Sistem pewarisan pada masyarakat Kaili cenderung mengikuti sistim pewarisan adat, dengan variasi yang dipengaruhi oleh pribadi dan atau kondisi sosial ekonomi keluarga yang bersangkutan. Disamping itu besar kecilnya harta warisan juga mempengaruhi cara pengelolaan. Umumnya karena harta warisan itu kecil jumlahnya, orang cenderung mengelolanya secara kolektif. Karena harta itu terlalu kecil, mereka lebih suka mempertahankan harta menjadi satu kesatuan yang utuh, karena pemanfaatannya yang dilakukan bersama. Manakala penetapan waris dilakukan melalui Pengadilan Agama biasanya mengikuti Hukum Islam. Sebaliknya apabila pembagian warisan itu diselesaikan lewat Dewan Adat, hukum adatlah yang dijadikan pedoman. Orang cenderung menyelesaikan kasus warisannya melalui “Dewan Adat” karena pengurusannya lebih mudah dan praktis. Selain itu masyarakat Kaili menganut prinsip kekerabatan yang bilineal sehingga membedakan pembagian harta warisan bagi anak laki-laki dengan perempuan. Berdasarkan prinsip keturunan bilineal yang menentukan harta waris tertentu hanya untuk anak laki-laki dan harta waris yang lain untuk anak perempuan, hal ini kurang sejalan dengan ketentuan yang berlaku dalam Al-Qur’an, demikian pula pembagian harta warisan yang seimbang antara laki-laki dan perempuan tidak sesuai dengan ketentuan yang pasti di dalam Al-Qur’an. Bahkan pembagian warisan yang menimbulkan sengketa, dikarenakan oleh sengketa hibah yang kebanyakan tidak didukung oleh bukti tertulis, jelas bertentangan dengan tujuan hukum Islam.
Copyrights © 2019