The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law
Vol 3 No 2 (2022): Oktober

Konsep Keadilan dalam Hukum Waris Muhammad Syahrur

Elva Imeldatur Rohmah (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya)
Isniyatin Faizah (Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama’ Tuban)



Article Info

Publish Date
30 Oct 2022

Abstract

Konsep kewarisan Islam telah dipresentasikan dalam teks-teks yang rinci, sistematis, konkret dan realistis. Hal ini berimplikasi pada keyakinan ulama tradisionalis bahwa konsep kewarisan Islam tidak dapat berubah dan menolak segala ide pembaharuan. Salah satu ulama kontemporer yang melakukan kritik terhadap hukum waris Islam adalah Muhammad Syahrur. Syahrur menyatakan bahwa ayat waris yang ada dalam al-Qur’an menjelaskan tentang batasan maksimal yang berlaku bagi laki-laki dan batasan minimal yang berlaku bagi perempuan. Dari sisi persentase, bagian minimal bagi perempuan adalah 33.3%, sedangkan bagian maksimal bagi laki-laki adalah 66.6%. Dalam pandangan Islam, tujuan akhir hukum adalah keadilan, sehingga yang harus dicapai oleh sebuah sistem hukum universal mesti berorientasi pada keadilan terhadap manusia dan keadilan terhadap Tuhan. Islam sangat memperhatikan keadilan ketika menetapkan hukum waris. Jika sebelum Islam datang, perempuan tidak pernah dipertimbangkan untuk menjadi ahli waris (bahkan menjadi barang yang diwariskan), maka setelah Islam datang Allah mengangkat derajat perempuan dengan menjadikan perempuan sebagai ahli waris dan mendapatkan bagian harta waris. Namun dengan berkembangnya waktu dan zaman, hukum waris tersebut dirasa tidak mampu menjawab masalah yang timbul pada saat ini. Perempuan saat ini telah mengalami banyak kemajuan, ia tidak hanya berkiprah dalam ranah domestik saja namun juga publik. Perempuan ikut bekerja dan menanggung beban nafkah keluarga. Konsep batas maksimal dan batas minimal dalam waris yang ditawarkan oleh Muhammad Syahrur dianggap sangat fleksibel dalam menjawab permasalahan hukum waris saat ini.Konsep kewarisan Islam telah dipresentasikan dalam teks-teks yang rinci, sistematis, konkret dan realistis. Hal ini berimplikasi pada keyakinan ulama tradisionalis bahwa konsep kewarisan Islam tidak dapat berubah dan menolak segala ide pembaharuan. Salah satu ulama kontemporer yang melakukan kritik terhadap hukum waris Islam adalah Muhammad Syahrur. Syahrur menyatakan bahwa ayat waris yang ada dalam al-Qur’an menjelaskan tentang batasan maksimal yang berlaku bagi laki-laki dan batasan minimal yang berlaku bagi perempuan. Dari sisi persentase, bagian minimal bagi perempuan adalah 33.3%, sedangkan bagian maksimal bagi laki-laki adalah 66.6%. Dalam pandangan Islam, tujuan akhir hukum adalah keadilan, sehingga yang harus dicapai oleh sebuah sistem hukum universal mesti berorientasi pada keadilan terhadap manusia dan keadilan terhadap Tuhan. Islam sangat memperhatikan keadilan ketika menetapkan hukum waris. Jika sebelum Islam datang, perempuan tidak pernah dipertimbangkan untuk menjadi ahli waris (bahkan menjadi barang yang diwariskan), maka setelah Islam datang Allah mengangkat derajat perempuan dengan menjadikan perempuan sebagai ahli waris dan mendapatkan bagian harta waris. Namun dengan berkembangnya waktu dan zaman, hukum waris tersebut dirasa tidak mampu menjawab masalah yang timbul pada saat ini. Perempuan saat ini telah mengalami banyak kemajuan, ia tidak hanya berkiprah dalam ranah domestik saja namun juga publik. Perempuan ikut bekerja dan menanggung beban nafkah keluarga. Konsep batas maksimal dan batas minimal dalam waris yang ditawarkan oleh Muhammad Syahrur dianggap sangat fleksibel dalam menjawab permasalahan hukum waris saat ini.

Copyrights © 2022






Journal Info

Abbrev

jaksya

Publisher

Subject

Religion Neuroscience

Description

JAKSYA : The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law, Merupakan Jurnal yang diterbitkan oleh Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban. Artikel yang dimuat didalam jurnal Jaksya melingkupi hukum Islam dan hukum perdata ...