Bumi ibarat sebuah kapal di tengah Samudera Atlantik dan kita sebagai makhluk hidup adalah para penumpang kapal tersebut. Sekali kapal tenggelam, maka hidup para penumpang berakhir. Krisis lingkungan hidup terjadi di berbagai belahan dunia, akibat sistem ekonomi yang hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya, menggerus sumber daya bumi dan mengesampingkan persoalan ekologis. Selain itu pertumbuhan penduduk bumi terjadi begitu cepat, angka kemiskinan meningkat sehingga pemerintah negara-negara kewalahan dalam memenuhi kebutuhan warganya. Terjadi banyak kerusakan lingkungan. Suhu bumi memanas akibat perubahan iklim yang ekstrim. Bumi, tempat tinggal kita sedang sekarat. Tindakan “Menurunkan perahu-perahu penyelamat” sebagai upaya pencegahan terhadap semakin banyaknya korban dari krisis ekologis perlu dilakukan. Berbagai upaya telah dilakukan semua pihak untuk menanggulangi krisis lingkungan hidup. Tidak terkecuali Gereja sebagai salah satu lembaga teologis telah mengupayakan berbagai hal dalam menyikapi permasalahan ekologis. Dalam hal ini salah satu opsi yang dapat dilakukan adalah membangun paradigma berteologi kontekstual yang prihatin terhadap krisis lingkungan hidup. Dalam upaya membangun paradigma teologi kontekstual, kearifan lokal budaya dan tradisi luhur nenek moyang akan sangat berguna. Cerita “Menipu Padi” dalam budaya nenek moyang masyarakat tradisional di Ranteberang – Buntumalangka mengisyaratkan pesan: bahwa manusia dan alam (termasuk lingkungan hidup) adalah sesama ciptaan Tuhan yang hidup dan berpredikat baik. Dengan relasi semacam ini, maka manusia akan lebih menghargai alam dan lingkungan hidup secara bertanggung jawab”.
Copyrights © 2021