Tanpa kesungguhan, nampaknya pencapaian pangan yang berkelanjutan hanya akan menjadi “utopia”. Masalah dan tantangan yang dihadapi semakin besar diantaranya masih merupakan masalah yang klasik yakni masalah yang bersifat struktural yang tidak kunjung selesai. Pemilikan lahan yang sempit, teknologi yang kurang berkembang serta dukungan infrastruktur irigasi yang tidak memadai menjadi kendala utama dalam implementasi pangan yang berkelanjutan. Pemilikan atau penguasaan lahan yang sempit menjadi sumber segala sumber penyakit pangan tidak berkelanjutan. Selain usahatani tidak mencapai skala ekonomis, dampak selanjutnya pangan Indonesia tidak berdaya saing terlebih dalam perekonomian yang semakin global dan ujung-ujungnya masyarakat tidak tertarik lagi untuk usahatani pangan. Jawa yang selama ini sebagai sumber produksi pangan, lahan pertaniannya semakin terkonversi ke peruntukan non pangan; sementara di luar Jawa usahatani non pangan khususnya perkebunan mempunyai keunggulan komparatif sehingga lebih memberikan daya tarik bagi petani. Oleh karena itu agar pangan yang berkelanjutan tidak menjadi “utopia” perlu keberpihakan pemerintah. Jika landreform sebagai kebijakan yang sebetulnya tidak dapat ditawar lagi, sulit untuk diimplementasikan maka kebijakankebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan produktivitas pangan melalui peningkatan alokasi investasi ke sektor pertanian khususnya pangan untuk membangun dan memperbaiki jaringan irigasi; research and development dalam upaya mengembangkan teknologi pangan; serta untuk pelatihan pengembangan SDM; dan diperlukan juga untuk pembukaan lahan baru.
Copyrights © 2010