Juke
Vol 5, No 9 (2015)

Obesitas dan Stres Oksidatif

Tiwuk Susantiningsih (Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung)



Article Info

Publish Date
15 Mar 2015

Abstract

Penderita obesitas meningkat pesat akhir-akhir ini baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia prevalensi obesitas cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Obesitas memegang peran penting dalam patogenesis berbagai kejadian penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, hipertensi, proses penuaan, serta kanker. Obesitas juga dihubungkan dengan terjadinya penyakit kardiovaskuler seperti penyumbatan pembuluh darah, hiperlipidemik, aterosklerosis, dan stroke. Pada keadaan obesitas bisa memicu timbulnya keadaan stres oksidatif karena ketidakseimbangan prooksidan dan antioksidan di dalam tubuh. Obesitas erat kaitannya dengan stres oksidatif, dikarenakan adanya peranan cAMP (cyclic Adenosin Mono Phosphat) dalam pengaturan keseimbangan energi. Jaringan adiposa selain berperan sebagai tempat penyimpanan energi juga berfungsi sebagai organ endokrin, yang  bertanggung jawab terhadap patofisiologi stres oksidatif serta sindrom metabolik dan kelainan kardiovaskular. Pada keadaan obesitas terjadi proses inflamasi, lipogenesis yang berlebihan, penghambatan lipolisis, serta meningkatkan apoptosis adiposit. Obesitas akhirnya meningkatkan pelepasan Reactive Oxygen Species (ROS) dan akan menyebabkan suatu kondisi yang disebut dengan stres oksidatif. Stres oksidatif adalah keadaan saat jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kemampuan tubuh untuk menetralkannya. Pada kondisi stres oksidatif akan menyebabkan kerusakan sel, jaringan atau organ yang kemudian bisa memicu terjadinya penyakit-penyakit degeneratif. Simpulan, obesitas memicu proses inflamasi dan kelainan metabolisme yang akan mengakibatkan peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif yang berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan sel dan jaringan serta memicu munculnya penyakit-penyakit degeneratif. [JuKe Unila 2015; 5(9):89-93]

Copyrights © 2015