efforts to form students who have a strong faith so that they are skilled at dealing with life's problems, can develop themselves into the character of Christ, and have an increasing impact on others and the world. This study aims to describe the importance of transforming Christian education and the gaps in its current implementation. The research method used is descriptive qualitative with a literature study approach to synthesize relevant previous research results. The results of this study indicate that meta-learning is a new "power" that can be developed to close the gap in the transformation of Christian education. Meta-learning is a dimension that goes beyond knowledge, skills, and character, which allows students to practice reflection: learning to adapt learning and behavior towards goals (learning how to learn). Two appropriate approaches were found in its application, namely the action-relational and collaborative approaches.AbstrakDi era digital saat ini tantangan hidup semakin kompleks sehingga perlu diimbangi oleh sumber daya manusia yang berkualitas lebih unggul dari era sebelumnya. Dalam konteks pendidikan Kristiani hal tersebut dapat diwujudkan melalui upaya transformasi untuk membentuk anak didik yang beriman kuat, sehingga terampil mengatasi persoalan hidup, mampu mengembangkan diri, berkarakter Kristus, serta semakin berdam-pak bagi sesama dan dunia. Penelitian ini memiliki tujuan mendeskripsikan tentang pentingnya transformasi pendidikan Kristiani dan kesenjangan dalam pelaksanaanya saat ini. Metode penelitian yang dipergunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi pustaka untuk mendapatkan sintesis dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa meta learning merupakan ??Skekuatan? baru yang dapat dikembangkan agar dapat menutup kesenjangan transfor-masi pendidikan kristiani. Meta learning merupakan dimensi yang melam-paui knowledge, skiil, dan karakter, yang memungkinkan anak didik berlatih refleksi: belajar menyesuaikan pembelajaran dan perilaku searah tujuan (learning how to learn). Ditemukan dua pendekatan yang sesuai dalam pene-rapannya, yaitu aksi-relasi dan kolaborasi.