Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : Sentani Nursing Journal

HUBUNGAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI BINA LANJUT USIA SENTANI KABUPATEN JAYAPURA Rahma Yusnita; Mohamad Huri; Arvia Arvia
Sentani Nursing Journal Vol. 2 No. 2 (2019): Agustus
Publisher : Jayapura Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52646/snj.v2i2.33

Abstract

Latar belakang: Proses menua dan bertambahnya usia menjadi lebih tua menyebabkan terjadinya penurunan fisik dan psikologis. Penurunan fisik berdampak pada fungsi kognitif lansia yang berdampak pada meningkatkan tingkat depresi pada lansia. Tujuan penelitian: untuk mengetahui hubungan fungsi kognitif dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Bina Lanjut Usia Sentani Kabupaten Jayapura. Metode penelitian: Jenis penelitian desktriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study yang berlokasi di Panti Bina Lanjut Usia Sentani yang dilaksanakan pada tanggal 17 Mei sampai dengan 12 Juli 2018. sampel dalam penelitian ini adalah lansia sebanyak 49 orang responden. Data diperoleh menggunakan kuesioner MMSE dan kuesioner GDS yang dianalisis menggunakan uji chi square. Hasil penelitian: Secara umum lansia mengalami gangguan fungsi kognitif sebesar 42,9%, kemungkinan kognitif terganggu sebesar 42,9% dan fungsi kognitif normal sebesar 14,3%. Tingkat depresi lansia tertinggi mengalami depresi ringan sebesar 57,1%, depresi sedang sebesar 24,5%, depresi berat sebesar 10,2% dan sedikit yang tidak depresi sebesar 8,2%. Hasil uji statistik antara fungsi kognitif lansia dengan tingkat depresi diperoleh p value = 0,028 < 0,05. Kesimpulan: Ada hubungan antara fungsi kognitif lansia dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Bina Lanjut Usia Sentani Kabupaten Jayapura. Saran: Untuk meningkatkan fungsi kognitif pada lansia, bisa dilakukan dengan banyak membaca serta melakukan kegiatan yang dapat mencegah terjadinya depresi, juga adanya dukungan yang kuat dari perawat, pengelola panti serta keluarga.
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT BENIGNA PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) TERHADAP PENGETAHUAN PASIEN DI RUANG BEDAH PRIA RSUD JAYAPURA Aldrin Onesimus Sarauw; Rifki Nompo; Arvia Arvia
Sentani Nursing Journal Vol. 3 No. 1 (2020): Februari
Publisher : Jayapura Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52646/snj.v3i1.35

Abstract

Pendahuluan: Benigna prostate hyperplasia (BPH) adalah penyakit yang terjadi akibat penekanan pada uretra menembus prostat, sehingga menyulitkan untuk berkemih atau mengurangi kekuatan aliran urin, serta paling sering terjadi pada laki-laki berisia diatas 50 tahun akibat penuaan. Pasien biasanya datang ke rumah sakit setelah keadaan BPH semakin berat atau parah sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan operasi. Hal ini mungkinan disebabkan ketidaktahuan masyarakat terhadap penyakit BPH yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimen One Group Pre Test-Post Test, dengan menggunakan uji analisa Wilcoxon. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2019. Menggunakan 30 orang sampel. Kuesioner yang digunakan berjumlah 23 item pernyataan dan telah dilakukan Uji Validitas didapatkan mean validitas = 0.624, serta Uji Reabilitas 0.935. Hasil: Tingkat pengetahuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang BPH dengan kriteria baik 1 orang (3.3%), cukup 9 orang (30.0%), dan kurang 20 orang (66.7%). Tingkat pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang BPH dengan kriteria baik 9 orang (30.0%), cukup 20 orang (66.7%), dan kurang 1 orang (3.3%). Hasil uji pengaruh menggunakan Wilcoxon  (Asymp. Sig. (2-tailed) = 0.000 < 0.05. Kesimpulan: Peneliti menyimpulkan ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang benigna prostate hyperplasia (BPH) terhadap pengetahuan pasien di Ruang Bedah Pria RSUD Jayapura. Hal ini terlihat dari peningkatan yang signifikan pada tingkat pengetahuan sebelum dan setelah pendidikan kesehatan dilakukan dan diharapkan agar klien dapat meningkatkan kemampuannya dalam mencari informasi.Kata Kunci: Benigna Prostate Hyperplasia, Pendidikan Kesehatan, Pengetahuan
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG INFEKSI SALURAN NAPAS AKUT (ISPA) TERHADAP PENGETAHUAN KELUARGA DI RUANG IGD RSUD JAYAPURA Juliana Hursepuny; Rifki Nompo; Arvia Arvia
Sentani Nursing Journal Vol. 3 No. 1 (2020): Februari
Publisher : Jayapura Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52646/snj.v3i1.37

Abstract

Latar Belakang: Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA) merupakan penyakit pada saluran pernapasan bagian atas dan bawah, terjadi pada saluran pernapasan dimulai dari hidung, telinga tengah, faring (tenggorokan), kotak suara (laring), bronchi, bronkhioli dan paru. Jenis penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas yaitu batuk, pilek, sakit telinga (otitis media) dan radang tenggorokan (faringitis), sedangkan jenis penyakit yang termasuk infeksi saluran pernapasan bagian bawah yaitu bronchitis, bronkhiolitis dan pneumonia. ISPA berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit, episode penyakit batuk dan pilek terjadi 3-6 kali pertahun terutama balita dan anak-anak. Metode Penelitian: Menggunakan Quasi Eksperimen One Group Pre Test-Post Test tanpa kelompok kontrol. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus – Oktober 2019. Peneliti menggunakan minimal sampling 30 responden. Menggunakan Wilcoxon Test untuk melihat pengaruh pendidikan kesehatan sebelum dan setelah terhadap pengetahuan keluarga tentang ISPA. Hasil: Diketahui tingkat pengetahuan keluarga sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang ISPA dengan kriteria baik 15 orang (50.0%), cukup 6 orang (20.0%), dan kurang 9 orang (30.0%). Tingkat pengetahuan keluarga setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang ISPA dengan kriteria baik 30 orang (100.0%). Hasil uji Wilcoxon  (Asymp. Sig. 2-tailed) = 0.000 < 0.05. Kesimpulan & Saran: Hasil penelitian diketahui ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang infeksi saluran napas akut (ISPA) terhadap pengetahuan keluarga di Ruang IGD RSUD Jayapura. Diharapkan perawat dapat lebih mengembangkan diri sebagai educator dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan rasa percaya dan keilmuan sebagai perawat dalam menyebarkan informasi dan memberikan sosialisasi khususnya tentang ISPA.Kata Kunci: Pendidikan Kesehatan, Pengetahuan Keluarga, ISPA
GAMBARAN KONSEP DIRI REMAJA DI KELAS XI IPA 1 SMA NEGERI 1 SENTANI KABUPATEN JAYAPURA Jusmadini Baaka; Rifki Sakinah Nompo; Arvia Arvia
Sentani Nursing Journal Vol. 1 No. 2 (2018): Agustus
Publisher : Jayapura Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52646/snj.v1i2.72

Abstract

Latar Belakang: Konsep diri individu tidaklah bawaan dari lahir tetapi timbul akibat adanya pengalaman, persepsi dan hasil belajar yang dialami oleh setiap individu. Konsep diri seseorang terbentuk dari proses belajar. Konsep diri pada remaja merupakan keadaan dimana remaja mampu menilai dirinya secara fisik, psikis, sosial, emosional, aspirasi, dan prestasi. Keperawatan jiwa konsep diri terdiri dari lima komponen; citra tubuh/ gambaran diri, harga diri, indentitas diri, peran, dan ideal diri. Remaja yang memiliki konsep diri positif cenderung menampilkan tingkah laku sosial yang positif, sedangkan remaja yang konsep diri kurang memandang dirinya negatif sehingga akan timbulnya konsep diri negatif. Dalam mengembangkan potensi diri, individu perlu memahami dirinya sendiri, dan mengetahui kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya serta cara memahami dan mengetahui diri sendiri. Tujuan: Untuk mengetahui konsep diri remaja di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Sentani Kabupaten Jayapura. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan persentase, dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2021. Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 33 siswa/I, dengan kuesioner konsep diri yang terdiri dari 43 pernyataan positif dan negatif. Hasil: Konsep diri remaja dengan kriteria positif 31 orang (93.9%) dan konsep diri dengan kriteria negatif 2 orang (6.1%). Kesimpulan: Konsep diri bukanlah aspek yang dibawa sejak lahir, tetapi merupakan aspek yang dibentuk melalui interaksi individu dalam berbagai lingkungan, baik itu lingkungan keluarga maupun lingkungan lain yang lebih luas. Pada dasarnya konsep diri seseorang terbentuk dari lingkungan pertama yang paling dekat dengan individu, yaitu lingkungan keluarga, tetapi lama-kelamaan konsep diri individu akan berkembang melalui hubungan dengan lingkungan yang lebih luas, seperti teman sebaya. Kata Kunci: Konsep Diri, Remaja, SMA
PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG IMS (INFEKSI MENULAR SEKSUAL) TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI SMA YPK DIASPORA KOTARAJA JAYAPURA Martha Loho; Rifki Sakinah Nompo; Arvia Arvia
Sentani Nursing Journal Vol. 4 No. 1 (2021): Februari
Publisher : Jayapura Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52646/snj.v4i1.80

Abstract

Latar Belakang: Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit infeksi yang penularannya terutama melalui hubungan seksual, sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit menular seksual yang menyerang organ seksual itu meliputi klamidia, gonore, trikomoniasis, dan sifilis. Tujuan Penelitian: Mengetahui pengaruh promosi kesehatan tentang IMS (Infeksi Menular Seksual) terhadap pengetahuan Remaja di SMA YPK Diaspora Kotaraja Jayapura. Metode Penelitian: Jenis penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimen One Group Pre Test-Post Test, dengan menggunakan uji analisa Wilcoxon. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2020. Menggunakan total sampling 45 responden sebagai sampel. Kuesioner yang digunakan berjumlah 20 item peryataan. Hasil: Pengaruh promosi kesehatan terhadap pengetahuan remaja terhadap Infeksi Menular Seksual, sebelum dilakukannya promosi kesehatan mengenai IMS, sebanyak 2 responden (4.4%) memiliki pengetahuan baik, 14 responden (31.3%) memiliki pengetahuan cukup, dan 29 responden (64.4%) memiliki pengetahuan kurang dan setelah dilakukannya promosi kesehatan mengenai IMS, sebanyak 17 responden (37.8%) memiliki pengetahuan baik, 20 responden (44.4%) memiliki pengetahuan cukup, dan 8 responden (17,8%) memiliki pengetahuan kurang. Hasil pengaruh menggunakan uji Wilcoxon ρ = 0,000 < 0.05. Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara promosi kesehatan terhadap pengetahuan remaja mengenai Infeksi Menular Seksual setelah dilakukannya promosi kesehatan. Kata Kunci: Infeksi Menular Seksual (IMS), Promosi Kesehatan, Pengetahuan remaja, Remaja
PENGARUH PSIKOEDUKASI TENTANG MEKANISME KOPING TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL MAHASISWA AKPER RS MARTHEN INDEY Tristyas Elda Rahmayani; Rifki Sakinah Nompo; Arvia Arvia
Sentani Nursing Journal Vol. 2 No. 2 (2019): Agustus
Publisher : Jayapura Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Kecerdasan emosional adalah kemampuan pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Kecerdasan emosional yang baik akan membuat individu melakukan penyelesaian masalah dan penyesuaian diri terhadap stres dengan cara yang adaptif. Individu yang mempunyai pengendalian diri yang baik, maka akan dapat mengelola emosi yang dirasakan dengan baik. Tujuan Penelitian: Mengidentifikasi kecerdasan emosional mahasiswa sebelum dilakukan psikoedukasi tentang mekanisme koping, mengidentifikasi kecerdasan emosional mahasiswa setelah dilakukan psikoedukasi tentang mekanisme koping, mengetahui pengaruh psikoedukasi tentang mekanisme koping terhadap kecerdasan emosional mahasiswa AKPER RS Marthen Indey. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperiment One Group Pre Test-Post Test Non Control Group, dengan menggunakan uji analisa Wilcoxon. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2021. Menggunakan total sampling sebanyak 64 orang. Hasil: Tingkat kecerdasan emosional sebelum diberikan psikoedukasi tentang mekanisme koping dengan kriteria tinggi 2 orang (3.1%) dan sedang 62 orang (96.9%). Tingkat kecerdasan emosional setelah diberikan psikoedukasi tentang mekanisme koping dengan kriteria tinggi 1 orang (1.6%), sedang 61 orang (95.3%), dan rendah 2 orang (3.1%). Hasil uji pengaruh menggunakan Wilcoxon r (Asymp. Sig. (2-tailed)) = 0.180 > 0.005. Kesimpulan: Peneliti menyimpulkan tidak ada pengaruh psikoedukasi tentang mekanisme koping terhadap kecerdasan emosional Mahasiswa AKPER RS Marthen Indey. Kata Kunci: Kecerdasan Emosional, Mekanisme Koping, Psikoedukasi