Tafsir era kontemporer sering dianalogikan sebagai cara baru yang revolusioner dalam meng-al-Qur’an-kan manusia Islam modern. Berawal dari maraknya para orientalis seperti Theodor Nöldeke yang memantik semangat Muhammad Abduh dalam kontestasi pembacaan dan pemahaman terhadap tafsir di Mesir. Dari waktu ke waktu, kemudian muncul salah satu pemikir yang menjabat sebagai pimpinan tertinggi Universitas al-Azhar, Mahmud Syaltut. Artikel ini bertujuan untuk membaca dan memahami struktur dan konsep pemahaman tematis non-sektarian dalm studi tafsir, terlebih pada masanya Syaltut merupakan salah satu yang pertama melahirkan ide penafsiran al-Qur’an secara tematis. Dengan metode dan pendekatan hermeneutic secara komprehensif, penulis berusaha melihat keterpengaruhan dan latar belakang yang menjadikan Syaltut memiliki kemampuan yang cakap serta dinamis dalam memahamkan dan mementaskan pemahaman sektarian kepada pemahaman terhadap al-Qur’an yang universal, terlebih pada era Syaltut hidup. Gagasan tematik dalam menafsiri kalam Tuhan yang lebih kurang diwariskan pendahulunya ia coba matangkan konsepnya. Hal tersebut merupakan suatu bentuk (tekstur) baru pada ranah tafsir al-Qur’an modern. Mahmud Syaltut adalah sosok yang patut diberi apresiasi dalam ranah kajian tafsir kontemporer, khususnya model tematis. Kontribusinya masih membekas hingga hari ini dalam ranah kajian tafsir al-Qur’an, karena nalar dan usaha penafsirannya yang tidak lagi sektarian. Hasil dari pembacaan dan pemahaman terhadap konsep Mahmud Syaltut patutnya dapat memantik spirit muslim modern dalam membaca dan memahami ayat-ayat Tuhan dan memahami keragaman dalam penafsiran sehingga tidak saling klaim kebenaran dan menyalahkan perbedaan dalam menafsiri kalam Tuhan.
Copyrights © 2022