JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH)
Vol 5, No 2 (2012)

PELATIHAN PARADIGMA DAN METODE PEMBELAJARAN

Edy Subali (Unknown)
Enie Hendrajati (Unknown)



Article Info

Publish Date
02 Nov 2012

Abstract

Persoalan yang dihadapi dunia pendidikan kita di antaranya sikap pembelajar terhadapproses pembelajaran relatif kuang positif. Mereka tampaknya hanya bersekolah, belumbelajar. Bersekolah hanyalah seperti mengikuti tahapan-tahapan menjalani kehidupansaja,   layaknya   jarum jam yang bergerak tanpa   ruh.Rasa ingin bisanya (tujuanpsikomotor) cenderung sangat rendah. Ditandai oleh takut mencoba, takut salah, takutmalu jika tidak bisa. Seolah-olah salah itu tidak boleh, pertanda bodoh bahkan goblok.Akibat lanjutannya, kebiasaan yang cenderung terbentuk adalah mencari jalan pintas,seperti menyontek, mencontoh persis, kopi-paste, “bacem”, dan membeli ke biro jasaskripsi. Bibit-bibit untuk membentuk manusia dengan karakter suka menerabas, tidakpeka mutu, tidak disiplin murni bahkan watak hipokrit sudah tampak menggejala. Tidakbermental pegulat atau pengarum jeram. Bermental penerabas. Variabel yang menjadipenyebabnya tentu sangat kompleks. Jangan-jangan budaya seneoritas, feodalisme, santunke atas telah ikut mengantar paradigma botol kosong yang harus diisi ke dalam duniapendidikan. Guru dan sekolah layaknya penguasa yang “leluasa” membentuk, mencetaklulusan. Globalisasi menginspirasi elit pendidikan kita untuk memperbarui paradigmapembelajaran, yang berakibat pada perubahan kurikulum, silabus, rencana pelaksanaanpembelajaran (RPP), termasuk juga pendekatan dan metode pembelajarannya. Denganparadigma pembelajaran bahwa siswa laksana butiran emas yang masih penuh lumpurmaka prinsip yang perlu dijadikan kesadaran oleh para pendidik adalah bebaskan anak-anak dari “penjajahan” sekolahan, termasuk oleh gurunya. Pendekatan penggalian danpengembangan potensi (butiran emas) oleh dirinya sendiri secara konsistenharusditanamkan dan digalakkan. Guru dan manajemen sekolah hanya memfasilitasi agartercipta atmosfer pembelajaran yang menyenangkan sehingga sekolah dan ruang-ruangkelas laksana lahan subur yang di atasnya dapat tumbuh subur benih-benih unggul yangpenuh potensi. Guru bukan mengisi atau mengajar, tapi mengasah, mengasuh, menyulut,menyadarkan, memakcomblangi. Iklim atau suasana pembelajaran harus menyenangkan.Berarti, (a) fasilitas pembelajaran di sekolah harus memadai, (b) jumlah siswa per kelasjuga mempengaruhinya; semakin banyak jumlahnya semakin sulit mengendalikan danmembuat suasana pembelajaran menyenangkan; (c) gaya komunikasi verbal dannonverbal oleh guru, terutama dalam proses pembelajaran harus sirkuler bukan linier,harus demokratis bukan otoriter-doktriner, harus menyenangkan bukan membosankan danjuga harus bersifat keibuan atau kebapakan bukan kelaki-lakian, keras, kaku danmenakutkan.

Copyrights © 2012