<![CDATA[Abstract The religious phenomenon has recently experienced interesting developments and dynamics, and even some religious sects often respond to it with attitudes of radicalism and extremism. One of the appropriate traditions to ward off radicalism and extremism in Majelis Taklim, which is non-formal education in society, is dialogue with a focus on strengthening Aswaja values which include the values of tawasuth, tasamuh, tawazun, and amar ma'ruf nahi mungkar. This community service uses the Participatory Action Research (PAR) method. The cycle used as a benchmark for the success is the cycle to Know, to Understand, to Plan, to Action and to Reflection. The result of community service is that the community can understand and practice Aswaja values, so that they can ward off ideas of radicalism and extremism and create harmony in society, especially in Purwosari, North Metro, Metro City. Keywords: Mentoring, Majelis Taklim, Aswaja Values. Abstrak Fenomena keberagamaan akhir-akhir ini mengalami perkembangan dan dinamika yang menarik, bahkan beberapa aliran dalam keagamaan sering menyikapinya dengan sikap radikalisme dan ekstrimisme. Salah satu tradisi yang tepat untuk menepis paham-paham radikalisme dan ekstrimisme pada Majelis Taklim yang merupakan pendidikan non formal di masyarakat adalah berdialog dengan fokus penguatan nilai-nilai Aswaja yang mencakup nilai tawasuth, tasamuh, tawazun, dan amar ma’ruf nahi mungkar. Pengabdian kepada masyarakat ini menggunakan metode Participatory Action Research (PAR). Siklus yang dijadikan tolak ukur keberhasilan yaitu dengan siklus to Know, to Understand, to Plan, to Action dan to Reflection. Hasil dari pengabdian kepada masyarakat yaitu masyarakat dapat memahami dan mengamalkan nilai-nilai Aswaja, sehingga dapat menepis paham-paham radikalisme dan ektrimisme serta memunculkan keharmonisan dalam bermasyarakat khususnya di Purwosari Metro Utara Kota Metro. Kata Kunci: Pendampingan, Majelis Taklim, Nilai-nilai Aswaja.]]>
Copyrights © 2024
