Pengaturan tindak pidana suap di Indonesia ada dua undang-undang yang mengaturnya, yakni Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang 20 Tahun 2001 untuk tindak pidana di sektor publik dan Undang-Undang No.11 tahun 1980 untuk tindak pidana disektor swasta. Dalam penanganan tindak pidana suap di sektor publik dilakukan oleh KPK, namun didalam undang-undang tersebut terjadi ketidakpastian hukum. Oleh karena itu peneliti mengangkat masalah penanganan tentang tindak pidana suap sebagai tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK dan apakah ketentuan suap sebagai salah satu tindak pidana korupsi sudah sejalan dengan UNCAC. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian normatif, sifat penelitian deskriptif, data yang digunakan data sekunder dan analisis data dilakukan secara kualitatif. Didalam pembahasan penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa Tindak pidana suap sebagai tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak menjamin kepastian hukum, karena tindak pidana suap didasarkan pada 2 pasal yang sama bagian inti deliknya namun pengaturan kesalahan yang berbeda. Selain dari itu ketentuan suap sebagai salah tindak pidana korupsi belum sejalan dengan UNCAC, karena belum dirumuskan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ketentuan penyuapan bagi pejabat-pejabat publik asing dan pejabat–pejabat dari organisasi-organisasi internasional publik dan penyuapan disektor swasta. Adapun yang menjadi saran adalah Dewan Perwakilan Rakyat perlu menambah ketentuan penyuapan sebagai salah satu bentuk tindak pidana korupsi, karena konsekuensi Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi PBB itu dengan UU Nomor 7 tahun 2006 sehingga Indonesia wajib mengintegrasikan delik-delik korupsi dalam UNCAC ke dalam UU Tindak Pidana Korupsi Kata Kunci : Tindak Pidana Suap, dan UNCAC