Ketegangan antara agama dan sains yang terjadi sejak abad ke-16 dirasakan tidak menguntungkan bagi perkembangan peradaban manusia. Kesadaran ini muncul setelah sains modern dinilai tidak bersahabat dengan alam dan manusia. Bagi Seyyed Hossein Nasr harmonisasi agama dan sains merupakan suatu keniscayaan dengan cara menghidupkan unsur metafisika pada sains modern sehingga tercipta apa yang dia sebut dengan sains sakral. Dalam rangka mewujudkan gagasan Nasr ini, peran Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) menjadi sangat signifikan mengingat paradigma keilmuan yang dikembangkannya berdasarkan integrasi antara ayat-ayat qauliyyah (sakralisasi) dan ayat-ayat kauniyyah (profanisasi). Untuk memperkuat paradigma keilmuan ini, kelembagaan PTAI selayaknya berbentuk universitas, karena pada dasarnya paradigma ilmu- ilmu ke-Islaman termasuk dalam kategori paradigma ilmu pada umumnya
Copyrights © 2009