Peralihan harta bersama dalam perkawinan melalu hibah harus dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak. Hal ini disebabkan menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yaitu mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Permasalahan dalam tesis ini yaitu tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap pembuatan akta hibah atas harta bersama dalam perkawinan yang dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan istri dan keabsahan akta hibah tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penilitian yuridis normatif dengan tipe penilitian deskriptif analitis. Hasil penelitian ini yaitu tanggung jawab PPAT terhadap pembuatan Akta Hibah atas harta bersama dalam perkawinan yang dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan istri adalah tidak benar karena PPAT dianggap tidak berhati-hati dalam menjalankan jabatannya dan PPAT dapat dikenakan sanksi perdata karena akta Hibah yang seharusnya memiliki kekuatan hukum yang sempurna menjadi akta yang hanya memiliki kekuatan hukum dibawah tangan, atau dinyatakan batal dan/atau batal demi hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum. PPAT dalam menjalankan jabatannya dituntut harus selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dan bersikap professional. Kata Kunci: PPAT, Hibah, Harta Bersama.