Claim Missing Document
Check
Articles

Found 39 Documents
Search

ANALISIS PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU Ardiansah Ardiansah; Silm Oktapani
JISPO : Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol 9, No 2 (2019): JISPO Vol 9 No 2 2019
Publisher : Centre for Asian Social Science Research (CASSR), FISIP, UIN Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jispo.v9i2.5408

Abstract

Thearrangement of the green open space of the City of Pekanbaru has not been implemented as mandated by the Law on Spatial Planning. Because the rapid development of malls and offices is not comparable to the construction of green open spaces. This research is categorized as sociological legal research, namely research on the effectiveness of law in the community. The results of the study show that the Pekanbaru City Government has not yet fully organized and utilized green open space land. The barriers are structured due to the weak ability to control the land, limited funds, the absence of green open space planning, low private participation, low public awareness, expensive land prices, the ability of the government to only buy land according to the Tax Object Value, and not yet effective implementation of the green open space program. Regulatory efforts include preparing green open space, providing funding, collaborating with the private sector, limiting the construction of buildings and buildings, cooperating with investors, making regulations with strict sanctions on the conversion of green open spaces, synergies between government, the private sector, and community and a strategy for structuring green open space. The Pekanbaru City Government needs to show a strong commitment in structuring green open space.
Penegakan Peraturan Daerah Kabupaten Kampar No. 9 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Pertambangan Umum Masri Masri; Ardiansah -; Bagio Kadaryanto
Ilmu Hukum Prima (IHP) Vol. 3 No. 1 (2020): JURNAL ILMU HUKUM PRIMA
Publisher : jurnal.unprimdn.ac.id

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34012/jihp.v3i1.1956

Abstract

The existence of Kampar Regency Regional Regulation No. 09 of 2008 concerning General Mining Management demonstrates the local government's desire to improve people's lives while also preserving the environment. However, there are still issues with implementing this regional rule, such as the fact that there are still miners from the neighboring community who do not have licences to carry out the present mining activities. The goal of this study was to see how the Kampar Regency Regulation No. 9 of 2008 on General Mining Processing was implemented, particularly in the categorization of excavated mining material type c. The Civil Service Police Unit of Kampar Regency was used as the research venue for sociological legal research. Primary, secondary, and tertiary data were used, and 9 persons were allocated to responders who clearly understood the situation. The authors utilize observation, structured interview and documentation study. Data analysis was carried out using qualitative legal methods, which entails describing and describing the data obtained based on supporting theories in order to be able to make a conclusion that ranges from broad to particular. According to the findings of the study, quarry miners in Kampar Regency were subjected to both preventive and repressive law enforcement in order to comply with regional laws. The presence of traditional miners in the local community, who are hereditary, is an impediment. The lack of public knowledge and government socialization has resulted in a lack of enforcement of these regional rules.
Wujud Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Kebakaran Lahan Perkebunan Milik Perusahaan Di Kabupaten Pelalawan Yulhairi Yulhairi; Ardiansah Ardiansah; Bagio Kadaryanto
Ilmu Hukum Prima (IHP) Vol. 3 No. 2 (2020): JURNAL ILMU HUKUM PRIMA
Publisher : jurnal.unprimdn.ac.id

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34012/jihp.v3i2.2020

Abstract

Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau memilik wilayah perkebunan yang cukup luas. Selain kepemilikan perkebunan yang dimiliki masyarakat, juga terdapat perkebunan milik perusahaan. Kasus kebakaran lahan perkebunan di Indonesia menjadi hal yang menarik diperbincangkan. Hasil observasi diperoleh informasi bahwa apabila terjadi kebakaran dilahan perkebunan milik perusahaan, hanya pelaku pembakaran saja yang menjadi sorotan, namun untuk pemilik perusahaan yang secara jelas memiliki kawasan dan bertanggung jawab terhadap area perkebunannya terkesan tidak terlibat. Penelitian bertujuan untuk melihat pertanggungjawaban hukum terhadap kebakaran lahan perkebunan milik perusahaan di kabupaten pelalawan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan. Penelitian dilakukan berjenis sosiologis dengan pendekatan kualitatif yang melibatkan responden dari pihak Pemerintah Daerah, Polres, Badan Pertanahan Nasional dan beberapa responden yang terkait. Hasil penelitian terlihat bahwa pertanggungjawaban hukum terhadap kebakaran lahan kebun milik perusahaan di Kabupaten Pelalawan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan adalah belum terlaksana.
RESPONSIBILITY OF PUBLIC HEALTH SERVICE BASED ON THE CONSTITUTION OF INDONESIA Ardiansah Ardiansah
Diponegoro Law Review Vol 5, No 1 (2020): Diponegoro Law Review April 2020
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (525.567 KB) | DOI: 10.14710/dilrev.5.1.2020.51-66

Abstract

The Indonesian Constitution has mandated health services for its people. Everyone has the right to receive health services, while the state is obliged to provide health services. The implementation of public health services faces problems concerning the president regulations about the increase of health insurance fee. The House of Representatives does not agree with the increase in health insurance fee, because the government should be responsible for the realization of public health services. This research uses normative legal research methods. The results showed that the government's policy of raising fees was considered unfair and burdensome to the people of Indonesia.Health services for the people of Indonesia has been mandated by The Indonesian Constitution. The denial of health services is a violation to the Indonesian constitution. The people have the right to get health services, whereas the state is responsible for providing health services. Therefore, even though the government raises fees, people expect the government to cancel the increase of the fee. Due to the fact that the Indonesian constitution has made it clear that the state is responsible for providing health services to its people.
Politik Hukum Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Rakyat Indonesia Berdasarkan UU SJSN Dan UU BPJS Ardiansah Ardiansah; Silm Oktapani
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 8, No 1: April 2020 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ius.v8i1.707

Abstract

Sejak dirancang UU SJSN dan UU BPJS, ada kumpulan yang setuju dan menolak undang-undang tersebut.Meskipun terjadi perbedaan pendapat, namun Dewan Perwakilan Rakyat tetap saja mengesahkan undang-undang tersebut.Dalam implementasinya, ternyata berbagai kritik terarah pada pengelolaan pelayanaan kesehatan Indonesia.Penelitian ini bertujuan menganalisaperaturan berkaitan hak atas kesehatan, karakter produk hukum pasca Orde Baru, dan politik hukum pemenuhan hak atas kesehatan rakyat Indonesia.Jenis penelitian yang digunakan dalam riset ini ialahpenelitian hukum normatif.Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan dan konseptual.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan UU SJSNyang menggabungkan jaminan sosial dengan asuransi sosial telah mengubah kewajiban pemerintah menjadi kewajiban rakyat membayar iuran agar terpenuhi hak atas kesehatannya. Sementara Pembentukan UU BPJS yang menunjuk satu badan penyelenggara milik pemerintah berperan layaknya perusahaan asuransi berpotensi menggeser peran badan penyelenggara milik pemerintah menjadi milik swasta. Kedua undang-undang tersebut terdapat persoalan baik dari segi sistem jaminan sosial nasional maupun pengelolaan pelayanan kesehatan.Oleh karena itu, penyusun undang-undang perlu melaksanakan perubahan atas kedua undang-undang tersebut agar sesuai amanat konstitusi Indonesia.
PROBLEMATIKA HUKUM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA PEKANBARU Silm Oktapani; Ardiansah Ardiansah
UNES Law Review Vol 3 No 3 (2021): UNES LAW REVIEW (Maret 2021)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v3i3.175

Abstract

The existence of garbage is a very serious matter in Pekanbaru City, with the increasing population resulting in an increase in the amount of waste produced every day. It is a concern for the Pekanbaru City Government to be able to overcome the problems that are increasing day by day. Regional Regulation Number 8 of 2014 concerning waste management is the basis for the implementation of the waste management policy. This study aims to see what are the legal problems for waste management in Pekanbaru City. The sociological law method is a method in this research to see how the law enforcement process is and how the law is enforced in society. The difficulty of changing people's habits in sorting organic and inorganic waste has made the waste management process unable to run optimally, and the lack of waste transport fleets is also one of the problems in waste management. The importance of the optimal role of the Pekanbaru City Government to the waste bank as an organization that helps the Pekanbaru City Government in its efforts to save money.
PENERAPAN SANKSI TERHADAP PENYELUDUPAN BARANG ELEKTRONIK BERDASARKAN UU NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 10 TAHUN1995 TENTANG KEPABEANAN DI KOTA PEKANBARU Abdul Rifqi; Ardiansah Ardiansah; Aliar Syam
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 2 (2020): Oktober
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jmk.v11i2.3158

Abstract

Law Number 17 of 2006 concerning amendements to Law Number 10 of 1995 concerning custom, is expected to be present to solve problems in the cusmtoms and excise environment. Through the provisions of this rule, the regulation and control of the traffic of goods and services or know as customs, can be put in order. Electronic goods smuggling, one of the smuggling activities thatis rife in Riau Province, in addition to the smuggling would easily pass it. In Riau, the ports of Dumai and Bengkalis are the main ports, because most of the export and import activities of goods that enter and exit or go to neighboring countries, through these ports . This type of research is research conducted by identifying the law, how the effectiveness of the law applies in society. The imposition of sanctions against the smuggling of electronic goods has not yet been implemented properly. Because, during the inspection and proven to have committed a violation, the said goods and means of transportation are not brought and stored at the customs store for further examination, and the examination is not recorded in the Official Report of the Inspection The obstacle is the lack of number of personnel on duty at the Supervisory and Customs Service Office of Pekanbaru City, making it easier for suppliers of electronic goods to distribute their merchandise to the public. Lack of socialization to smugglers, regarding the application of customs laws, lack of coordination between agencies, both members of Customs and Excise and the Police, in enforcing the law against electronic smugglersKeywords: application; smuggling; electronic goods.ABSTRAKUndang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, diharapkan hadir untuk menyelesaikan persoalan di lingkungan bea dan cukai. Melalui ketentuan aturan ini, pengaturan dan pengawasan masuknya lalu lintas barang dan jasa atau disebut kepabeanan, dapat ditertibkan.  Penyelendupan barang-barang elektronik, salah satu kegiatan penyelundupan yang marak terjadi di Provinsi Riau, di samping penyelendupan barang-barang ilegal lainnya. Lintas laut dipilih, karena dirasa mudah dilalui oleh pelaku penyelundupan. Di Riau, pelabuhan Dumai dan Bengkalis menjadi pelabuhan induk, karena kebanyakan kegiatan ekspor dan impor barang yang masuk dan keluar dari atau menuju negara tetangga, melalui pelabuhan tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan identifikasi hukum, bagaimana efektivitas hukum itu berlaku dalam masyarakat. Penerapan sanksi terhadap penyelundupan barang-barang elektronik, belum berjalan sebagaimana mestinya. Karena, dalam pemeriksaan dan terbukti melakukan pelanggaran, barang dan sarana pengangkut tersebut tidak dibawa dan disimpan di tempat penimbunan pabean untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan pemeriksaan tersebut tidak dituangkan kedalam Berita Acara Pemeriksaan. Hambatannya adalah, kurangnya jumlah personil yang bertugas di Kantor Pengawas dan Pelayanan Bea dan Cukai Kota Pekanbaru, sehingga memudahkan bagi pemasok barang elektronik dalam mengedarkan barang dagangannya ke masyarakat. Kurangnya sosialisasi terhadap pelaku penyelundupan, mengenai penerapan undang-undang kepabeanan, kurangnya koordinasi antar instansi, baik itu sesama anggota Bea dan Cukai maupun Kepolisian, dalam menegakan hukum kepada pelaku penyelundupan barang elektronik.
PENERAPAN PERTOLONGAN DAN PERAWATAN KORBAN TABRAK LARI YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2017-2019 BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 Agus Romeidin; Sudi Fahmi; Ardiansah Ardiansah
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 2 (2020): Oktober
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jmk.v11i2.3160

Abstract

This article discusses the application of help and care for hit-and-run victims that have resulted in death in the city of Pekanbaru. However, the reality in the field is that it cannot be implemented optimally. This  is because it is very difficult to find the hit-and-run perpetrator, to be held accountable for his actions, and the families of the victims / heirs to get assistance from the vehicle owner, which is regulated in Law 22 of 2009 corcening Road Traffic and Transportation. Hit-and-run cases that are not revealed by the police, become delinquent cases every year. This type of research is research conducted by identifying in the law on how the effectiveness of the law applies in society. The conclusion is tha it cannot be implemented effectively yet, because there is no clarity and firmness on the legal subject of road administrator. So it is not clear who should be responsible for traffic accidents caused by demaged roads. Efforts are pre-emptive efforts by providing outreach to all levels of society, regarding the prevention and impact of non-compliance with traffic regulations. Preventive measures (prevention), namely, installing traffic signs along the road as a guide for road users fot the creation of safety, security, order and smoothness of road traffic and transportation, as well as conducting regular patrols. Repressive measures (prosecution) which aim to provide a deterrent effect against the perpetrators of traffic violations that cause accidents resulting in death. Keywords: Application; hit-and-run; death.ABSTRAKArtikel ini membahas tentang penerapan pertolongan dan perawatan korban tabrak lari yang mengakibatkan kematian di kota pekanbaru. Namun kenyataan di lapangan, bahwa beum dapat dilaksanakan secara maksimal. Hal ini disebabkan sangat sulit mencari pelaku tabrak lari, untuk diminta  pertanggungjawaban atas perbuatanya, dan keluarga korban/ahli waris mendapatkan bantuan dari pemilik kendaraan, yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kasus tabrak lari yang tidak terungkap di kepolisian, menjadi tunggakkan perkara setiap tahunnya. Jenis penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan identifikasi hukum bagaimana efektivitas hukum itu berlaku dalam masyarakat. Kesimpulan adalah adalah masih belum dapat dilaksanakan secara efektif, karena belum ada kejelasan dan ketegasan tentang subyek hukum penyelenggara jalan. Sehingga belum ada kejelasan pula siapa yang harus mempertanggungjawabkan kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan rusaknya jalan. Upaya adalah upaya pre-emtif dengan memberikan penyuluhan di seluruh lapisan masyarakat, tentang pencegahan dan dampak dari ketidakpatuhan terhadap peraturan lalu lintas. Upaya preventif (pencegahan) yaitu, pemasangan rambu-rambu lalu lintas di sepanjang jalan sebagai petunjuk bagi para pengguna jalan demi terciptanya keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, serta melakukan patroli secara rutin. Upaya represif (penindakan) yang bertujuan untuk memberikan efek jera, terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas yang menimbulkan kecelakaan berakibat kematian.
TINJAUAN YURIDIS TENTANG TANGGUNG JAWAB PEMELIHARAAN BARANG MILIK DAERAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA DAN DAERAH Syahrul Syahrul; Sudi Fahmi; Ardiansah Ardiansah
Eksekusi : Journal Of Law Vol 3, No 2 (2021): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v3i2.13359

Abstract

Dalam menjalankan kewenangannya sebagai pengelola barang milik daerah, masih banyak penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan dalam mengelola barang milik daerah, seperti hal nya: Penelantaran Aset Daerah,  Penyalahgunaan kewenangan dalam pencabutan hak yang sudah diberikan oleh pemerintah daerah atas hak pemakaian barang milik daerah,  Menggunakan barang milik daerah untuk kepentingan pribadi yang mana dapat merugikan daerah serta kepentingan masyarakat. Untuk menuju pengelolaan barang milik daerah yang optimal, sesuai dengan ketentuan pasal 3 ayat (1), dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Karena, barang milik daerah merupakan salah satu yang penting untuk penyelenggaraan pemerintah dalam pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu penulis tertarik membahasnya yang dituangkan dalam sebuah penelitian ilmiah yang berjudul Tinjauan Yuridis Tentang Tanggung Jawab Pemeliharaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Dan Daerah.Adapun yang menjadi tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaiman pengelolaan barang milik Daerah berdasarkan peraturan pemerintah nomor 27 tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik Negara dan Daerah dan untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab hukum terhadap penyalahgunaan dalam mengelola barang milik Daerah.Dapat disimpulkan bahwa, Pengelolaan barang milik daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian serta Implikasi penyalahgunaan barang milik daerah bagi pemerintah daerah akan  diberikan sanksi ganti rugi dan sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran Kendaraan Angkutan Barang di Kota Pekanbaru Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Fendri Gunawan; Ardiansah Ardiansah; Bagio Kadaryanto
Mizan: Journal of Islamic Law Vol 4, No 2 (2020): MIZAN: Journal of Islamic Law
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32507/mizan.v4i2.819

Abstract

Based on Article 169 paragraph (1) of Law Number 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation, it is stipulated that drivers and/or public goods transportation companies must comply with provisions regarding loading procedures, carrying capacity, vehicle dimensions, and road class. This research aims to explain law enforcement against violations of goods transportation vehicles in Pekanbaru City based on Law Number 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation. The method used in this research is socio-legal research. The results showed that law enforcement against violations of goods transportation vehicles in Pekanbaru City hasn’t been optimal. Barriers from the side of law enforcement officials are the lack of cross-sectoral coordination between the Pekanbaru City Transportation Service and Pekanbaru Police Traffic, most of the freight vehicles passing through Pekanbaru City from night to early morning, and the lightness of criminal sanctions as regulated in Law Number 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation. Efforts that can be made by the Pekanbaru City Transportation Service are to collaborate with the Pekanbaru Traffic Police, increase supervision of goods transportation vehicles, and propose that Law Number 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation be revised.Keywords: Goods Transport Vehicle; Violation; Law Enforcement AbstrakBerdasarkan Pasal 169 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur bahwa pengemudi dan/atau perusahaan angkutan umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, dan kelas jalan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penegakan hukum terhadap pelanggaran kendaraan angkutan barang di Kota Pekanbaru berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis. Hasil penelitian menjelaskan bahwa penegakan hukum terhadap pelanggaran kendaraan angkutan barang di Kota Pekanbaru belum berjalan optimal. Hambatan dari sisi aparatur penegak hukum adalah kurangnya koordinasi lintas sektoral antara Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru dengan Satlantas Polresta Pekanbaru, kendaraan angkutan barang sebagian besar melintas di Kota Pekanbaru dari malam hingga dini hari, serta ringannya sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Upaya yang dapat dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota adalah menjalin kerja sama dengan Satlantas Polresta Pekanbaru, meningkatkan pengawasan terhadap kendaraan angkutan barang, serta mengusulkan agar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan direvisi.Kata kunci: Kendaraan Angkutan Barang; Pelanggaran; Penegakan Hukum