Bermula dari dikotomi keilmiahan antara sastra dan sejarah, mana yang lebih ilmiah dan hanya sekedar seni, mendorong peneliti untuk mengaitkan keduanya guna membedah karya sastra. Sastra yang bersifat kemanusiaan dan memiliki dimensi personal dan sosial, serta sejarah yang mampu menguatkan muatan sosial dan humanistik sebuah karya menunjukkan bahwa adanya pengaruh keyakinan-keyakinan sejarawan yang ia curahkan untuk memperindah cerita atau menegaskan suatu opini. Pada penelitian kualitatif ini, peneliti akan menyelidiki pemikiran Buya Hamka dan novelnya melalui kajian historiografi dan pendekatan atropologi. Dengan demikian, subyektivitas sejarawan akan terlihat dari penulisannya. Objek yang digunakan pada penelitian ini yaitu novel Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Derwicjk yang sarat akan pesan-pesan nilai budaya Minangkabau, pengetahuan sejarah dan estetika sastra. Dari hasil pengkajian, peneliti menemukan persoalan budaya minangkabau yang menjadi dasar pemikiran Hamka, serta penggambaran romansa cinta yang diperjuangkan oleh Zainuddin dan Hayati yang digambarkan Hamka dalam karyanya menguatkan kaitan antara sastra dan sejarah. Dapat ditarik kesimpulan bahwa eksistensi keilmiahan antara sastra dan sejarah bukanlah suatu dikotomi, dan bahkan karya sastra dan pengetahuan sejarah dapat berjalan beriringan dalam membentuk kehidupan kemanusiaan masyarakat yang lebih baik. Karya sastra Hamka yang subjektif dan imajinatif justru dapat digunakan sebagai fasilitas pembelajaran sejarah dengan menggunakan bahasa romansa cinta.
Copyrights © 2023