Nugroho Nur Susanto
Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : Naditira Widya

NILAI-NILAI KEHIDUPAN MASA LALU: PERSPEKTIF PEMAKNAAN PENINGGALAN ARKEOLOGI Nugroho Nur Susanto
Naditira Widya Vol 5 No 2 (2011): Oktober 2011
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v5i2.73

Abstract

Abstrak. Pencarian jati diri dan nilai-nilai dalam suatu komunitas atau cakupan yang lebih luas sebuah bangsa,sudah seharusnya ditimbulkan dari dalam yaitu, dari kekayaan kebudayaan yang muncul dan dimiliki oleh dan dariBangsa Indonesia sendiri. Kekayaan kebudayaan ini dapat digali dari sejarah dan lingkungan bangsa dengancara menelusuri jejak-jejak perjalanan sejarah yang mencerminkan pengalaman hidup individu secara lintasgenerasi pada kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda. Nilai-nilai luhur yang dikandung dalam sejarah danlingkungan Bangsa Indonesia terekam dalam peninggalan masa lalunya. Bukti-bukti arkeologis menunjukkanbahwa kehidupan masyarakat masa lalu diwarnai oleh nilai-nilai keteladanan. Nilai-nilai luhur yang patut diteladaniyang dapat menjunjung harkat dan martabat kehidupan bangsa antara lain kerja keras, berpandangan jauh kedepan, dan penghormatan kepada nilai-nilai ikatan sosial. Tulisan ini membahas penerapan nilai-nilai hidup masalalu yang luhur dalam masyarakat kontemporer, dalam upaya membangun keselarasan bernegara danmengkukuhkan kehidupan yang beragam yang menjadi kekayaan sosial-budaya milik Bangsa Indonesia sekarang.
PENGARUH ISLAM TERHADAP IDENTITAS TIDUNG MENURUT BUKTI ARKEOLOGI Nugroho Nur Susanto
Naditira Widya Vol 7 No 2 (2013): Oktober 2013
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (899.437 KB) | DOI: 10.24832/nw.v7i2.96

Abstract

Suku Tidung banyak menempati wilayah timur Kalimantan bagian utara. Tidung adalah suku asli Kalimantan atau bagian dariDayak, selain itu, nama Tidung juga menunjuk kepada sebuah kerajaan yang kental dengan nuansa Ke-Islaman. Penelitian inibertujuan mengungkap siapa Tidung, mengapa Tidung memiliki identitas demikian dan bagaimana institusi yang dimilikinya. Darianalisis peninggalan arkeologi dan persebarannya pertanyaan ini dapat terjawab. Melalui analisis bukti makam, dan situs lainnya,memberi gambaran bahwa mereka adalah penduduk asli, karena bermukim di tempat yang strategis dan mendapat pengaruh yangintens dari budaya luar, maka identitas mereka berbeda dengan saudara-saudaranya.
KEHADIRAN BELANDA DAN TATA KOTA BALIKPAPAN Nugroho Nur Susanto
Naditira Widya Vol 5 No 1 (2011): April 2011
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v5i1.99

Abstract

Pada abad ke-19 Masehi, tepian Teluk Balikpapan yang awalnya dipandang tidak penting, menjadidaerah yang fenomenal dan strategis. Kawasan Balikpapan menjadi terkenal sebagai daeraheksplorasi tambang minyak pertama di Kalimantan oleh Belanda, yang akhirnya menjadi sumberdaya perekonomian utama dalam industri pengolahan perminyakan dan gas bumi. Peran industriperminyakan dan pengolahannya menjadikan Balikpapan daerah yang kaya dan sering dipandanglebih penting, bahkan menggeser keberadaan Tenggarong sebagai pusat kesultanan danSamarinda sebagai pusat kota adminitrasi. Tulisan ini membahas alasan pemilihan Balikpapansebagai tambang minyak pertama Belanda di Kalimantan dan perkembangannya menjadi daerahpenting di Nusantara. Dengan demikian, kita dapat mengetahui tingkat kemampuan manusiadalam memanipulasi alam dan menjadikannya sebuah lingkungan yang layak huni.
LAPANGAN TERBANG BELANDA DI MELAK-SENDAWAR SEBAGAI PERTAHANAN UDARA KALIMANTAN TIMUR Nugroho Nur Susanto
Naditira Widya Vol 9 No 2 (2015): OKtober 2015
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (532.468 KB) | DOI: 10.24832/nw.v9i2.123

Abstract

Salah satu lapangan terbang yang menarik untuk diteliti di wilayah Kalimantan Timur adalah lapangan terbangyang dibangun oleh Belanda di Melak-Sendawar. Artikel dengan tujuan untuk mendeskripsi peninggalan arkeologi dilapangan terbang tersebut akan menggunakan metode induktif interpretatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa lapanganterbang dibangun sebagai antisipasi menghadapi invasi Jepang. Hal tersebut terlihat pada keberadaan landasan pacuganda yang dikelilingi oleh sarana dan prasarana pendukung seperti kantor pusat komando, pillbox, gudang peluru,bunker, penjara, penampungan air, gardu listrik, jaringan jalan, bahkan rumah sakit. Fasilitas tersebut menggambarkanadanya strategi untuk mempertahankan Kalimatan Timur yang kaya akan sumber mineral. Disimpulkan bahwa keberadaanbandara Melalan dengan prasarana pendukungnya menunjukkan strategi pertahanan yang terencana dan matang (dapatmenjadi model pertahanan nasional yang kokoh). Bandara yang juga sebagai Pangkalan Samarinda II ini juga pernahberperan dalam persiapan operasi “Ganyang Malaysia” semasa konfrontasi pada tahun 1964.
PENDEKATAN POST KOLONIAL DALAM MELIHAT SEJARAH KOLONIALISME DI KALIMANTAN Nugroho Nur Susanto
Naditira Widya No 16 (2006): Naditira Widya Nomor 16 Oktober 2006
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8338.052 KB) | DOI: 10.24832/nw.v0i16.384

Abstract

History exist since it is presented rather than appeared of its own accord; the position of history is essential since deals with events taken place in the past and in the future. Actually, today one may alter the past by altering the way of thinking and how the past is interpreted. It is sensible not to be satisfied by interpretation; moreover it has been presented based on the 'power' during colonialism in Kalimantan. Such 'power' will interpret an event according its own point of view. The 'post-colonial' approach is a vital tool to signify the past of Kalimantan. This approach stresses on ethnological-direct-interpretation supported by material approach such as by archaeology.