Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PENGHARMONISASIAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH INISIATIF EKSEKUTIF OLEH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hermi Sari BN; Galang Asmara; Zunnuraeni Zunnuraeni
Jurnal Dinamika Sosial Budaya Vol 22, No 2 (2020): Desember 2020
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jdsb.v22i2.2470

Abstract

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui berbagai tahapan sebagai konsep pembentukan Peraturan Daerah dan menganalisis mekanisme pengharmonisasian terhadap Raperda dilingkungan Pemerintah Daerah oleh Kemenkumham sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, hal ini juga sekaligus untuk mengetahui keefektifan pengharmonisasian Raperda yang dilakukan oleh Kemenkumham dalam upaya mewujudkan Perda yang berkualitas dan keselarasannya dengan kewenangan fasilitasi Raperda oleh Pemda Provinsi atau Kemendagri. teori yang relevan dengan pembahasan di atas adalah teori kewenangan, keberlakukan norma hukum, dan pembentukan hukum serta pengharmonisasian peraturan perundang-undangan. Adapun pendekatan yang digunakan yaitu menggunakan Pendekatan Peraturan Perundang-undangan (statute approach) dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Dengan adanya perbedaan waktu pelaksanaan pengharmonisasian Raperda inisiatif Eksekutif (Kepala Daerah) oleh Kemenkumham tidak menjadikan kewenangan tersebut tumpang tindih atau mereduksi sebagian kewenangan Kemendagri/Pemerintah Daerah Provinsi (Pemprov)  dalam hal pengharmonisasian Raperda melalui mekanisme fasilitasi. Akan tetapi, justru kewenangan Kemenkumham yang diatur dalam UU 15/2019 ini menjadikan proses pengharmonisasian Raperda pada tahap penyusunan tidak efektif dan efisien karena diantaranya membutuhkan  waktu yang lama dan biaya.
Konsep Penguatan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD NRI Tahun 1945 Galang Asmara; Muh. Risnain; Zunnuraeni Zunnuraeni; Sri Karyati
Journal Kompilasi Hukum Vol. 4 No. 2 (2019): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v4i2.28

Abstract

Politik hukum fungsi legislasi DPR RI terdapat dalam konstitusi yang mengalami perubahan yang fundamental pasca amandemen. Fungsi legislasi yang sebelum diamandemen dipegang oleh presiden, setelah perubahan konstitusi kewenangan legislasi dimiliki oleh DPR. Perubahan kewenangan tidak saja dimaksudkan untuk terciptanya proses check and balance dalam proses pembentukan undang-undang, tetapi juga dihajatkan untuk menjawab kebutuhan pembangunan hukum nasional yang berkualitas.Pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI setelah perubahan konstitusi tidak dapat dijalankan secara maksimal karena diindikasikan dengan minimnya produk legislasi dan tidak berkualitasnya undang-undang yang dihasilkan DPR. Capaian legislasi yang tidak tercapai sesuai target legislasi dan banyaknya UU yang diajukan judicial review di MK menjadi tolok ukur pelaksanaa fungsi legislasi DPR RI.Konsep penguatan fungsi legislasi DPR RI dapat dilakukan dengan mereposisi Badan Legislasi DPR RI sebagai Law center , memperkuat Supporting system DPR RI, melakukan pembuatan blue print penguatan pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI. Pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI yang optimal harus didukung oleh kelembagaan pada alat kelengkapan DPR RI yang fungsional dan didukung oleh supporting system yang handal. Oleh karena itu DPR dan Presiden hendaknya mendesain kelembagaan dan supporting system pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI dalam UU MD3.Kebijakan reposisi Badan Legislasi DPR RI sebagai Law center, memperkuat Supporting system DPR RI, melakukan pembuatan blue print penguatan pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI hendaknya dilakukan DPR RI dengan melakukan perubahan terhadap UU MD3.
Pemanfaatan Potensi Badan Usaha Milik Desa Sebagai Daya Ungkit Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa Sarkawi Sarkawi; Abdul Khair; Kafrawi Kafrawi; Zunnuraeni Zunnuraeni; Moh. Saleh
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v5i1.34

Abstract

Tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dimaksudkan untuk mendorong atau menampung seluruh kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat, baik yang berkembang menurut adat Istiadat dan budaya setempat, maupun kegiatan perekonomian yang diserahkan untuk di kelola oleh masyarakat melalui program atau proyek Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah. Sebagai sebuah usaha desa, pembentukan BUMDes benar-benar untuk memaksimalisasi potensi masyarakat desa baik itu potensi ekonomi, sumber daya alam, ataupun sumber daya manusianya. Landasan Hukum Pendirian Badan Usaha Milik Desa dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Permendesa Nomor 4 Tahun 2015 mengenai BUMDes dan Permendagri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Salah satu permasalahan dalam peningkatan pembangunan dan pengembangan Desa Taman Indah adalah terletak pada Optimalisasi Sumber-sumber Pendapatan atau PAD yang dijadikan sebagai penopang dan pendorong dalam pelaksanaan pemerintahan Desa Taman Indah. Oleh sebab itu solusi yang kami tawarkan adalah melakukan penyuluhan hokum mengenai Pemanfaatan Potensi BUMDES sebagai Daya Ungkit APBDES Desa Taman Indah Kecamatan Pringgarata Kabupaten Lombok Tengah. Penyuluhan hukum dilakukan dengan metode : (1) Ceramah; (2) Diskusi; (3) Konsultasi Hukum. Melalui kegiatan diskusi dengan peserta penyuluhan, dapat diidentifikasi berbagai potensi desa yang dapat dikembangkan menjadi BUMDes.
Perlindungan Lingkungan Laut Oleh Pemerintah Desa : (Study Di Desa Senggigi, Lombok Barat) Erlies Septiana Nurbani; Lalu Guna Nugraha; Diva Pitaloka; Zunnuraeni Zunnuraeni
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 6 No. 2 (2021): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v6i2.84

Abstract

Indonesia yang diberkahi zona laut seluas 2/3 dari total seluruh wilayah, berkewajiban dalam menjaga mandatnya sebagai pemilik kedaulatan. Implementasi mandate dimaksudkan dalam rangka memaksimalkan potensi kelautan yang ada. Namun, dalam perkembangannya, hingga saat ini, Pemerintah Indonesia menghadapi berbagai tantangan baik secara nasional, regional maupun internasional dalam pemanfaatan potensi laut. Mengingat masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang berhubungan langsung dengan wilayah laut dan yang akan paling merasakan dampak dari kerusakan dan pencemaran lingkungan laut maka keterlibatan masyarakat pesisir dalam pengelolaan wilayah pesisir untuk perlindungan lingkungan laut menjadi sangat penting. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir telah ditetapkan dalam UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sejumlah aturan dalam UU No 27 No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menempatkan masyarakat sebagai bagian yang penting dalam pengelolaan wilayah pesisir.
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup Studi Putusan (Nomor : 547/PID.SUS/2014/PN.BLS ) Qismanul Hakim; Amiruddin Amiruddin; Zunnuraeni Zunnuraeni
Unizar Law Review (ULR) Vol 4 No 2 (2021): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang pertanggungjawaban sebuah korporasi terhadap tindak pidana yang dilakukannya dan bagaimana penerapan hukum pidana terhadap korporasi dalam putusan Nomor : 547/Pid.Sus/2014/Pn.Bls. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptua dan pendekatan kasus. Berdasarkan hasil penelitian ini, Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana melalui pengurus korporasi dan didalam penerapannya masih belum dimpiementasikan secara maksimal hakim hanya menjatuhkan pidana denda kepada korporasi sebesar Rp 2.000.000.000,- (dua miliyar rupiah) dan pidana tambahan.
Model Kebijakan Hukum Pencegahan dan Pemberantasan Destructive Fishing Di Nusa Tenggara Barat Any Suryani Hamzah; Muh. Risnain; Zunnuraeni Zunnuraeni
Unizar Law Review (ULR) Vol 3 No 2 (2020): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Isu destructive fishing merupakan problem serius yang dihadapi pemerintah provinsi NTB maupun pemerintah pusat. Destructive fishing berdampak pada kerusakan ekologis, ekonomis dan yuridis terhadap ekossistem perikanan. Kebijakan pemerintah provinsi NTB dan pemerintah pusat belum membuahkan hasil maksimal terhadap pencegahan dan pemberantasan destructive fishing di NTB.Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah, pertama, Bagaimanakah problem destructive fishing di NTB ?, kedua, Apakah problem hukum pencegahan dan pemberantasan destructive fishing di ?, ketiga,Bagaimanakah konsep pencegahan dan pemberantasan destructive fishing di NTB ?.Hasil pembahasan menyimpulkan Konsep Pencegahan dan Pemberantasan destructive fishing di NTB dapat dilakukan dengan mengkombinasikan konsep pencegahan dan pemberantasan. Pencegahan dilakukan sebagai upaya pendahuluan untuk menghindari terjadinya destructive fishing sedangkan pemberantasan dilakukan untuk menyelesikan terjadinya destructive fishing. Pencegahan destructive fishing dilakukan dengan cara, membentuk Peraturan daerah tentang Pencegahan dan pemberantasan destructive fishing di NTB, Dukungan Anggaran Opersional Patroli Kepada Penegak Hukum, dan Mencetak nelayan professional dan sadar lingkungan. Pemberantasan destructive fishing dilakukan dengan cara, Optimalisasi Pelaksanaan Tupoksi Forum Koordinasi Untuk Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perikanan, Pembentukan Pengadilan Perikanan di NTB, dan Penerapan Pertanggung jawaban korporasi.Untuk menjalankan konsep Pencegahan dan Pemberantasan destructive fishing di NTB maka hendaknya pemerintah provinsi NTB khususnya DKP mengusulkan rancangan peraturan daerah tentang pencegahan dan pemberantasan destructive fishing di NTB sebagai landasan hokum kebijakan tersebut. Disamping itu hendaknya DKP provinsi NTB melaksanakan rencana strategis dan rencana kerja yang telah ditetapkan dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan destructive fishing di NTB.
Paradigma Baru Pendaftaran Tanah dalam Kerangka Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Muh. Risnain; Zunnuraeni Zunnuraeni; Amiruddin Amiruddin
Unizar Law Review (ULR) Vol 5 No 1 (2022): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53726/ulr.v5i1.568

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji paradigma baru pendaftaran tanah dalam kerangka undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa paradigma baru pendaftaran tanah dalam UU Cipta kerja maupun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah tentang pendaftaran tanah yang baru yaitu, pertama, Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Secara Elektronik, kedua, percepatan pendaftaran tanah, ketiga, Penertiban Administrasi Pendaftaran Tanah dan keempat,penegasan status hak tanah lama yaitu hak-hak tanah lama yang diperoleh sebelum lahirnya UUPA yaitu tanah bekas hak barat, hak adat, dan tanah swapraja.
Pelestarian Lingkungan Laut Melalui Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Oleh Pemerintah Desa/Kelurahan Zunnuraeni Zunnuraeni
Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR) Vol 1 (2018): Prosiding PKM-CSR Konferensi Nasional Pengabdian kepada Masyarakat dan Corporate Socia
Publisher : Asosiasi Sinergi Pengabdi dan Pemberdaya Indonesia (ASPPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.631 KB)

Abstract

Coast And small islands have a different kind of natural resources, that have important role for the social, economic, and environment development and also for national sovereignty optimally. For management of coast may getting optimally it must undertake by involved society. Coast Management Based on Society need responsibility and capability of society therefore they can involved actively.
Hak-Hak Atas Lingkungan Dalam Hukum Nasional Indonesia Zunnuraeni Zunnuraeni; Zaenal Asikin; Kurniawan Kurniawan
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 3 No. 2 (2022): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hak atas lingkungan berkaitan erat dengan upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan. Hak asasi manusia dapat mendorong perlindungan terhadap lingkungan dan perkembangan hukum lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aturan hokum nasional Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan hak-hak atas lingkungan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian Hukum nasional Indonesia telah mengatur mengenai jaminan atas hak-hak lingkungan. Jaminan tersebut di dasarkan pertama pada UUD tahun 1945. Hak-hak atas lingkungan tersebut meliputi hak lingkungan materil dan hak lingkungan procedural. Hak lingkungan materil menegaskan adanya hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Adapun hak procedural meliputi Ha katas Informasi lingkungan, partisipasi public pada pembuatan putusan-putusan kebijakan lingkungan serta ha katas akses lingkungan. Hak demikian ditegaskan dalam UUPLH, dan tersebar pada berbagai instrument perlindungan dan pengelolaan lingkungan, yaitu dalam pembuatan KLHS dan AMDAL.
Tinjauan Kritis Pasal 27 & Pasal 28 UU ITE Terhadap Kebebasan Pers Suparman Suparman; Galang Asmara; Zunnuraeni Zunnuraeni
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v4i1.82

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi serta menganalisis mengenai aktualisasi dan implementasi UU No. 11 Tahun 2008 beserta perubahannya UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE lebih khsususnya pada rumusan Pasal 27 dan 28 UU ITE, yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis yaitu menggambarkan secara analitis peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori-teori hukum yang relevan dikaitkan dengan permasalahan penelitian. Adapun pendekatan yang digunakan yaitu menggunakan Pendekatan Peraturan Perundang-undangan (Statute Approach), Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach). Kemudian analisis bahan hukum menggunakan metode analisis yuridis kualitatif. Adapun hasil dan kesimpulan dari penelitian ini yakni pengaturan Pasal 28 ayat (2) UU ITE tidak sesuai dengan tujuan awal perumusan tindak pidana tentang propaganda kebencian, akan tetapi pasal ini justru menyasar kelompok dan individu bahkan pers yang mengkritik institusi dengan ekspresi yang sah. Sedangkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE justeru memperburuk kondisi dan mempermudah wartawan untuk dijerat, malah digunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat, terlebih dalam Pasal 27 ayat (3) dan 28 ayat (2) UU ITE tidak menyebutkan secara tegas, pasti dan limitatif tentang perbuatan apa yang diklasifikasikan sebagai penghinaan, pencemaran nama baik serta ujaran kebencian dan permusuhan