Pada awal 2018 Pemerintahan Aceh melalui Dinas Syariat Islam Aceh mewacanakan penerapan hukum pancung (qishash) bagi para pelaku kejahatan pembunuhan melalui penambahan jarimah (perbuatan yang dilarang dalam qanun) pembunuhan dengan uqubat hukum pancung dalam Qanun tentang Jinayat. Penerapan ini diklaim mampu untuk menekan angka kriminalitas khususnya pembunuhan yang terjadi di Aceh. Permasalahan yang akan diurai dalam penelitian ini adalah bagaimana bagaimana konstitusionalitas dan masa depan pengaturan uqubat qisash (hukum pancung) dalam Qanun Aceh tentang Jinayat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif atau penelitian hukum doctrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan uqubat qisash dalam qanun jinayat di Provinsi Aceh pada masa mendatang merupakan sebuah keniscayaan, hal ini dikarenakan : 1. ketentuan Pasal 18B UUDNRI Tahun 1945 Pemerintahan Provinsi Aceh mendapatkan pengakuan dan penghormatan sebagai satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus; 2. ketentuan UU Nomor 11 Tahun 2006 juga memberikan kewenangan kepada Pemerintahan Provinsi Aceh untuk membentuk Qanun tentang Jinayat yang dapat memuat ancaman pidana selain pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 241 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2006; 3. Bahwa UU Nomor 11 Tahun 2006 juga tidak memberi batasan materi ancaman pidana yang dapat dimuat dalam suatu qanun jinayah.