Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

TINDAK TUTUR ILOKUSI DAN STRUKTUR TEKS DALAM TUTURAN RAPAT DPRD PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERIODE 2009-2014 (ILLOCUTIONARY ACTS AND TEXT STRUCTURE IN DPRD SOUTH KALIMANTAN PROVINCIAL MEETING IN 2009-2014 PERIOD) Haswinda Harpriyanti
JURNAL BAHASA, SASTRA DAN PEMBELAJARANNYA Vol 6, No 1 (2016): JURNAL BAHASA, SASTRA DAN PEMBELAJARANNYA (JBSP)
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4725.38 KB) | DOI: 10.20527/jbsp.v6i1.3740

Abstract

Tindak Tutur Ilokusi dan Struktur Teks dalam Tuturan Rapat DPRD Provinsi Kalimantan Selatan Periode 2009-2014. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang (1) wujud tindak tutur ilokusi dari berbagai jenis tindak tutur dalam rapat anggota DPRD71provinsi Kalimantan Selatan periode 2009-2014, dan (2) struktur teks pada rapat anggota DPRD provinsi Kalimantan Selatan periode 2009-2014. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pada teori yang dikembangkan oleh Searle, yaitu tindak tutur ilokusi yang dibagi menjadi lima jenis, tindak tutur representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Pendekatan selanjutnya yang digunakan adalah pendekatan Analisis Wacana Kritis (AWK) yang dikembangkan oleh Teun A. van Dijk, yaitu analisis struktur teks. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa dalam rapat anggota DPRD provinsi Kalimantan Selatan periode 2009-2014 ditemukan jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi. Jenis tindak tutur ilokusi yang ditemukan terdiri atas lima jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur representatif meliputi menyatakan, mengakui, melaporkan, dan menyebutkan. Tindak tutur direktif meliputi mengajak, meminta, menyuruh, memohon, dan memaksa. Tindak tutur komisif meliputi menawarkan, menyatakan kesanggupan, dan berjanji. Tindak tutur ekspresif meliputi mengucapkan terima kasih, mengkritik. Struktur teks terdiri dari tiga bagian utama, yaitu struktur makro, superstruktur dan struktur mikro. Pada struktur makro, secara umum penulis mengangkat topik. Pada superstruktur, penulis menggunakan pola organisasi. Pada struktur mikro, penulis menggunakan strategi penulisan pada tingkat proposisi-proposisi yang lebih kecil, yaitu semantik. Pada elemen semantik, penulis menggunakan strategi penulisan menonjolkan makna kebaikan kelompoknya dan mengaburkan keburukannya. Pada elemen leksikon, penulis memilih kosakata yang positif dalam menggambarkan tindakan atau konsep yang ditawarkan dan memilih kosakata yang negatif dalam menggambarkan keburukan tindakan atau konsep kelompok luar. Pada elemen gaya dan retorika, berbagai gaya bahasa digunakan beberapa gaya yang digunakan, yaitu aliterasi dan anafora.Kata-kata kunci: tindak tutur, ilokusi, struktur, jenis, fungsi
Kesantunan direktif guru bahasa Indonesia dalam proses belajar-mengajar di SMP Anggrek Banjarmasin Haswinda Harpriyanti
Lentera: Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol 11 No 2
Publisher : STKIP PGRI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.341 KB) | DOI: 10.33654/jpl.v11i2.411

Abstract

Kesantunan sangat penting dalam sebuah komunikasi dengan adanya kesantunan berbahasa akan menimbulkan keharmonisan dalam berkomunikasi, terlebih dalam tindak direktif, khususnya dalam proses belajar-mengajar. Kalimat direktif digunakan untuk menyatakan sebuah perintah. Dalam interaksi belajar-mengajar di sekolah tuturan direktif lebih dominan digunakan oleh seorang guru karena di dalam proses belajar-mengajar guru lebih berkuasa dari pada siswanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Analisis data dilakukan dengan cara pengklasifikasian data, penafsiran data, dan pendeskripsian hasil tafsiran. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tindak tutur direktif dalam proses belajar-mengajar terbagi menjadi (a) permintaan (requestives), yang mencakup meminta, mengajak, memohon, mendorong, menekan; (b) pertanyaan (questions), yang mencakup bertanya, menginterogasi; (c) persyaratan (requirements), yang mencakup menuntut, mengarahkan, mengatur, mengintruksikan; (d) larangan (prohibitions), yang mencakup melarang dan membatasi; (e) persilaan (permisives), yang mencakup pemberian izin, membolehkan, mengabulkan, memberi wewenag; (f) nasihat (advisories), yang mencakup menasihati, memperingatkan, menyarankan.
Realisasi Maksim Percakapan dalam Acara Hitam Putih di Trans7 Haswinda Harpriyanti; Helda Safitri Oktani
STILISTIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Vol 1 No 1 (2016): Stilistika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
Publisher : STKIP PGRI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (53.603 KB) | DOI: 10.33654/sti.v1i1.319

Abstract

Dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang realisasi maksim percakapan dalam acara Hitam Putih di Trans7. Masalah penelitian ini berkaitan dengan pelaksanaan, pelanggaran dan faktor penyebab terjadinya pelanggaran maksim percakapan yang terdapat dalam acara Hitam Putih di Trans7. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Analisis data penelitian diperoleh bahwa tuturan dalam acara Hitam Putih di Trans7 telah menggunakan prinsip umum kerja sama dan maksim percakapan Grice serta mematuhi ke empat maksimnya, yakni: Pelaksanaan maksim kuantitas; pelaksanaan maksim kualitas; pelaksanaan maksim relevansi; pelaksanaan maksim pelaksanaan atau cara. Di samping mematuhi prinsip umum tersebut, tuturan dalam acara Hitam Putih di Trans7 terdapat pelanggaran maksim, yakni: pelanggaran maksim kuantitas; pelanggaran maksim kualitas; pelanggaran maksim relevansi; pelanggaran maksim pelaksanaan atau cara. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam acara Hitam Putih di Trans7 terdapat pelaksanaan dan pelanggaran ke empat maksim percakapan tersebut. Dari analisis pelanggaran maksim percakapan dapat disimpulkan ada beberapa faktor penyebab terjadinya pelanggaran maksim percakapan, yaitu: faktor sosial budaya, faktor humor, faktor keinginan penutur yang ingin meyakinkan dan menginformasikan, serta faktor perluasan atau pengembangan topik pembicaraan dari lawan bicara.
Infleksi dalam Bahasa Banjar Akhmad Humaidi; Kamariah Kamariah; Haswinda Harpriyanti
STILISTIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Vol 2 No 2 (2017): Stilistika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
Publisher : STKIP PGRI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.82 KB) | DOI: 10.33654/sti.v2i2.403

Abstract

Penelitian mengenai infleksi dalam kepustakaan modern telah dilakukan pada berbagai bahasa. Bahasa Banjar sebagai lingua franca di sebagian besar wilayah Kalimantan perlu mendapat perhatian yang sama di bidang ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan infleksi bahasa Banjar dalam lingkup verba, nomina, dan adjektiva. Metode yang digunakan ialah observasi. Sumber data utama penelitian ini berbentuk tulisan yang diambil dari berbagai sumber dokumen berbahasa Banjar. Penelitian ini menemukan dalam bahasa Banjar pada lingkup verba, prefiks infleksi berjumlah 5 buah, yaitu ma-, di-, ba-, ta-, dan sa-, infiks 4 buah, yaitu –ar-, -ur-, -al-, dan –ul-, sufiks 1 buah, yaitu –akan, sedangkan konfiks berjumlah 6 buah, yaitu ma-an, ma-i, ma-akan, ta-an, ta-i, dan ta-akan, serta imbuhan gabung 2 buah, yaitu mai-i-akan dan ta-i-akan. Pada lingkup nomina, prefiks infleksi berjumlah 2 buah, yaitu pa- dan sa-, sedangkan konfiks berjumlah 3 buah, yaitu sa-an, ka-an, dan pa-an, sedangkan imbuhan gabung 1 buah, yaitu sa-an-nya. Pada lingkup adjektiva, prefiks infleksi berjumlah 3 buah, yaitu ma-, ta-, dan pa-, sufiks 1 buah, yaitu –an, dan konfiks berjumlah 4 buah, yaitu sa-an, pa-an, pa-nya, dan ka-an
Meningkatkan Keterampilan Berbicara Anak dengan Metode Bercerita di Tk Negeri Pembina Banjarmasin Haswinda Harpriyanti; Kamariah Kamariah
STILISTIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Vol 3 No 1 (2018): Stilistika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
Publisher : STKIP PGRI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.758 KB) | DOI: 10.33654/sti.v3i1.506

Abstract

Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang cukup penting. Setiap anak hendaknya memiliki kemampuan berbicara yang baik, hal ini karena dapat menunjang ia dalam bersosialisasi baik di situasi formal maupun nonformal. Untuk mengahasilkan kemampuan berbicara yang baik tentunya tidak terlepas dari kebiasaan berlatih dalam berbicara. Oleh karena itu, penting kiranya seorang anak dilatih keterampilan berbicara sedini mungkin agar kelak ia memiliki kemampuan berbicara yang mempuni. Penggunaan metode bercerita dianggap menarik untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak karena dari hasil observasi di lapangan murid TK Negeri Pembina terdiri dari murid-murid yang aktif dari segi psikomotorik tetapi cenderung malu jika diajak berkomunikasi. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk memilih metode bercerita sebagai peningkatan keterampilan berbicara pada murid di TK Negeri Pembina Banjarmasin, karena dengan bercerita diharapkan anak dapat melupakan rasa malunya dan fokus untuk menyampaikan ceritanya dan ia akan merasa lebih bebas dalam menyampaikan apa yang ada dipikirannya. Penelitian ini berfokus pada meningkatkan kemampuan berbicara murid TK Negeri Pembina Banjarmasin dengan menerapkan metode belajar bercerita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan kemampuan berbicara anak TK dengan metode bercerita. Penelitian ini dilaksanakan dengan manggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas. Sumber data dalam penelitian ini adalah murid TK Pembina Banjarmasin. Teknik pengumpulan data ditempuh dengan menggunakan teknik observasi dan tes. Pada hasil penelitian dapat disimpulkan metode bercerita dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada anak di TK Negeri Pembina Banjarmasin.
Makna Dan Nilai Pendidikan Pamali dalam Masyarakat Banjar di Desa Barikin Kabupaten Hulu Sungai Tengah Haswinda Harpriyanti; Ida Komalasari
STILISTIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Vol 3 No 2 (2018): Stilistika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
Publisher : STKIP PGRI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.238 KB) | DOI: 10.33654/sti.v3i2.962

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang makna dan nilai ungkapan pamali dalam masyarakat Banjar di Desa Barikin Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mendeskripsikan struktur, makna dan nilai karakter yang terkandung dalam ungkapan pamali bahasa Banjar. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Antropologi Budaya agar mudah untuk memahami sebuah kebudayaan dan segala perilaku yang ada di suatu masyarakat, dan mudah memahami simbol-simbol yang terdapat pada teks ungkapan pamali bahasa Banjar. Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analisis. Subjek dan lokasi penelitian dilakukan di Desa Barikin Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil wawancara yang diperoleh dari informan mengenai ungkapan pamali bahasa Banjar. Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara responden/narasumber. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis wacana. Hasil kesimpulan penelitian ini sebagai berikut: (1) Struktur ungkapan pamali, yaitu: a) Ungkapan pamali bahasa Banjar yang berstruktur dua bagian 5 buah analisis, b) Ungkapan pamali bahasa Banjar yang berstruktur tiga bagian 3 buah analisis. (2) makna yang terkandung dalam ungkapan pamali bahasa Banjar, yaitu: a) siapa haja(siapa saja), b) babinian (perempuan), c) kakanakan(anak kecil), d) lalakian (laki-laki) dan e) status tertentu dan profesi tertentu. (3) Ada 9 nilai karakter yang terkandung dalam ungkapan pamali bahasa Banjar yaitu: a) religius, b) jujur, c) disiplin, d) kerja keras, e) cinta tanha air, f) cinta damai, g) peduli lingkungan, h) peduli sosial, i) tanggung jawab
Peran Ratu Zaleha dalam Memperjuangkan Kemerdekaan di Tanah Banjar Kamariah; Haswinda Harpriyanti
STILISTIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Vol 4 No 1 (2019): Stilistika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
Publisher : STKIP PGRI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.285 KB) | DOI: 10.33654/sti.v4i1.969

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran Ratu Zaleha dalam memperjuangkan kemerdekaan.Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif, fokus pada analisis semiotik.Objek Penelitian ini berupa kisah hidup Ratu Zaleha yang di dapat dengan cara mewawancarai narasumber yang merupakan cucu dari Ratu Zaleha, sehingga hasil penelitian ini bisa lebih akurat. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik rekam, catat, wawancara, dan dokumentasi.Teknik analisis data berupa pemecahan dari rumusan masalah dengan menggunakan model semiotik Roland Barthes.Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran Ratu Zaleha dalam memperjuangkan kemerdekaan di Tanah Banjar ada lima yaitu. a) Ratu Zaleha sebagai saksi perjuangan sejak lahir, b) Ratu Zaleha sebagai seorang wanita pejuang yang pemberani, c) Ratu Zaleha sebagai seorang wanita dan istri yang berbakti, d) Ratu Zaleha sebagai seorang Ratu, dan 5) Ratu Zaleha sebagai seorang pemimpin perjuangan