Reny Sawitri
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

EKOSISTEM MANGROVE SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM DI KAWASAN KONSERVASI MANGROVE DAN BEKANTAN DI KOTA TARAKAN (Ecosystem Mangrove as an Ecotourism in Conservation Area for Mangrove and Proboscis Monkey at Tarakan City)* Sawitri, Reny; Bismark, M.; Karlina, Endang
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 10, No 3 (2013): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (628.386 KB)

Abstract

Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan (KKMB) di Kota Tarakan Kalimantan Timur dibangun sebagai tempat pendidikan mangrove dan konservasi bekantan. Pengelolaan selanjutnya berkembang menjadi daerah tujuan wisata, sehingga diperlukan kajian kesesuaian ekosistem mangrove dan persepsi pengunjung dalam rangka mendukung program tersebut. Studi ini meliputi analisis vegetasi mangrove, kandungan logam berat di dalam tanah dan tekstur substrat tanah, keberadaan satwaliar dan biota perairan, kondisi pasang surut dan persepsi pengunjung KKMB. Tipe ekosistem mangrove KKMB terdiri dari hutan alam yang didominasi Rhizophora apiculata (INP = 106,94%) dan kawasan perluasan didominasi oleh Sonneratia alba (INP= 113,50%). Analisis substrat tanah menunjukkan indikasi pencemaran logam berat yang tinggi seperti Pb   (20,63-33,41 ppm) sebagai dampak negatif kegiatan transportasi masyarakat. Salah satu jenis biota perairan yang dimanfaatkan masyarakat adalah Telescopium telescopiumyang merupakan jenis yang dilindungi. Ditemukan 25 individu bekantan (Nasalis larvatus) dan 18 jenis burung. Penilaian kesesuaian kawasan KKMB menunjukkan hutan alam (80,26%) dan kawasan perluasan (92,10%) sangat sesuai  dan memenuhi kriteria sebagai obyek wisata alam, ditunjang oleh persepsi pengunjung yang tertarik kepada keindahan alam, satwaliar, dan biotik perairan.
PERILAKU TRENGGILING (Manis javanica Desmarest, 1822) DI PENANGKARAN PURWODADI, DELI SERDANG, SUMATERA UTARA Sawitri, Reny; Bismark, M.; Takandjandji, Mariana
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 9, No 3 (2012): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (695.362 KB)

Abstract

ABSTRAK Populasi trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822) di alam cenderung menurun akibat perburuan ilegal, sehingga perlu diantisipasi dengan penangkaran.  Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan perilaku trenggiling dalam upaya peningkatan keberhasilan penangkaran.  Metode yang digunakan adalah  wawancara dan  pengamatan langsung terhadap  perilaku  trenggiling.    Kandang  yang digunakan berukuran 2 m x 5 m x 2 m.   Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif.   Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku yang dilakukan trenggiling dalam kandang adalah bergerak, tidur, makan, di mana perilaku bergerak yang dilakukan adalah aktivitas berjalan (3,51%), mendatangi pakan (2,72%), memanjat (2,23%), dan berdiri (0,64%).   Posisi perilaku tidur yang paling banyak dilakukan adalah melingkar (5,82%), terlentang (2,45%), dan memanjangkan tubuh (0,82%).   Perilaku   makan yang lebih banyak dilakukan adalah minum (3,44%), makan (2,79%), urinasi (1,53%), dan defekasi (1,4%).
PENGELOLAAN DAN ZONASI DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, JAWA BARAT Bismark, M.; Sawitri, Reny; Eman, Eman
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 4, No 5 (2007): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (921.918 KB)

Abstract

ABSTRAK Pengelolaan daerah penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai ditujukan untuk mendapatkan suatu model yang didasarkan pada penataan lahan dalam bentuk zonasi daerah penyangga. Metode kajian ini adalah  mengamati bentuk pengelolaan lahan yang dibagi ke dalam tiga zona (jalur) yaitu jalur hijau berjarak 0,5-2 km dari kawasan, jalur interaksi berjarak 3-5 km dari kawasan, dan jalur budidaya berjarak lebih dari 5-10 km dari kawasan taman nasional disertai wawancara dan pengisian kuesioner. Penelitian di lapang menunjukkan bahwa setiap jalur zonasi tersebut mempunyai potensi flora, fauna, ekologi, dan jasa lingkungan serta ekonomi yang berbeda. Jalur hijau dan interaksi yang berjarak 0,5-5 km dari kawasan taman nasional ternyata merupakan penyangga kawasan yang sangat potensial sebagai pengembangan kawasan wanatani dan mempunyai nilai konservasi keragaman flora dan fauna serta konservasi lahan yang mendukung perekonomian masyarakat. Pengelolaan daerah penyangga diarahkan pada pengelolaan dan pemanfaatan lahan dengan pola hutan kemasyarakatan, hutan rakyat, budidaya hortikultur, tanaman pangan, kebun buah-buahan, wisata alam, kebun raya maupun wanatani dengan mengembangkan 33 jenis budidaya tanaman kayu, buah-buahan, dan industri.  Peremajaan dan pengayaan  jenis tanaman buah-buahan dan industri perlu dilakukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
HABITAT DAN POPULASI PUNAI (Columbidae) DI MEMPAWAH DAN SUAKA MARGASATWA PELAIHARI Sawitri, Reny; Garsetiasih, R.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 12, No 2 (2015): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kalimantan Barat dan Selatan termasuk wilayah sebaran burung punai di Indonesia. Aktivitas perburuan yang intensif di kedua provinsi dan kerusakan habitat dikhawatirkan semakin mengancam populasi burung punai di alam, untuk itu dilakukan penelitian habitat, jenis, populasi serta perilaku burung suku Columbidae ini. Metode penelitian adalah index preferensi Jacobs dan jenis pohon pakan, penghitungan populasi dengan metode Zippin dan pengamatan perilaku sosial dan perkembangbiakan. Daerah sempadan sungai merupakan habitat paling disukai sebagai tempat makan dan minum, bertengger dan bersarang pada pohon tinggi 3-4 m dan bertajuk rapat. Populasi burung di Mempawah, Kalimantan Barat, sekitar 7.056-7.344 individu tahun 2009 dan di SM Pelaihari, Kalimantan Selatan, sekitar 2.500-2.800 individu tahun 2010. Perilaku yang paling menonjol adalah perilaku sosial diantaranya adalah berkelompok, perkawinan monogamous dan berkomuni - kasi pada saat perkawinan dan mempertahankan teritorinya 
KERAGAMAN GENETIK DAN SITUS POLIMORFIK TRENGGILING (Manis javanica Desmarest, 1822) DI PENANGKARAN (Genetic Diversity and Situs Polymorphic of Javan Pangolin in Captive Breeding)* Sawitri, Reny; Takandjandji, Mariana
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 11, No 1 (2014): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822) merupakan satwa yang terancam keberadaannya akibatperburuan liar dan perdagangan ilegal, sehingga termasuk satwa dilindungi dan terdaftar pada Appendix IICITES. Upaya penangkaran trenggiling telah dilakukan oleh penangkar satwa di Medan, Sumatera Utara,menggunakan indukan dari alam. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang variabilitasgenetik dan hubungan kekerabatan populasi trenggiling di penangkaran tersebut untuk mencegah perkawinansedarah. Metode yang digunakan adalah analisis sekuen D loop mitokondria (mt) DNA melalui sampel darahKonsentrasi DNA dari 11  individu trenggiling berkisar antara 74,75-1013,25 ng/µl, memiliki delapanmacam haplotipe. Keragaman genetik ke-11 trenggiling sangat rendah (0,00337). Uji Tajima (D = -0,75298)dan uji Fu & Li (0,19158) menunjukkan 11 individu dalam populasi tersebut telah terjadi inbreeding danberasal dari lokasi yang berdekatan, tetapi  kedua nilai tersebut tidak signifikan (P>0,10). Berdasarkan pohonfilogeni, perkawinan induk trenggiling dapat diatur sebagai berikut: SIB-05/SIB-10 (♂) dapat dikawinkan dengan SIB-08/SIB09 (♀), SIB 01/SIB-07/SIB-03/SIB-06 (♂) dapat dikawinkan dengan SIB-04 (♀),sedangkan SIB-02 (♀) dapat dikawinkan dengan SIB-11 (♂), sehingga laju inbreeding dapat ditekan dankeragaman genetiknya dapat dipertahankan.
STATUS EKOLOGIS SILVOFISHERY POLA EMPANG PARIT DI BAGIAN PEMANGKUAN HUTAN CIASEM-PAMANUKAN, KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN PURWAKARTA Gunawan, Hendra; Siregar, Chairil Anwar; Sawitri, Reny; Karlina, Endang
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 4, No 4 (2007): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Silvofishery diterapkan untuk meredam laju konversi illegal hutan mangrove menjadi tambak.  Di satu sisi silvofishery diyakini mampu mengkombinasikan antara kepentingan konservasi mangrove dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.  Di sisi lain dengan perubahan struktur, komposisi, dan luas vegetasi mangrove dikhawatirkan mengganggu fungsi ekologisnya.   Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dari perubahan ekologis hutan mangrove yang telah dikonversi menjadi tambak dengan  pola  silvofishery (empang  parit)  dan  tanpa  silvofishery (tambak  biasa).    Analisis  laboratorium dilakukan terhadap contoh substrat, air, plankton, dan benthos dari tiga lokasi penelitian (mangrove, empang parit, dan tambak biasa) untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan biologis.  Pengamatan burung dilakukan dengan metode IPA (Indices Ponctuels d’Abundance).   Hasil penelitian ini menemukan bahwa parameter kualitas air di tiga lokasi contoh (mangrove, empang parit, dan tambak biasa) relatif tidak berbeda mencolok, hanya air perairan mangrove lebih keruh.  Substrat mangrove memiliki kandungan N, P, K yang lebih tinggi daripada empang parit ataupun tambak biasa.    Sebaliknya tambak biasa  mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari mangrove dan 14 kali lebih tinggi daripada empang parit. Pembukaan hutan mangrove menjadi empang parit telah mengubah struktur komunitas phytoplankton dan benthos.  Sementara struktur komunitas zooplankton tidak banyak berubah.  Struktur komunitas ikan liar di ketiga lokasi contoh sangat berbeda yang ditunjukkan oleh rendahnya nilai similarity index.  Pada mangrove di empang parit dijumpai 13 jenis burung dengan nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) 2,038, dan indeks keseragaman (e) 0,7944.
UKURAN MORFOMETRIK BANTENG (Bos javanicus d’Alton, 1823) UNTUK MENDUGA BOBOT BADAN Takandjandji, Mariana; Sawitri, Reny
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 12, No 1 (2015): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 Bobot badan banteng  (Bos javanicus d’Alton, 1823) baik di penangkaran maupun di alam perlu diketahui untuk memantau tingkat konsumsi pakan dan kesehatan.   Pengukuran morfometrik (lingkar dan diameter dada,  panjang  badan,  tinggi  pundak)  banteng  di  Kebun  Binatang  Surabaya  (KBS)  dan  Taman  Safari Indonesia (TSI) II Prigen, Pasuruan bertujuan untuk menduga bobot badan. Penelitian menggunakan banteng di KBS sebanyak sepuluh individu terdiri atas lima jantan dan lima betina sedang di TSI II sebanyak 16 individu, delapan jantan dan delapan betina.  Analisis data menggunakan persamaan regresi linier sederhana, analisis keragaman, analisis korelasi antara bobot badan dengan ukuran morfometrik serta menggunakan rumus pendugaan bobot badan berdasarkan Schoorl, Smith dan Winter.   Hasil analisis menunjukkan, ada korelasi positif yang sangat nyata (P > 0,01) antara bobot badan dengan lingkar dada dan diameter dada jantan dan betina pada banteng KBS dan TSI II
KERAGAMAN GENETIK BANTENG (Bos javanicus d’Alton) DARI BERBAGAI LEMBAGA KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL MERU BETIRI Sawitri, Reny; Zein, M. S. A.; Takandjandji, Mariana; Rianti, Anita
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 11, No 2 (2014): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banteng (Bos javanicus d’Alton)  dikonservasi  serta didomestikasi sebagai sapi bali (Bos taurus Linnaeus) sejak 3.500 SM. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh informasi hasil analisis morfometrik banteng dankeragaman genetik populasi banteng di dalam kawasan konservasi dan lembaga konservasi serta hubungan kekerabatan antara populasi banteng dengan sapi bali melalui jarak genetik antar populasi dan jarak genetikantar individu dengan metode multiple alignment sekuen dari program Clustal X 1.83 serta analisis filogenetik menggunakan metode neighbor-joining. Morfometrik banteng di Kebun Binatang Surabaya dan Kebun Binatang Ragunan telah mengalami perubahan secara fisik dan biologis, hal ini terjadi karena jarak genetik di dalam populasi sebesar 0,000. Di kawasan konservasi, morfometrik banteng paling besar dari Taman Nasional Baluran dilihat dari ukuran telapak kaki dan jarak kaki.  Hasil multiple alignment 657 urutan basa fragmen D-loop DNA mitokondria, terdiri dari enam haplotipe yaitu banteng 3 macam haplotipe dansapi bali 5 macam haplotipe, dengan demikian sapi bali memiliki keragaman genetik lebih tinggi. Jarak genetik antar haplotipe sangat kecil (0,000-0,009), sehingga hubungan kekerabatan antara banteng dan sapibali sangat dekat. Dengan demikian untuk program pemuliaan, sapi bali dapat dilakukan perkawinan silang dengan banteng dari taman nasional.
PENGELOLAAN DAN PERILAKU BURUNG ELANG DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA CIKANANGA, SUKABUMI Sawitri, Reny; Takandjandji, Mariana
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 7, No 3 (2010): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memfasilitasi penyelamatan dan rehabilitasi  satwaliar, pelepasliaran satwaliar ke habitat alamnya, danpendidikan program konservasi satwaliar.  Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi tentang pengelolaan dan perilaku burung elang di PPSC. Metode yang digunakan adalah tabulasi keragaman jenis burung elang dari tahun 2005-2008, rata-rata aktivitas perilaku diam, bergerak dan ingestif. Burung elang  di PPSC berjumlah 65 individu, 14 jenis dan yang telah dilepasliarkan sampai tahun 2005 berjumlah 31 individu. Pengamatan di kandang menunjukkan aktivitas stasioner (diam) yang merupakan bagian perilaku diam sebesar 29,4% yang berlangsung lama dengan frekuensi kecil. Aktivitas ini dilakukan saat suhu lingkungan mulai naik atau tinggi dengan bertengger pada kayu. Perilaku bergerak yang sering dilakukan adalah terbang (18,46%), mendatangi pakan (13,20%), dan berjalan (10,39%). Perilaku makan dibedakan menurut jenis burung dan pakan. Pemberian pakan berupa mangsa hidup membangkitkan sifat liar, memperpendek waktu mendekati makan maupun aktivitas makan. Sanitasi burung elang dan lingkungan dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan, pemberian obat-obatan, dan pembersihan kandang
POPULASI BURUNG MERAK HIJAU (Pavo muticus Linnaeus, 1766) DI EKOSISTEM SAVANA, TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR (Population Phoenix Birds (Pavo muticus Linnaeus, 1766) in Savanna Ecosystem, Baluran National Park, East Java) Takandjandji, Mariana; Sawitri, Reny
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 8, No 1 (2011): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Beberapa jenis satwaliar langka yang ada di Indonesia memiliki nilai ekonomi tinggi yang dapat dimanfaatkan dalam bentuk hidup (sebagai satwa pelihara untuk kepentingan ekowisata) di antaranya adalah burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766). Penelitian ini bertujuan menyediakan data dan informasi ilmiah tentang bio-ekologi burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766), sehingga dapat diacu dalam pengembangan penangkaran. Penelitian dilakukan melalui pengamatan langsung di habitat hutan konservasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa habitat burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) pada dataran rendah berupa ekosistem savana dengan ketinggian bertengger 4-25 m. Pakan burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) berupa bunga, buah, biji rumput-rumputan, dan tumbuhan bawah. Populasi burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di ekosistem savana Bekol dan Bama, Taman Nasional Baluran selama tahun 1988-2007 mengalami penurunan 48%, tetapi sex ratio jantan dan betina sekitar 1:1,6. Pengelolaan habitat pada ekosistem savana perlu dilakukan agar populasi burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Baluran terus meningkat, melalui pemberantasan tanaman invasif Acacia nilotica (L.) yang dapat mengganggu pertumbuhan tumbuhan bawah sebagai sumber pakan burung. Penangkaran burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) perlu dioptimalkan dengan memperhatikan aspek bio-ekologi agar dapat mencapai keberhasilan penangkaran.Â