cover
Contact Name
Ikhsan Fatah Yasin
Contact Email
jurnalaldaulah@gmail.com.
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalaldaulah@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Al-Daulah : Jurnal Hukum dan Perundangan Islam
ISSN : 20890109     EISSN : 25030922     DOI : -
Core Subject : Social,
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam (p-ISSN: 2089-0109 dan e-ISSN: 2503-0922) diterbitkan oleh Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya pada bulan April 2011. Jurnal ini terbit setiap bulan April dan Oktober, dengan memuat kajian-kajian tentang tema hukum dan Perundangan Islam. Jurnal ini terakreditasi pada 1 Desember 2015 sesuai Keputusan Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor: 2/E/KPT/2015.
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue " Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016" : 10 Documents clear
Piagam Madinah: Landasan Filosofis Konstitusi Negara DemokratisPIAGAM MADINAH: LANDASAN FILOSOFIS KONSTITUSI NEGARA DEMOKRATIS Jailani, Imam Amrusi
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.439 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.2.269-295

Abstract

Abstract: This article discusses Medina Charter as an alternative offer for the foundation of constitution of a democratic state. Medina charter is among the first written constitution in the world as it was formulated in 622 CE, about 15 centuries ago when written document was a luxury. The document was formulated by the Prophet Muhammad with tribal and religious leaders in Medina. It can be concluded that by that time the principle of democratic system already took place in pluralistic society of Medina. Prophet Muhammad showed a democratic leadership and tolerant toward everyone regardless of conviction and tribe. This contributed to the creation of harmonious and peaceful Medina. Keywords: Medina charter, constitution, democracy   Abstrak: Artikel ini membahas tentang Piagam Madinah sebagai landasan konstitusi negara demokratis. Piagam Madinah merupakan konstitusi tertulis pertama di dunia, yang lahir pada tahun pertama Hijrah (622 M), 15 abad yang lalu sebelum banyak masyarakat dunia mengenal konstitusi tertulis. Piagam Madinah atau Shahîfat al-Madînah, juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah ialah sebuah dokumen yang disusun oleh nabi Muhammad saw, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yasrib (Madinah). Hal tersebut menandakan bahwa sejak hijrah ke Madinah, nabi Muhammad saw telah mempraktikkan kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang demokratis di tengah masyarakat yang plural dengan aliran ideologi dan politik yang heterogen. Tipe kepemimpinan yang sangat demokratis dan toleran terhadap semua pihak, menjadikan semua penduduk merasa aman dan tenteram. Kata Kunci: Piagam Madinah, konstitusi, demokratis.
Konsep Islam dan Negara Menurut KH. Achmad Siddiq Mustofa, Muhammad
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.439 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.2.296-317

Abstract

Abstract: This article discusses the thought of KH. Achmad Siddiq (d. 1991) on the relationship between Islam and the state. He was the spiritual leader of Nahdlatul Ulama from 1984 to1991. He articulated Islam and Indonesia by actualizing the thought of Sunni Islam. He concludes that Islam and the state mutually beneficial. He (1) argues that Pancasila, the state philosophy, contains the principle of monotheism and humanism; (2) constructs pluralistic concept with trilogy of brotherhood, namely islamic brotherhood, national brotherhood, and humanistic brotherhood; (3) creates islam as rahmah li al-‘âlamîn (blessing for the worlds) and maintains the finality of unitary republic of Indonesia.he asserts that Islam and the state is mutually correlated, islam regulates norms and ethic whereas the state is responsible to actualizes those norms and ethic in form of regulatory framework. Thus, religion and the state fortifies each other’s function. Keywords: Islamic political thought, KH. Achmad Siddiq, Nahdlatul Ulama   Abtrak: Artikel ini membahas tentang pemikiran KH. Achmad Siddiq tentang Islam dan negara. KH. Achmad Siddiq berusaha mengaktualisasikan Islam dan keindonesiaan dalam format ajaran ahl al-sunnah wa al-jamâ’ah dalam bentuk simbiosis mutualistik berupa: 1) Memaknai Pancasila dengan konsep tauhid yang berbasis humanis, 2) Membangun konsep pluralistik dengan konsep trilogi ukhuwwahnya, yaitu; ukhuwwah Islâmiyyah, ukhuwwah wathaniyyah, dan ukhuwwah basyariyyah, 3) Mewujudkan Islam rahmah li al-‘âlamîn dengan bingkai negara Indonesia berbentuk NKRI yang final dalam usaha merealisasikan mashlahah ‘âmmah. Menurut K.H. Achmad Siddiq, negara dan agama sejatinya ada korelasinya, agama mengatur nilai-nilai kehidupan, di mana agama berperan dalam membentuk nilai-nilai etik, sedangkan negara bertugas mengaktualisasikan nilai-nilai etik dan moral dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Agama dan negara saling menguatkan fungsi masing-masing. Kata Kunci: Islam, negara, KH. Achmad Siddiq.
Peran Pemerintah Desa Glagahwangi Sugihwaras Bojonegoro dalam Pembangunan Desa Perspektif Fiqh Siyasah Kurniawan, Muchamad Mirsa
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.439 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.2.318-339

Abstract

Abstract: the role of village administration of Gagahwangi Sugihwaras Bojonegoro in implementing the village programs is discussed in this article from the perspective of Islamic political science. The performance of village administration is based on the Law 6/2014 on Village which distributes the village administration between village head and village consultative body. In Glagahwangi, it turns out that the role of village head is more dominant than Village consultative body. Villagers directly delivers their aspiration to village head who is proven to accommodate their aspiration. Whereas Village consultative body is only important in proposing the village head, forming village head election and formulating its statutes. From Islamic political science, the village administration of Glagahwangi has performed its duty to realize villagers’ good and to ensure the order  for the profane and religious affairs, therefore it is similar to the concept of ahl al-hall wa al-‘aqd. Keywords: Village administration, village programs, Islamic political science.   Abstrak: Artikel ini membahas tentang peran pemerintah desa Glagahwangi Sugihwaras Bojonegoro dalam pelaksanaan pembangunan desa perspektif fiqh siyâsah. Kinerja pemerintah desa Glagahwangi Sugihwaras Bojonegoro didasarkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam pelaksanaan pembangunan desa, peran kepala desa masih lebih dominan dibanding Badan Permusyawaratan Desa. Kebanyakan masyarakat menyampaikan aspirasinya kepada kepala desa yang dinilai proaktif dan mampu mengakomodasi aspirasi masyarakat. Adapun Badan Permusyawaratan Desa Glagahwangi bertugas mengusulkan pengangkatan kepala desa ketika akan habis masa jabatannya, membentuk panitia pemilihan kepala desa, dan menyusun tata tertib BPD. Dalam perspektif fiqh siyâsah, peran pemerintah desa Glagahwangi Sugihwaras Bojonegoro telah menjalankan tugas untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat, menjamin ketertiban urusan dunia dan urusan agama, sesuai dengan konsep imâmah dan ahl al-hall wa al-‘aqd. Kata Kunci: Pemerintah desa, pembangunan desa, fiqh siyâsah.
Analisis Fiqh Siyasah Terhadap Partai Politik Lokal di Nanggroe Aceh Darussalam Ismail, Moh. Sofyan
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.439 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.2.340-368

Abstract

Abstract: The existence of local political party is contradictory to the Law No. 2/2011 on Political Party in Article 2 (1a) and (3), but there are local political parties in the Special Province of Naggroe Aceh Darussalam. Likewise, all political parties must have national representative with office in the capital city. From the perspective of Islamic political science, local parties should be welcomed. Moreover, in the case the Special Province of Naggroe Aceh Darussalam the existence of local political parties is a solution to the armed rebellion in the province. Local parties will represent the interest of certain Acehnese, especially those who have strong ties with past rebellion and its goals. This assumption is based on the principle of Islamic political science of peace, consultation, brotherhood, unity, justice and commanding the good and preventing the evil. Key words: local political party, the Special Province of Naggroe Aceh Darussalam   Abstrak: Partai politik lokal di Nanggroe Aceh Darussalam tidak diperkenankan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Amanah undang-undang tersebut sebagaimana tertera dalam pasal 2 huruf (1a) dan huruf (3) undang-undang tersebut. Namun, dalam pasal 3 ayat 2 huruf d dan pasal 19 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik juga mengharuskan setiap partai politik untuk mempunyai kepengurusan di tingkat nasional yang berkedudukan di Ibu kota negara. Dalam fiqh siyâsah, pembentukan partai politik lokal di Nanggroe Aceh Darussalam diperbolehkan, karena partai politik lokal tersebut menjadi sebuah solusi terhadap konflik antara Gerakan Aceh Merdeka dan pemerintahan Indonesia dalam perdamaian melalui Memorandum of Understanding (MoU) di Helsinki. Hal tersebut didasarkan pada prinsip fiqh siyâsah yaitu; perdamaian, musyawarah, persaudaraan dan persatuan, keadilan, dan amar ma‟ruf nahi munkar. Kata kunci: fiqh siyâsah, partai politik lokal, Nanggroe Aceh Darussalam.
Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak Perspektif Maqasid Al-Syari’ah Musyafaah, Nur Lailatul
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.439 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.2.369-395

Abstract

Abstract: in the article election of head of lcal governments that will be held all at once will be discussed from the perspective of maqâshid al-syarî’ah (the ultimate goals of Islamic law). The legal basis of the election is the Law NO. 8/2015 on the amendment of Law No. 1/2014 on the effectiveness of Government Regulation in Lieu of Law No. 1/2014 on the Election of Governors, District heads and Mayors. Based on the maqâshid al-syarî’ah, this all at once election relates to the preservation of community in realizing the five basic principle of Islamic law hifz al-dîn, hifz al-nafs, hifz al-aql, hifz al-‘ird, hifz al-mâl. Although this kind of election is unprecedented in Islamic history, its implementation in Indonesia complies with the ultimate goals of Islamic law to achieve the common good, justice, legal equality of rights and duties and accountability. Keywords: all at once local government election, maqâshid al-syarî’ah   Abstrak:  Artikel ini membahas tentang pemilihan umum kepala daerah serentak perspektif maqâshid al-syarî’ah. Pemilihan umum kepala daerah serentak dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 tentang P erubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang  Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Berdasarkan maqâshid al-syarî’ah pemilukada serentak berkaitan dengan hifz al-ummah untuk mempertanggungjawabkan lima hal: hifz al-dîn, hifz al-nafs, hifz al-aql, hifz al-‘ird, hifz al-mâl. Meskipun pemilukada secara langsung yang bersifat serentak belum ada dalam sejarah pemerintahan Islam, tetapi pelaksanaannya di Indonesia sesuai dengan tujuan syariat untuk mencapai kemaslahatan hidup bagi diri sendiri maupun orang lain, tegaknya keadilan, persamaan hak dan kewajiban dalam hukum dan saling kontrol di dalam masyarakat. Kata kunci: pemilihan umum kepala daerah, serentak, maqâshid al-syarî’ah.
Tugas dan Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilihan Presiden Perspektif Fiqh Dustûriy Sobiroh, Dwi Ayu
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.439 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.2.396-422

Abstract

the cases of electoral dispute is discussed in this article from the perspective of Islamic constitutional law. The article 23 C (1) of amended National Constitution 1945 gives the authority to the court to do this. In addition, Law no. 48 and 157, 2009 on Judicial Authority states that one of the authorities of Constitutional Court is to resolve electoral disputes, including presidential election. From the perspective of Islamic constitutional law, the authority of the Court is similar to that of wilayah al-mazalim that had the authority in deciding cases of injustice involving state officials or the breach of religious law by the caliph. Keywords: authority, Constitutional Court, the cases of electoral dispute, Islamic constitutional law   Abstrak: Artikel ini membahas tentang tinjauan fiqh dustûriy terhadap tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi dalam penyelesaian sengketa hasil pemilihan presiden. Ketentuan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 memberikan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus perselisihan hasil pemilu. Dalam undang-undang No 48 tahun 2009 N0 157 tentang kekuasaan kehakiman, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum di antaranya pemilihan presiden. Dalam fiqh dustûriy, penyelesaian sengketa hasil pilpres yang dilakukan oleh mahkamah konstitusi sesuai dengan konsep wilâyah al-mazâlim yang memiliki wewenang untuk memutuskan perkara apapun dalam bentuk kezaliman, baik yang menyangkut aparat negara ataupun yang menyangkut penyimpangan khalifah terhadap hukum-hukum syara’ atau yang menyangkut ma’na salah satu teks perundang-undangan. Kata Kunci: Wewenang, Mahkamah Konstitusi, sengketa pemilihan Presiden, fiqh dustûriy.
Kewenangan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan Perspektif Fiqh Siyasah Riwayadi, Untung
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.439 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.2.423-452

Abstract

Abstract: the office of Environment in Pasuruan district is appointed to assist the local government to in the issue of environment. Based on Law 32/2009, article 63 (3), the office determines the policy concerning environment-related permits, the enforcement of environmental regulation, facilitation of dispute resolution, management of environmental information, control of environmental impact in form of prevention, pollution rehabilitation and environmental damage. From the perspective of Islamic political science, the role of this office is similar to the role of wilâyah al-hisbah that had responsibility to al-amr bi al-ma’rûf wa al-nahy ‘an al-munkar (encourage community to do good and to avoid evil) Keywords: the office of environment, wilâyah al-hisbah.   Abstrak: Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Pasuruan berdasarkan Pasal 63 Ayat 3 UU No. 32 Tahun 2009, berwenang untuk membantu kepala daerah dalam bidang lingkungan, yaitu menentukan kebijakan tingkat kabupaten/kota dalam hal memberikan izin lingkungan, penegakan hukum lingkungan hidup, memfasilitasi penyelesaian sengketa, mengelola informasi lingkungan hidup, pengendalian dampak lingkungan dalam arti pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dalam kajian fiqh siyâsah, Kewenangan Badan Lingkungan Hidup (BLH) memiliki kesamaan dengan apa yang dilakukan oleh wilâyah al-hisbah dalam hal pengawasan masyarakat. Wilâyah al-hisbah memiliki tugas dan wewenang khusus mengajak kepada ummat melakukan al-amr bi al-ma’rûf wa al-nahy ‘an a-lmunkar bernama wilâyah al-hisbah. Tugas dab Wewenang Badan Lingkungan Hidup merupakan bagian dari melakukan al-amr bi al-ma’rûf wa al-nahy ‘an al-munkar. Kata kunci: Kewenangan, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Pasuruan, wilâyah al-hisbah.
Problematika Yuridis atas Kekerasan dalam Hukuman Mati Perspektif Fiqh Jinâyah syamsuri, syamsuri
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.435 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.2.453-476

Abstract

Abstract: in the decision of National General Assembly No. XVII/MPR/1988 and Law No. 39/2009 it is stated that the right to live is granted to all human being. Therefore, the protection of human soul is an inevitability. On the other hand, Indonesian criminal code and other special criminal law, such as Law No 20/2001 on Corruption eradication still adopted capital punishment. Therefore, there is a conflict in the implementation between protection of human rights and implementation of the criminal law. In the study of Islamic criminal law, capital punishment which is imposed to certain crimes, such as homicide, burglary, and rebellion is justified. Keywords: Problems of juridical, fiqh jinayah, violence, death penalty   Abstrak: Di dalam Tap. MPR No. XVII/MPR/1988 dan UU No. 39 Tahun 2009 disebutkan bahwa hak hidup adalah hak asasi yang dianugerahkan kepada semua manusia. Karenanya perlindungan terhadap jiwa manusia menjadi sesuatu yang niscaya. Di sisi lain, undang-undang di Indonesia mengadopsi penerapan hukuman mati seperti tertulis di KUHP maupun undang-undang lainnya seperti  dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang diperkuat dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang anti korupsi yang memperkenalkan hukuman mati untuk tindak pidana korupsi. Fakta tentang undang-undang yang memberikan peluang untuk melaksanakan hukuman mati tersebut telah menimbulkan konflik; apakah hukuman mati melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) atau sebaliknya? Dalam Kajian fiqh jinâyah, hukuman mati diterapkan untuk tindak pidana tertentu seperti pembunuhan, perampokan, pemberontakan dan lain–lain. Melalui perspektif fiqh jinâyah, hukuman mati dalam pasal 2 (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 adalah jenis hukuman yang dibenarkan dan tidak mempunyai potensi kekerasan. Kata Kunci: Problematika yuridis, fiqh jinâyah, kekerasan, hukuman mati.
Tindak Pidana Perkawinan Semu (Marriage Of Inconvenience) dalam Perspektif Hukum Islam Sinaulan, Ramlani Lina
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.439 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.2.477-503

Abstract

Abstract: Among the forms of quasi marriage is a temporary marriage between an Indonesian citizen or a foreigner holding stay permit with a foreigner who does not have a stay permit. This marriage is not a true marriage because it is meant to get stay permit in Indonesia. From legal perspective, this is a legal fraud. According article 135  Law 6/2011 on Immigration, those performing this marriage are punishable with imprisonment of maximum 5 (five) years or fined of maximum IDR 500.000.000,00 (five hundred million rupiahs). From Islamic perspective, a marriage is a fortified knot with the purpose of obeying God’s command and it is considered a devotion to God. A marriage is supposed to be forever, not temporary. Thus, this quasi marriage  is forbidden and those to breach is punishable with ta’zir. Keywords: foreigner quasi marriage, Islamic law, crime   Abstrak: Artikel ini membahas tentang tindak pidana perkawinan semu dalam perspektif hukum Islam. Perkawinan semu adalah perkawinan seorang warga negara Indonesia atau seorang asing pemegang izin tinggal dengan seorang asing lain dan perkawinan tersebut bukan merupakan perkawinan yang sesungguhnya, tetapi dengan maksud untuk memperoleh izin tinggal atau Dokumen Perjalanan Republik Indonesia. Dari sisi hukum, perkawinan itu merupakan bentuk penyelundupan hukum. Berdasarkan Pasal 135 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pelaku perkawinan semu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Menurut Islam, pernikahan adalah akad yang sangat kuat atau mîtsâqan ghalîzhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, bahwa suatu perkawinan memiliki spektrum jangka panjang dan bukan sementara. Dengan demikian, perkawinan semu hukumnya haram dan pelakunya bisa dihukum ta’zîr. Kata Kunci: Hukum Islam, tindak pidana, perkawinan semu.
Disparitas Putusan Hakim dalam Kasus Nikah Siri
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.439 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.2.504-532

Abstract

Abstract: this article discusses disparity of court verdict in unregistered marriage cases. The abundance of unregistered marriage is caused by among other things by the obscurity of legal substance of unregistered marriage. Admittedly, unregistered marriage has cause negative impacts, especially to wives and children. The obscurity is located not only is norms, but also in of legal substance as passed by judges. This, in turn, causes legal contradiction. Therefore, there should be a uniformity of judge decree  that will provides solution for this case, either consider  unregistered marriage as legal or illegal. Looking at the centrality of court verdict as providing vacuum of law and a tool of social engineering. Therefore, there will be legal certainty on unregistered marriage. Keywords:  judge verdict, unregistered marriage, legal certainty   Abstrak: Artikel ini membahas tentang disparitas putusan hakim tentang kasus nikah siri. Banyaknya perilaku nikah siri, salah satunya disebabkan karena adanya kesamaran substansi hukum dari nikah siri, sedangkan nikah siri sendiri telah banyak menimbulkan dampak buruk, terutama bagi anak dan isteri. Kesamaran substansi hukum ini tidak hanya dalam tataran norma saja (hukum in abstracto), tetapi juga dalam tataran putusan hakim (hukum in concreto), dengan adanya ketidakseragaman putusan hakim dalam nikah siri, bahkan cenderung kontradiktif. Karena itu perlu adanya kondisi ideal berupa putusan hakim yang memberikan solusi dengan memberikan keseragaman putusan berupa “nikah siri merupakan nikah yang sah”, atau “nikah siri merupakan nikah yang tidak sah”. Hal ini dengan melihat posisi strategis dari putusan hakim yang berfungsi sebagai “pengisi kekosongan hukum” dan “a tool of social engineering”. Dengan demikian akan terwujud kepastian hukum dari nikah siri. Kata Kunci: putusan hakim, nikah siri, kepastian hukum

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2016 2016


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 1 (2022): April Vol. 11 No. 2 (2021): Oktober Vol. 11 No. 1 (2021): April Vol. 10 No. 2 (2020): Oktober Vol. 10 No. 1 (2020): April Vol 9 No 01 (2019): April Vol. 9 No. 2 (2019): Oktober Vol. 9 No. 1 (2019): April Vol 8 No 1 (2018): April 2018 Vol. 8 No. 1 (2018): April 2018 Vol 8 No 02 (2018): Oktober Vol. 8 No. 2 (2018): Oktober Vol. 7 No. 2 (2017): Oktober 2017 Vol 7 No 2 (2017): Oktober 2017 Vol. 7 No. 1 (2017): April 2017 Vol 7 No 1 (2017): April 2017 Vol. 6 No. 2 (2016): Oktober 2016 Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016 Vol. 6 No. 1 (2016): April 2016 Vol 6 No 1 (2016): April 2016 Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015 Vol 5 No 2 (2015): Oktober 2015 Vol 5 No 1 (2015): April 2015 Vol. 5 No. 1 (2015): April 2015 Vol 4 No 02 (2014): Oktober 2014 Vol 4 No 02 (2014): Oktober 2014 Vol. 4 No. 02 (2014): Oktober 2014 Vol 4 No 01 (2014): April 2014 Vol 4 No 01 (2014): April 2014 Vol. 4 No. 01 (2014): April 2014 Vol 3 No 2 (2013): Oktober 2013 Vol. 3 No. 2 (2013): Oktober 2013 Vol 3 No 2 (2013): Oktober 2013 Vol 3 No 1 (2013): April 2013 Vol 3 No 1 (2013): April 2013 Vol. 3 No. 1 (2013): April 2013 Vol. 2 No. 2 (2012): Oktober 2012 Vol 2 No 2 (2012): Oktober 2012 Vol 2 No 2 (2012): Oktober 2012 Vol 2 No 1 (2012): April 2012 Vol. 2 No. 1 (2012): April 2012 Vol 2 No 1 (2012): April 2012 Vol 1 No 01 (2011): April 2011 Vol. 1 No. 01 (2011): April 2011 Vol 1 No 2 (2011): Oktober 2011 Vol 1 No 2 (2011): Oktober 2011 Vol. 1 No. 2 (2011): Oktober 2011 More Issue