Ponorogo dikenal sebagai âBumi Reogâ dengan kesenian reognya; namun juga termasyhur sebagai âKota Santriâ dengan Pondok Gontornya. Sebagai kawasan lama, Ponorogo tentu saja memiliki kearifan lokal (local genius) tersendiri yang berakar dalam nilai-nilai keagamaan dan seni Reog. Tulisan ini ingin melihat mana yang lebih mendominasi antara kesenian reog (budaya) dan Pesantern Modern Gontor (Islam) dalam eksistensinya sebagai kearifan lokal (lokal genius) masyarakat Ponorogo. Sebagai titik tolak, penulis menggunakan teori nilai Max Scheler yang berargumen bahwa nilai memiliki hierarki sebagai berikut: nilai-nilai kerohanian (tingkatnya tertinggi), nilai-nilai spiritual, nilai-nilai kehidupan, dan nilai-nilai kesenangan (tingkatnya terendah). Tolok ukur nilai Max Scheler ini menunjukkan bahwa nilai-nilai agama (Islam) yang berisi nilai-nilai kerohanian mendapatkan tempat tertinggi dibanding dengan nilai-nilai budaya. Nilai-nilai kerohanian tersebut meliputi: dakwah, kelestarian, kepercayaan, dan magis. Sedangkan nilai-nilai budaya meliputi: budaya, keindahan, moral, seni, simbol, superioritas, kepahlawanan, keadilan, kesejahteraan, hiburan, kepuasan, kompetisi, materi, dan pertunjukan.
Copyrights © 2013