PETITA: Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah (PJKIHdS)
Vol 6 No 2 (2021)

REVITALIZATION OF CORRECTIONAL ORGANIZATIONS: CURRENT DEVELOPMENT OF CORRECTIONAL SYSTEM IN INDONESIA

Alma Qarnain (Faculty of Law, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia)
Nathalina Naibaho (Faculty of Law, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia)



Article Info

Publish Date
01 Nov 2021

Abstract

Criminalization in Indonesia has changed its philosophy from "prison" to "correctional." Unfortunately, in practice, correctional system in correctional institution still cannot be called rehabilitative because of problems such as overstaying of the inmates, high recidivism rates, overcrowded, riots in prisons and detention house, frequent prison escapes, narcotics transactions in prisons, to illegal levies. To overcome this, the Ministry of Law and Human Rights then came up with the idea of "Revitalization of the Correctional System" through the Ministry of Law and Human Rights Regulation Number 35 of 2018. The revitalization prioritizes changes in the behavior of inmates and turns overcrowding into the opportunity to create superior human resources through four stages: super-maximum security, maximum security, medium security, and minimum security. To develop the Correctional System in Indonesia, this research also used comparative studies with other countries in the penitentiary institution. The research concluded that the revitalization of the correctional facilities had not caused significant changes because there are several obstacles, so structural and systemic changes are needed to help the success of this revitalization. Abstrak: Paradigma pemenjaraan di Indonesia telah berubah menjadi pemasyarakatan, tetapi dalam praktiknya, ternyata tidak banyak yang berubah. Pemasyarakatan masih belum dapat disebut rehabilitatif karena masih banyak permasalahan seperti overstaying, tingkat residivisme yang tinggi, overcrowded, kerusuhan yang seringkali terjadi di Lapas dan Rutan, sering kaburnya warga binaan, maraknya peredaran narkotika di dalam Lapas dan Rutan, hingga terjadi pungutan liar. Untuk mengatasinya, Kementerian Hukum dan HAM kemudian memunculkan suatu ide “Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan” melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 35 Tahun 2018. Revitalisasi pemasyarakatan mengutamakan perubahan perilaku warga binaan dan mengubah tantangan overcrowded Lapas dan Rutan menjadi peluang untuk menciptakan SDM yang unggul melalui empat tahapan pembinaan, yaitu super maximum security, maximum security, medium security, dan minimum security berdasarkan tingkat risiko yang dimiliki oleh warga binaan. Penelitian ini bersifat normatif dengan mengutamakan studi kepustakaan, didukung oleh wawancara dan observasi yang penulis lakukan di berbagai UPT Pemasyarakatan untuk mengonfirmasi data yang penulis temukan dari studi dokumen. Untuk menemukan solusi atas permasalahan pemasyarakatan, diadakan pula perbandingan dengan negara-negara yang sukses di bidang pemasyarakatan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa revitalisasi pemasyarakatan belum menimbulkan perubahan yang cukup berarti karena terdapat beberapa hambatan, sehingga diperlukan perubahan dari segi struktural dan sistemik untuk membantu menyukseskan revitalisasi ini. Kata Kunci: Pemidanaan, Pemenjaraan, Revitalisasi Pemasyarakatan, Overcrowded

Copyrights © 2021






Journal Info

Abbrev

petita

Publisher

Subject

Religion Law, Crime, Criminology & Criminal Justice Social Sciences

Description

PETITA journal has aimed to deliver a multi-disciplinary forum for the discussion of thoughts and information among professionals concerned with the boundary of law and sharia, and will not accept articles that are outside of PETITA’s aims and scope. There is a growing awareness of the need for ...