Dalam fikih disebutkan ada tiga larangan mewarisi, salah satunya adalah perbedaan agama (ikhtilāf al-dayn). Jumhur fukaha berpendapat bahwa antara muslim dan non-muslim tidak saling mewarisi. Namun, ada fukaha yang membolehkan muslim mewarisi non-muslim, tetapi tidak sebaliknya. Al-Qaraḍāwi berpendapat sama dengan minoritas fukaha. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik data liblary research (penelitian kepustakaan). Dari hasil penelitian diketahui bahwa: (1) hadis larangan mewarisi antar agama adalah hadis ahad, dan hadis ahad itu merupakan ẓannī al-wurūd; (2) semua fukaha sepakat bahwa non-muslim tidak bisa mewarisi muslim. Terjadi perbedaan pendapat mengenai hukum muslim mewarisi non-muslim, akibat adanya perbedaan metode ijtihad. Minoritas fukaha dan Al-Qaraḍāwi membolehkan muslim mewarisi non-muslim, namun ada perbedaan dalam metode ijtihad yang ditempuh. Minoritas fukaha yang diwakili Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim melakukan takṣīṣ, sedangkan Al-Qaraḍāwi melakukan takwil; (3) Al-Qaraḍāwi tidak konsisten dengan pandangannya yang menyebutkan bahwa maslahat dalam pewarisan adalah menguatkan ikatan keluarga. Karena secara logika lurus, larangan dzimmī sebagai hasil dari takwil lafaz kafir untuk menerima warisan dari muslim, hanya memandang maslahat secara sepihak, serta rawan terjadinya keretakan hubungan dalam keluarga; (4) kebolehan mewarisi antara muslim dengan non-Muslim, tidaklah bertentangan dengan prinsip umum Al-Quran yang universal.
Copyrights © 2017