Perkawinan adalah sebuah perjanjian yang sakral. Oleh sebab itu, institusi perkawinan harus dihormati, dilaksanakan dan dilestarikan oleh kaum Muslimin sebagai bentuk pengejawantahan rasa cinta umatnya terhadap sunnah Nabi Muhammad SAW. Perkawinan dalam ajaran Islam sarat dengan aturan-aturan syari’at yang sudah baku, yang terdiri dari syarat-syarat dan rukun nikah yang telah diajarkan oleh Rasulullah, yang harus diikuti dan dipedomani oleh setiap umatnya. Namun, fenomena sekarang ini terdapat kasus yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dimana seorang ayah kandung enggan menikahkan anak perempuannya dengan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan syara’ sehingga anaknya tersebut mengajukan permohonan penetapan wali adhal ke Mahkamah Syar’iyah. Maka di sini penulis mengangkat permasalahan tersebut dalam rumusan masalah, bagaimana kedudukan seorang wali yang menolak menikahkan anak perempuannya. Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif karena untuk mendapatkan data, penulis melakukan studi kepustakaan. Dari hasil penelitian ini, maka penulis menghasilkan temuan bahwa kedudukan wali yang enggan menikahkan anaknnya akan berpindah kepada wali hakim berdasarkan putusan hakim pada Mahkamah Syar’iyah, dan yang menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan pada perkara wali adhal adalah alasan wali menolak menikahkan anaknya tidak sesuai dngan syara’ dan ketidakhadiran wali dalam persidangan.
Copyrights © 2020