Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Maileni, Dwi Afni
JURNAL DIMENSI Vol 3, No 3 (2014): JURNAL DIMENSI
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (807.139 KB) | DOI: 10.33373/dms.v3i3.93

Abstract

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini adalah  Bagaimana bentuk tanggung jawab produk  terhadap  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penulisan yuridis normatif, yakni berbentuk studi kepustakaan (Library Research), yaitu suatu metode penulisan yang digunakan dengan jalan mempelajari buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan. Penulisan ini menggunakan metode yang sistematik dan terarah dengan menggunakan undang-undang sebagai dasar hukum sekaligus pedoman untuk analisis.Bentuk tanggung jawab produk  terhadap  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen diantaranya adanya tanggung jawab public yang berbentuk  pertanggungjawaban administratif dan pertanggungjawaban pidana,dan adanya tanggung jawab  perdata bagi pelaku usaha yang terdapat pada pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang meliputi Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, Tanggungj jawab ganti kerugian atas pencemaran; dan Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen. Berdasarkan hal ini, maka adanya produk barang dan/ atau jasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggungjawaban pelaku usaha. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang dialami konsumen.
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN Maileni, Dwi Afni
JURNAL DIMENSI Vol 3, No 2 (2014): JURNAL DIMENSI
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (258.811 KB) | DOI: 10.33373/dms.v3i2.83

Abstract

Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman  disusun sebagai upaya pemenuhan kewajiban internasional Indonesia, dan bertujuan untuk menciptakan serta meningkatkan minat perorangan maupun badan hukum untuk melakukan kegiatan pemuliaan tanaman dalam rangka menghasilkan varietas unggul baru. Namun, hingga saat ini masih terdapat beberapa ketentuan yang tidak diatur dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Hal ini menciptakan peluang terjadinya multitafsir dan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya.Proses untuk mendapatkan hak perlindungan terhadap varietas tanaman menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman, maka berkas permohonan hak PVT hanya dapat diajukan untuk satu varietas tanaman dimana diajukan oleh pemulia, orang atau badan hukum yang mempekerjakan pemulia atau yang memesan varietas dari pemulia, ahli waris dan konsultan PVT. Untuk permohonan hak PVT yang diajukan oleh pihak pemohon yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di wilayah Indonesia harus diwakilkan melalui konsultan PVT di Indonesia selaku kuasa. Selain permohonan biasa, dapat juga dilakukan permohonan hak PVT dengan menggunakan hak prioritas. Bagi para pemilik atau pemegang hak PVT akan mendapatkan perlindungan hukum yang mengakibatkan apabila terjadi pelanggaran terhadap hak yang mereka miliki maka para pemilik atau pemegang hak PVT tersebut dapat menuntut melalui jalur hukum pihak yang melakukan pelanggaran. Perlindungan hukum yang diberikan dapat diperoleh melalui gugatan perdata, dimana jika suatu hak perlindungan terhadap varietas tanaman diberikan kepada orang atau badan hukum selain orang atau badan hukum yang seharusnya berhak atas hak PVT tersebut, maka orang atau badan hukum yang berhak tersebut dapat menuntut ke Pengadilan Negeri.Pemegang hak PVT atau pemegang lisensi atau pemegang lisensi wajib berhak menuntut ganti rugi melalui Pengadilan Negeri kepada siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan penyalahgunaan hak perlindungan terhadap varietas tanaman yang tidak dimilikinya. Tuntutan ganti rugi yang diajukan dapat diterima apabila terbukti bahwa varietas yang digunakan adalah varietasyang telah mendapatkan perlindungan terhadap varietas tanaman (hak PVT). Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman telah memberikan perlindungan hukum terhadap hak moral dan hak ekonomi yang dimiliki oleh pemulia. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman, tidak ada perlindungan hak ekonomi bagipemulia. Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman masih sangat terbatas dalam memberikan perlindungan hukum terhadap hak petani (farmer’s rights)dan belum memberikan perlindungan hukum terhadap praktik-praktik tradisional petani. Penulis menyarankan agar Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman direvisi dengan memasukkan ketentuan-ketentuan yang belum terdapat sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum, dan memberikan perlindungan hukum yang lebih baik kepada pemulia dan petani.
Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Merek Dagang di Kota Batam Maileni, Dwi Afni
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 2, No 1 (2018): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.876 KB)

Abstract

AbstractThe city of Batam is one of the largest cities in the Riau Islands with a very strategic location that is located on international shipping and also has a fairly close distance to Malaysia and Singapore. This strategic location can be an opportunity to be a door in marketing Indonesian products to neighboring countries. The resulting product can not be separated from the brand itself. A trademark may create unfair business competition because through a product brand the same kind of goods or services can be distinguished from its origin, quality and assurance that a product is Original. Through the brand of a company has built a character to its products, which is expected to be able to form an increasing business reputation for the use of the brand. Research conducted by the researcher is normative legal research, with primary data that is data source obtained directly in the field that is through interview with staff of Division of Law and Human Right of Directorate General of Intellectual Property Rights of Batam City. All the data obtained were then analyzed using qualitative analysis. The results of this study indicate that the legal protection for the holder of trademark rights Batam City in 2016 already get a good legal protection. Applicant of trademark registrar in the year 2016 in Batam City amounted to 18 registrants and throughout 2016 there was no violation of the brand in the city Batam, If the city of Batam encountered fake brands it is due to lack of public understanding of the legal protection for the trademark holder's own rights, in the legal process for the breach of the brand itself must be based on the offense of complaint, in the absence of a claim offense from the holder of the trademark itself and the public, the breach of the mark itself can not be processed by law. To obtain legal protection for the holder of the mark there are criminal charges for violators set forth in article 100, paragraphs 1,2 and 3 of Act 20 of 2016 on Brands and Geographical indications. Keywords: trademarks, batam brand rights holders, brand laws and geographical indications AbstrakKota Batam merupakan salah satu kota terbesar di Kepulauan Riau dengan letak yang sangat strategis yaitu berada di pelayaran internasional dan juga memiliki jarak yang cukup dekat dengan negara Malaysia dan Singapura. Letaknya yang strategis ini dapat menjadi peluang untuk dapat menjadi pintu dalam memasarkan produk Indonesia ke negara tetangga. Produk yang dihasilkan tidak lepas dari merek itu sendiri. Sebuah merek dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat karena melalui merek produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa suatu produk tersebut Original. Melalui merek sebuah perusahaan telah membangun suatu karakter terhadap produk-produknya, yang diharapkan akan dapat membentuk reputasi bisnis yang meningkat atas penggunaan merek tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian hukum normative, dengan data primernya yaitu sumber data yang diperoleh langsung dilapangan yaitu melalui wawancara dengan  staff Divisi Hukum dan HAM Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kota Batam. Semua data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Perlindungan hukum bagi pemegang hak merek dagang Dikota Batam pada tahun 2016 sudah mendapatkan perlindungan hukum yang baik. Pemohon pendaftarn merek dagang pada Tahun 2016 di Kota Batam berjumlah 18 pendaftar dan sepanjang tahun 2016 tidak terdapat pelanggaran merek dikota batam, Jika dikota Batam ditemui merek-merek palsu hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat akan  perlindungan hukum bagi pemegang hak merek dagang itu sendiri, dalam proses hukum untuk pelanggaran merek sendiri haruslah berdasarkan delik aduan, jika tidak adanya delik aduan dari pemegang hak  merek itu sendiri dan masyarakat maka pelanggaran atas merek itu sendiri tidak dapat diproses secara hukum.Untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi pemegang merek terdapat tuntutan pidana bagi pelanggarnya yang telah diatur pada pasal 100 ayat 1,2 dan 3 Undang undang No.20 tahun 2016 tentang Merek dan indikasi Geografis.Kata Kunci: merek dagang, pemegang hak merek, undang-undang merek dan  geografis
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK MEREK DAGANG DIKOTA BATAM maileni, dwi afni
PETITA Vol 1, No 1 (2019): PETITA Vol.1 No.1 Juli 2019
Publisher : PETITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (26.402 KB) | DOI: 10.33373/pta.v6i1.1825

Abstract

 Kota Batam merupakan salah satu kota terbesar di Kepulauan Riau dengan letak yang sangat strategis yaitu berada di pelayaran internasional dan juga memiliki jarak yang cukup dekat dengan negara Malaysia dan Singapura. Letaknya yang strategis ini dapat menjadi peluang untuk dapat menjadi pintu dalam memasarkan produk Indonesia ke negara tetangga. Produk yang dihasilkan tidak lepas dari merek itu sendiri. Sebuah merek dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat karena melalui merek produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa suatu produk tersebut Original. Melalui merek sebuah perusahaan telah membangun suatu karakter terhadap produk-produknya, yang diharapkan akan dapat membentuk reputasi bisnis yang meningkat atas penggunaan merek tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian hukum normative, dengan data primernya yaitu sumber data yang diperoleh langsung dilapangan yaitu melalui wawancara dengan  staff Divisi Hukum dan HAM Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kota Batam. Semua data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Perlindungan hukum bagi pemegang hak merek dagang Dikota Batam pada tahun 2016 sudah mendapatkan perlindungan hukum yang baik. Pemohon pendaftarn merek dagang pada Tahun 2016 di Kota Batam berjumlah 18 pendaftar dan sepanjang tahun 2016 tidak terdapat pelanggaran merek dikota batam, Jika dikota Batam ditemui merek-merek palsu hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat akan  perlindungan hukum bagi pemegang hak merek dagang itu sendiri, dalam proses hukum untuk pelanggaran merek sendiri haruslah berdasarkan delik aduan, jika tidak adanya delik aduan dari pemegang hak  merek itu sendiri dan masyarakat maka pelanggaran atas merek itu sendiri tidak dapat diproses secara hukum. Untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi pemegang merek terdapat tuntutan pidana bagi pelanggarnya yang telah diatur pada pasal 100 ayat 1,2 dan 3 Undang undang No.20 tahun 2016 tentang Merek dan indikasi Geografis.Kata kunci: Merek dagang, pemegang hak merek kota Batam, undang-undang merek dan indikasi                   geografis
TINJAUAN YURIDIS ATAS PERTIMBANGAN HAKIM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DALAM PUTUSAN NOMOR 301/PDT.G/2012/P.A.BTM Maileni, Dwi Afni
PETITA Vol 1, No 2 (2014): Vol 1 No 2 Desember 2014
Publisher : PETITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (26.402 KB) | DOI: 10.33373/pta.v1i2.688

Abstract

Berdasarkan rumusan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam ditegaskan bahwa “Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.” Pada putusan pengadilan Agama Nomor : 301/Pdt.G/2012/PA.Btm dengan isi putusan hakim dalam perkara tersebut tidak mengabulkan gugatan penggugat atas harta bersama yang diperoleh dalam masa perkawinan dalam artian tidak terjadi rumusan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam. Asumsi peneliti bahwa hasil keputusan hakim Pengadilan Agama dalam putusannya sepertinya tidak memberikan keadilan atas perkara harta bersama tersebut. Untuk itu Peneliti ingin mencari dasar pembenar pada dasar hukumnya mengapa dalam gugatan Nomor register: 301/Pdt.G/2012/PA.Btm hakim memutuskan tidak mengabulkan gugatan sipenggugat. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan mengangkat judul “Tinjauan Yuridis Atas Pertimbangan Hakim Mengenai Pembagian Harta Bersama Dalam Putusan Nomor :301/Pdt.G/2012/PA.Btm”. Rumusan masalahnya bagaimana dasar hukum  Hakim Pengadilan Agama dalam Putusan Nomor :301/Pdt.G/2012/PA.Btmtidak dikabulkannya permohonan pembagian harta bersama dan Bagaimana analisis yuridis terhadap pertimbangan hakim dalam putusan Nomor :301/Pdt.G/2012/PA.Btmpembagian harta bersama.Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif. Penelitian ini dilakukan secara normatif oleh karena penelitian ini sifatnya kepustakaan mengkaji suatu dokumen yang mana suatu putusan yang dibuat oleh hakim pengadilan agama dalam hal ini putusan Nomor : 301/Pdt.G/2012/PA.Btm. sumber data yang digunakan yaitu data sekunder dengan studi pustaka dan dianalisa secara kualitatif.Hasil penelitian  mengenai dasar-dasar hukum Hakim Pengadilan Agama dalam Putusan Nomor :301/Pdt.G/2012/PA.Btmtidak dikabulkannya permohonan pembagian harta bersama terdapat pada tidak dapat dibuktikan oleh penggugat harta yang didalilkan penggugat merupakan sebagian haknya. Penggugat hanya mampu menunjukkan fotokopi akta kepemilikan harta tersebut dan tidak dapat menunjukkan akta asli kepemilikan harta yang didalilkan penggugat sebagai harta bersama. Dasar hukum hakim yang digunakan adalah Pasal 163 Het Herzience Indonesia Jo Pasal 283 Rechts Reglement Voor de Buitengwesten Jo Pasal 1865 KUH Perdata “setiap orang yang mendalilkan bahwa dia mempunyai suatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri ataupun membatah hak orang lain diwajibkan membuktikan haknya tersebut” dan Pasal 1888 KUH Perdata “kekuatan pembuktian suatu bukti tertulis adalah pada akta aslinya” Secara analisis pertimbangan hakim pada putusan Nomor :301/Pdt.G/2012/PA.Btmpembagian harta bersama. Penggugat tidak dapat membuktikan harta yang didalilkan sebagaihartabersama dengan akta asli oleh karena akta tersebut dikuasai oleh tergugat. Tentu setiap tergugat tidak akan mau membuktikan hal tersebut dalam persidangan. Tidak ada peraturan yang mengharuskan tergugat harus turut serta membuktikan apa yang didalilkan penggugat. Untuk itu hakim seharusnya proaktif untuk membuktikan kebenaran terhadap harta yang didalilakan tergugat sebagai harta bersama.
PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN BANK DALAM PEMBERIAN KREDIT DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN Maileni, Dwi Afni
PETITA Vol 1, No 2 (2019): PETITA Vol. 1 No. 2 Desember 2019
Publisher : PETITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.832 KB) | DOI: 10.33373/pta.v1i2.4056

Abstract

Salah satu usaha bank yang telah cukup dikenal masyarakat adalah memberikan dana pinjaman atau utang kepada nasabahnya, namun mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada  kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus menerapkan ketentuan-ketentuan perkreditan yang sehat. Salah satu hal  penting yang dianut industri perbankan nasional saat ini adalah dengan menjalankan prinsip kehati-hatian (prudential principles) seperti yang tercantum pada pasal 2 dan pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.Â