Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Perbandingan Efektivitas Krim Metronidazol 1% dan Krim Ketokonazol 2% pada Dermatitis Seboroik di Wajah Mimie Malisa; Soenarto Soenarto; Athuf Thaha; R.M. Suryadi Tjekyan
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perjalanan penyakit dermatitis seboroik (DS) yang rekuren memerlukan pengobatan periodik dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien, terutama jika mengenai area wajah. Tujuan utama pengobatan DS adalah mengontrol gejala, sehingga cenderung fokus pada anti-inflamasi. Ketokonazol merupakan pengobatan standar untuk DS, namun memiliki efek anti-inflamasi ringan. Efektivitas dan keamanan serta efek anti-inflamasi metronidazol topikal terbukti pada pasien rosasea dipertimbangkan menjadi alternatif pengobatan pada DS. Tujuan penelitian: Untuk membandingkan efektivitas krim metronidazol 1% dan krim ketokonazol 2% pada DS di wajah menggunakan skor Seborrhea Area and Severity Index-Face (SASI-F). Metoda: Penelitian eksperimental paralel, acak, buta ganda, subjek dibagi secara acak menjadi dua kelompok pengobatan: tiap kelompok terdiri dari 32 subjek yang menerima krim metronidazol 1% dan krim ketokonazol 2% untuk pemakaian selama 4 pekan. Anamnesis: penilaian skor SASI-F pre-eksperimental; pengukuran kadar sebum untuk menentukan tipe kulit; dan evaluasi skor SASI-F dinilai setelah 4 pekan.  Hasil penelitian didapatkan: Skor SASI-F post-eksperimental pada kedua kelompok pengobatan menurun secara signifikan (p=0,000). Rerata skor SASI-F post-eksperimental pada kelompok metronidazol adalah 1.375±1.257 and kelompok ketokonazol adalah 1.188±1.014 (p=0.514). Derajat perbaikan klinis pada kedua kelompok hampir sama, (p=0,811). Angka kesembuhan kelompok metronidazol adalah 75% (24/32) dan kelompok ketokonazol 81,25% (26/32), (p=0,763). Kesimpulan: Krim metronidazol 1% dan krim ketokonazol 2% sama efektifnya terhadap penurunan skor SASI-F pada DS di wajah.
Perbandingan Efektifitas Krim Urea 10% dan Krim Niasinamid 4% pada Xerosis Usia Lanjut R.M. Suryadi Tjekyan
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Xerosis usia lanjut merupakan salah satu karakteristik penuaan kulit dan menjadi dermatosis yang sering ditemukan pada pasien usia lanjut. Terdapat perubahan fisiologik terkait usia berupa penurunan natural moisturizing factor (NMF) dan lipid stratum korneum. Krim urea sering digunakan untuk pengobatan xerosis daripada krim niasinamid. Pada studi terdahulu, krim niasinamid dilaporkan dapat memperbaiki fungsi sawar kulit. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan efektivitas krim urea 10% dan krim niasinamid 4% pada xerosis usia lanjut berdasarkan overall dry skin score (ODS) dan nilai hidrasi kulit. Pada studi tersamar ganda ini, subjek secara random dibagi menjadi dua kelompok pengobatan: 33 subjek menerima pengobatan krim urea 10% dan 33 lainnya menerima krim niasinamid 4% selama empat pekan pengobatan. Anamnesis;penilaian (ODS) dan pengukuran hidrasi kulit dilakukan pada semua subjek pada tungkai bawah bagian anterior pada saat baseline, pekan ke-2 dan pekan ke-4 setelah pengobatan. Overall dry skin score (ODS) pekan ke-2 dan ke-4 masing-masing kelompok, menurun secara signifikan daripada saat baseline (p=0,000) namun perbandingan antara dua kelompok tersebut didapatkan tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). Nilai hidrasi kulit pada pekan ke-2 dan ke-4 untuk tiap kelompok didapatkan meningkat secara bermakna daripada saat baseline (p=0,000) namun perbandingan antara dua kelompok tersebut tidak didapatkan perbedaan bermakna (p>0,05).Angka kesembuhan untuk kelompok niasinamid lebih tinggi daripada kelompok urea namun hal ini tidak didapatkan perbedaan secara bermakna (p>0,05). Efektivitas dibagi menjadi kurang, sedang dan baik. Kelompok urea lebih banyak mempunyai efektivitas kurang daripada niasinamid. Sebaliknya, kelompok niasinamid mempunyai efektivitas sedang dan baik lebih banyak daripada kelompok urea. Tidak terdapat perbedaan efektivitas bermakna antara kedua kelompok tersebut. Kesimpulan penelitian ini adalah krim niasinamid sama efektif dengan krim urea dan dapat dignakan untuk mengobati xerosis usia lanjut.
Pengaruh Suplementasi Vitamin A Terhadap Lama Diare pada Anak Usia 14-51 Bulan yang Berobat di Puskesmas Sukarami Palembang Miko Septa S.K; Hasri Salwan2; R.M. Suryadi Tjekyan
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang berperan dalam tubuh. Pada penderita diare dengan kekurangan vitamin A dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus sehingga adanya gangguan absorbsi yang dapat menyebabkan tekanan dalam lumen usus meningkat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh suplementasi vitamin A terhadap lama diare pada anak di Puskesmas Sukarami  Palembang. Jenis penelitian ini adalah penelitian potong lintang analitik dilakukan dengan concecutive sampling yang menggunakan data primer dari kuesioner pada bulan Nopember-Desember 2013 yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis data dilakukan dengan uji t dengan program SPSS 19.0.Didapatkan 60 sampel dengan 43 anak (71,7%) yang diberi suplementasi vitamin A dan 17 anak (28,3%) yang tidak diberi vitamin A. rerata lama diare pada balita yang diberi suplementasi vitamin A sebesar 5,06±1,66 hari. Rerata lama diare pada balita yang diberi suplementasi vitamin A sebesar 4,32±1,26 hari lebih cepat sembuh dibandingkan dengan balita yang tidak diberi vitamin A sebesar 6,94±0,89 hari (P=0,000).Diare pada balita yang mendapat suplementasi vitamin A lebih cepat sembuh dibandingkan balita yang tidak mendapat suplementasi vitamin A.
Status Gizi Anak Kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Sungaililin Vita Seprianty; R.M. Suryadi Tjekyan; M. Athuf Thaha
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banyak masalah kesehatan yang terjadi pada anak sekolah dasar, tapi yang paling sering terjadi adalah masalah keseimbangan gizi.  masalah gizi dapat ditunjang oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, pendidikan orangtua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga. penilaian status gizi secara antropometri dilakukan untuk mengetahui keadaan gizi anak, sehingga masalah gizi dapat ditatalaksana sesegera mungkin. Penelitian ini menggunakan rancangan survei deskriptif dengan studi cross sectional. Dari 151 siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Sungaililin, diambil 122 siswa sebagai sampel. Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus 2013 sampai Januari 2014. Data dari orang tua siswa dikumpulkan melalui kuesioner, sedangkan data status gizi mahasiswa dikumpulkan melalui penilaian antropometri yang sesuai dengan standar WHO 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 122 siswa, 94 siswa (77,0%) memiliki status normal gizi, 9 siswa (7,4%) gizi buruk, 9 siswa (7,4%) di gizi kurang, 8 siswa (6,6%) gizi lebih, dan hanya 2 siswa (1,6%) obesitas. Gizi buruk, gizi kurang, kelebihan gizi, dan obesitas masih ditemukan pada siswa sekolah dasar kelas III.
Pola Kuman dan Resistensi Antibiotik di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RS. Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2013 Sari Sari; Yulia Iriani; R.M. Suryadi Tjekyan
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mayoritas pasien Pediatric Intensive Care Unit (PICU) mendapatkan terapi antibiotik secara empirik. Pemilihan terapi empirik membutuhkan data pola kuman dan resistensi antibiotik sebagai data klinis untuk menentukan terapi antibiotik yang tepat pada pasien PICU.Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola kuman dan resistensi antibiotik dari hasil kultur darah, urin dan sekret bronkus pasien Pediatric Intensive Care Unit Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode Januari-Juni 2013. Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan 219 pasien di PICU dari Januari-Juni 2013. Data diperoleh dari rekam medis dan register Laboratorium Mikrobiologi Klinis RSMH Palembang. Dari 219 spesimen kultur darah, urin dan sekret ETT  didapatkan kultur darah (14%), kultur urin (70.1%) dan kultur sekret ETT (94.3%) yang positif. Mikroorganisme terbanyak dari spesimen kultur darah adalah Staphylococcus aureus (3.7%), Enterococcus aeroginosa (2.8%) dan Acinetobacter calcoaciticus (1.9%), kultur urin (29.9%) adalah Klebsiella Pneumonia (9.1%), Escherichia coli (7.8%) dan Enterococcus faecalis (3.9%) dan kultur sekret ETT (94.3%) adalah Acinetobacter calcoaciticus (34.3%). Dari 26 antibiotik yang telah diujikan terhadap semua bakteri gram positif dan gram negatif masih sensitif terhadap amikasin (100%). Bakteri gram negatif sensitif terhadap gentamisin (100%).  Pseudomonas spp dan Enterobacterspp sensitif terhadap kloramfenikol (100%). Bakteri gram positif sensitif terhadap vankomisin (100%). Bakteri gram negatif sensitif terhadap fosfomisin dan meropenem. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua antibiotik yang digunakan di PICU dapat dijadikan sebagai terapi empirik karena adanya perbedaan  sensitivitas terhadap bakteri yang diujikan.
Hubungan Kepadatan Spesies Malassezia dan Keparahan Klinis Dermatitis Seboroik di Kepala Roza Olina; Soenarto Soenarto; Athuf Thaha; R.M. Suryadi Tjekyan
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dermatitits seboroik (DS) merupakan dermatosis papuloskuamosa kronik mengenai wajah, badan bagian atas dan lipatan kulit. Etiologi DS belum diketahui pasti, tetapi beberapa faktor berperan dalam etiologi DS yaitu aktivitas kelenjar sebaseus, peran mikrobial dan kerentanan individu. Peranan spesies Malassezia sebagai faktor etiologi DS masih kontroversi. Beberapa penelitian klinis menunjukkan peningkatan kepadatan Malassezia memiliki peran penting pada patogenesis DS. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kepadatan spesies Malassezia dengan keparahan klinis DS. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik laboratorik dengan rancangan potong lintang. Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2014 sampai Januari 2015 di Poliklinik IKKK Divisi Dermatologi Non Infeksi (DNI) RSUP MH Palembang. Seluruh pasien DS yang memenuhi kriteria penerimaan dimasukkan menjadi sampel penelitian sejumlah 92 orang secara consecutive sampling. Seluruh Pasien diberi penjelasan mengenai penelitian, tujuan, prosedur dan manfaat penelitian serta menandatangani lembar informed consent. Pasien dilakukan pemeriksaan fisik dan penilaian keparahan klinis menggunakan Seborrhea Area and Severity Index (SASI) serta pemeriksaan laboratorium biakan CHROMagar. Hasil penelitian didapatkan delapan satu dari 92 pasien didapatkan biakan positif spesies Malassezia terdiri pria 43 orang (46.7%) dan wanita 49 orang (53.3%). Terdapat hubungan bermakna antara kepadatan spesies Malassezia terhadap keparahan klinis DS. Pada analisis regresi ganda menunjukkan tipe kulit berminyak dan kepadatan spesies Malassezia merupakan faktor risiko yang mempengaruhi keparahan klinis DS (p= 0.000). Spesies Malasesezia paling banyak ditemukan M. globosa (44.6%) dikuti dengan M. obtusa (7.6%), M.sloofiae (5.4%), M. dermatis (3.3%), M. furfur (2.2%), M. pachydermatis (1.1%), M. japonica 1 (1.1%). Kesimpulan penelitian ini adalah kepadatan spesies Malassezia merupakan faktor risiko yang mempengaruhi keparahan klinis DS.
Angka Kejadian Dan Faktor Risiko Hipertensi Di Kota Palembang Tahun 2013 R.M. Suryadi Tjekyan
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 46, No 1 (2014): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v46i1.2668

Abstract

Tingginya prevalensi hipertensi telah lama diketahui merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi oleh negara-negara di dunia karena hipertensi merupakan the silent killer sehingga pengobatannya seringkali terlambat. Terdapat berbagai faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya gejala hipertensi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui distribusi dan hubungan antara sosiodemografik, faktor fisik, dan kebiasaan merokok, serta prevalensi hipertensi penduduk kota Palembang dengan umur lebih dari 15 tahun. Penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini dilakukan pada 16 kecamatan di Kota Palembang. Pengambilan data penelitian dilakukan bulan Maret 2013. Populasi penelitian terjangkau adalah seluruh penduduk Palembang pada 16 kecamatan (Alang-Alang Lebar, Bukit Kecil, Gandus, Ilir Barat 1,Ilir Barat 2, Ilir Timur 1, Ilir Timur 2, Kalidoni, Kemuning, Kertapati, Plaju, Sako, Seberang Ulu 1, Seberang Ulu 2, Sematang Borang, Sukarami). Sampel diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sebesar 1.210. Pengambilan sampel dilakukan secara multistage random sampling. Hasil penelitian menyatakan bahwa sebanyak 14,4 % terdiagnosa hipertensi yang berumur diatas 15 tahun. Berdasarkan uji Chi-Square, sosiodemografi yang memiliki hubungan signifikan dengan hipertensi diantaranya jenis kelamin (p<0.018), umur (p<0.001), daerah asal (p<0.05). Berdasarkan uji ressureChi-Square, keadaan fisik yang memiliki hubungan signifikan dengan hipertensi di antaranyaIMT (p<0.000), genetik hipertensi (p<0.001), keluarga dengan hipertensi (p<0.001), kebiasaan olahraga (p<0.005), penyakit penyerta (p<0.001). Berdasarkan uji Chi-Square, faktor risiko yang memiliki hubungan signifikan dengan hipertensi di antaranyakebiasaan merokok (p<0.05), jumlah rokok per hari (p<0.047), jenis rokok (p<0.019), lama merokok (p<0.05), dan merek rokok (p<0.000). Berdasarkan penelitian ini, faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap hipertensi adalah jenis kelamin, umur, IMT dan penyakit penyerta
Nilai Diagnostik Skin Surface Biopsy pada Skabies di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Ferdinand Ferdinand; Athuf Thaha; Rusmawardiana Rusmawardiana; R.M. Suryadi Tjekyan
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 46, No 3 (2014): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v46i3.2704

Abstract

Pemeriksaan kerokan kulit memiliki sensitifitas bervariasi tergantung lokasi dan cara pengambilan sampel. Skin surface biopsy merupakan metoda pengambilan sampel kulit non invasif menggunakan lem cyanoacrylat, yang dapat digunakan untuk mendiagnosa skabies Namun nilai diagnostik SSB pada kudis tidak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai diagnostik Skin surface biopsy pada skabies di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang. Penelitian observasional analitik laboratorik dalam bentuk uji diagnostik dengan rancangan potong lintang ini dilakukan dari bulan April sampai Mei 2013. Sebanyak 107 pasien pasien presumtif skabies  di Poliklinik IKKK Divisi Dermatologi Infeksi RSUP Dr. Mohammad. Hoesin Palembang yang memenuhi kriteria penerimaan diikutsertakan sebagai subjek penelitian secara consecutive sampling. Semua subjek dievaluasi oleh dermatovenereologist sebagai "gold standard", Skin surface biopsy dan skin scrapings. Sensitifitas (Sn) dan spesifisitas (Sp) SSB adalah 80% dan 58% (area under curve 0,692; positive predictive value 93,8%; negative predictive value 27%; positive likelihood ratio 1,92; negative likelihood ratio 0,34 dan akurasi 77,5%). Sensitifitas (Sn) dan spesifisitas (Sp) KK adalah 43,2% dan 75% (area under curve 0,591; positive predictive value 93%; negative predictive value 14,3%; positive likelihood ratio 1,73; negative likelihood ratio 0,76 dan akurasi 46,7%). Skin surface biopsy merupakan pemeriksaan yang sensitif dan akurat, namun kurang spesifik dibandingkan dengan skin scrapings pada skabies.
Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012 Sundari Hervinda; Novadian Novadian; R.M. Suryadi Tjekyan
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 46, No 4 (2014): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v46i4.2719

Abstract

Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan dunia karena prevalensinya terus meningkat, tidak hanya menyebabkan gagal ginjal tetapi juga menyebabkan komplikasi kardiovaskular dan kematian, serta sebagian besar baru terdiagnosis pada derajat akhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko PGK di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Data diambil dengan cara mencatat rekam medik pasien, meliputi umur, jenis kelamin,  riwayat hipertensi, diabetes melitus, infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, lupus eritematosus sistemik, kadar ureum dan kreatinin serum. Laju filtrasi glomerulus dihitung menggunakan formula Modification of Diet in Renal Disease. Selanjutnya data dianalisis menggunakan uji Chi-square dan regresi logistik. Didapatkan Prevalensi PGK di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang sebesar  61% dengan  8,7% derajat 3a; 4,7% derajat 3b; 6,3% derajat 4; dan 41,3% derajat 5. PGK banyak pada perempuan (53%) dibanding laki-laki (47%)  dan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Terdapat hubungan yang signifikan antara PGK dengan riwayat hipertensi (p=0,000, OR=3,292, CI95%2,029-5,343), diabetes melitus (p=0,000, OR=3,679, CI95%=1,945-6,958), infeksi saluran kemih (p=0,004, OR=4,678, CI95%=1,589-13,777) dan batu saluran kemih (p=0,011, OR=4,926, CI95%=1,435-16,907).
Hubungan Hasil Pemeriksaan Autologous Serum Skin Test Dengan Keparahan Klinis Dermatitis Atopik Elvina Febrianti; M. Athuf Thaha; Rusmawardiana Rusmawardiana; R.M. Suryadi Tjekyan
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 46, No 1 (2014): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v46i1.2676

Abstract

Autologous Serum Skin Test (ASST) adalah prosedur penapisan in vivo sederhana untuk mendiagnosis urtikaria kronik idiopatik (UKI) melalui injeksi serum autologus intradermal. Pemeriksaan ASST positif membuktikan adanya histamine releasing factor dalam serum. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit kulit kronis kambuhan. European Task Force on Atopik Dermatitis (ETFA) mengembangkan suatu indeks penilaian untuk keparahan DA yang disebut Scoring Index of Atopik Dermatitis (SCORAD). Sebuah studi analitik observasional dengan rancangan cross sectional dilakukan dari awal Januari sampai Maret 2010 di klinik rawat jalan Alergi Imunologi, Kulit dan Kelamin dari Departemen Dr Mohammad Husein Rumah Sakit Umum Palembang. Sebuah enam puluh pasien DA yang memenuhi kriteria inklusi adalah merekrut oleh berturut-turut random sampling. Semua orang melakukan penilaian SCORAD dan pemeriksaan ASST , hasil yang dinilai oleh peneliti dan hasil lainnya adalah examiners.The ASST positif pada DA ringan adalah empat ( 66,7% ) subyek , DA moderat adalah 21 ( 51,2% ) subyek dan DA parah adalah 13 ( 100% ) subyek , p = 0,006. 44,82 nilai SCORAD ditentukan sebagai cut-off untuk menentukan keparahan DA . Nilai SCORAD a> : . 44,82 dianggap sebagai DA parah dan < 44,82 bukan merupakan salah satu yang parah . Kelompok DA parah memiliki hasil ASST positif 26 ( 43,3 % ) dan kelompok DA non parah memiliki hasil ASST positif dari 12 ( 20 % ) subyek . Pada nilai diagnostik cut-off dari SCORAD 44,82 ASST menghasilkan sensitivitas 68,4, spesifisitas 77.3 , rasio kemungkinan positif 3,01 , rasio kemungkinan negatif 0,41 , nilai prediksi positif 83,9 dan nilai prediksi negatif 58,6 . Hasil ini menunjukkan bahwa pada cut-off SCORAD 44,82 proporsi ofsubjects DA parah 68,4% , masih ada 31,6% negatif palsu. Kepositifan hasil ASST terkait dengan DA tujuh puluh klinis dinilai menggunakan SCORAD berdasarkan kriteria negatif palsu substansial ringan-sedang-berat, tapi di cutsoff ditentukan masih ada