Mediasi dalam perkara pidana tidak diatur secara khusus dalamKitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, namun dalampraktiknya ada perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkankorban jiwa, dilakukan mediasi antara pelaku dengan keluargakorban dan tidak menggugurkan proses penyidikan. Berdasarkanhal tersebut dalam penelitian ini membahas pengaruh hasil mediasiterhadap putusan hakim. Penelitian ini menggunakan pendekatanundang-undang dan kasus, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan Putusan PengadilanNegeri Magelang yang mendasarkan pada mediasi terhadap perkarakecelakaan lalu lintas. Jenis penelitian ini yaitu yuridis normatif.Hasil penelitian meunjukkan bahwa mediasi dalam perkara pidanabisa dilakukan namun tidak menggugurkan proses penyidikan. Dasaryang menjadikan alasan untuk pelaksanaan mediasi adalah Pasal 18Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian NegaraRepublik Indonesia yang mengatur adanya diskresi dan Surat EdaranKepolisian Negara Republik Indonesia Nomor SE/8/VII/2018 tentangPenerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalamPenyelesaian Perkara Pidana. Mediasi dalam perkara pidanaterdapat 2 (dua) jenis yaitu sebelum adanya pro justitia dan setelahadanya pro justitia. Mediasi sebelum adanya pro justitia mempunyaiakibat hukum perkara bisa selesai tanpa adanya proses hukumapabila korban/keluarga korban sudah mengikhlaskan. Namunsetelah adanya pro justitia, mediasi hanya sebagai bentuk hal-halyang meringankan, dan tidak akan menggugurkan proses hukumselanjut meskipunnya korban/keluarga korban sudahmengikhlaskan. Hasil mediasi tersebut hanya sebatas menjadi bahanpertimbangan hakim dalam memutus perkara dan bukan sebagaidasar alasan untuk menghentikan perkara.