Jurnal Lakidende Law Review (DELAREV)
Vol. 1 No. 2 (2022): DELAREV (AGUSTUS)

KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA TERHADAP PEMBERI DAN PENERIMA GRATIFIKASI BERDASARKAN UU NO. 31 TAHUN 1999 JUNCTO UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (DALAM RANGKA PEMBAHARUAN REGULASI GRATIFIKASI DI INDONESIA)”

Alvan Kharis (Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara)



Article Info

Publish Date
25 Aug 2022

Abstract

Berdasarkan hasil kajian dapat diketahui bahwa gratifikasi diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang memberikan sanksi bagi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara sebagai penerima Gratifikasi berdasarkan ketentuan Pasal 12 huruf (a) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman sanksi pidana penjara maksimal seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), sedangkan pemberi gratifikasi hanya dikenakan sanksi pidana yang lebih ringan berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu ancaman sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Padahal pemberi gratifikasi merupakan causa Proxima (asal mula) penyebab terjadinya tindak pidana gratifikasi. Alasan pengaturan ancaman sanksi pidana yang lebih berat terhadap penerima gratifikasi dikarenakan penerima gratifikasi merupakan pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara yang menjalankan tugas negara, namun yang juga menjadi masalah bahwa di dalam Pasal 5 ayat (2) juga mengatur sanksi pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai penerima gratifikasi yang justru ancaman sanksi pidananya sama dengan ancaman sanksi pidana bagi pemberi gratifikasi dalam Pasal 5 ayat (1) dengan sistem perumusan sanksi pidana yang berbeda dengan Pasal 12 huruf (a). Didalam Pasal 12 huruf (a) sistem rumusan sanksi pidananya bersifat “kumulatif”, sedangkan Pasal 5 ayat (2) bersifat “kumulatif- alternatif “ . Pasal 12 huruf (a) dengan Pasal 5 ayat (2) yang mengatur perbuatan yang serupa akan tetapi dengan sistem perumusan sanksi pidana yang berbeda ditambah dengan ancaman sanksi pidana bagi pemberi gratifikasi dan penerima gratifikasi yang demikian berbeda akan menimbulkan ketidakadilan dalam penerapannya. Oleh karena itu menurut penulis Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkhusus pada Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 12 huruf (a) perlu dilakukan “law reform” sebagai upaya pembaharuan regulasi gratifikasi di negara Indonesia, karena regulasi yang demikian buruknya dalam penegakan hukum tidaklah akan mampu melahirkan suatu keadilan,sedangkan keadilan hukum itu sendiri merupakan tujuan hukum yang paling utama dalam penegakan hukum.

Copyrights © 2022






Journal Info

Abbrev

go

Publisher

Subject

Law, Crime, Criminology & Criminal Justice

Description

Jurnal Lakidende Law Review (DELAREV) diterbitkan Fakultas Hukum Universitas Lakidende. Jurnal ini didedikasikan sebagai media pembahasan hukum yang berisi artikel atau hasil peneltian yang ditulis oleh para ahli, ilmuwan, praktisi, reviewer dan mahasiswa di bidang hukum. Jurnal Lakidende Law Review ...