Kemajuan teknologi menyebabkan perubahan pola masyarakat dalam mengonsumsi berita. Kini masyarakat lebih senang membaca berita lewat kanal pribadi di media sosial, salah satunya adalah grup WhatsApp. Masalah terjadi ketika mereka berdiskusi dalam suatu grup yang bersifat homogen. Tidak adanya argumen pembanding dapat menyebabkan munculnya suatu keyakinan palsu akan suatu hal. Artikel ini mencoba memberikan penjelasan atas fenomena ini dengan menggunakan lensa komunikasi secara ritual. Komunikasi ritual memandang sebuah berita bukan merupakan perpanjangan suatu informasi, namun untuk memelihara tatanan sosial masyarakat dalam suatu waktu. Peneliti menggunakan wawancara mendalam untuk mengetahui bagaimana grup WhatsApp pengajian membahas Pilkada DKI Jakarta 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berita yang tersebar di grup WhatsApp menimbulkan kekacauan dan kecemasan, namun interaksi di grup WhatsApp memberikan perasaan tertib. Kebanyakan anggota grup WhatsApp juga aktif dalam menyebarkan pesan sebagai pencerahan kepada sesamanya. The advancement of technologies has led to a shift on the way of consuming news. Today, people prefer reading news through their personal channels in social media network, one of them is WhatsApp group. Problems occur when they chat in a relatively homogenous group. The absence of counter arguments can lead to strong beliefs about something. This article tries to explain the phenomenon by using ritual communication lens. Ritual communication does not see message as an extension of information, but to maintain the social order of society at a time. Researchers use in-depth interviews to find out how WhatsApp group of Quranic readers discuss the 2017 Jakarta election. The results show that the news spread across WhatsApp groups spark chaos and anxiety, but the interaction among WhatsApp group members gives a sense of orderliness. Most members of the WhatsApp group are also active in spreading message to enlighten others.
Copyrights © 2017