Sinkronisasi antara adat (Bugis-Makassar) dengan agama (Islam) lebih mudah terjalin karena konteks nilai-nilai antara keduanya mempunyai persamaan yang esensial, sehingga dengan itu muncullah istilah, seperti fattuppui ri ade'e, fasanrei ri sarea'e, atau dengan kata lain "adat yang bersendikan syariat Mattulada sebagai seorang budayawan Bugis menyimpulkan bahwa, pengaruh syara' (syariat Islam) yang sedemikian kuat kepada aturan-aturan adat, maka masyarakat Bugis-Makassar dapat disebut sebagai masyarakat Islam. Antara hukum Islam dan hukum adat Bugis, tidak mempunyai perbedaan berarti mengenai rukun dan syarat-syarat kewarisan. Yang termasuk dalam rukun kewan'san. Pengaruh kuat hukum Islam dalam hukum kewarisan adat di Tanah Bugis, dapat ditemukan dalam teori dan praktek penyelenggaraan hukum kewrisan di berbagai tempat di tanah Bugis, yang mana di antaranya sudah mendapat pengakuan dan menjadi dasar penyelenggaraan pada Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung.
Copyrights © 2016