Articles
658 Documents
KEBIJAKAN PENGAMPUNAN PAJAK (TAX AMNESTY) BERDASARKAN KEADILAN YANG MENDUKUNG IKLIM INVESTASI INDONESIA
Nabitatus Sa'adah
Masalah-Masalah Hukum Vol 46, No 2 (2017): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (518.417 KB)
|
DOI: 10.14710/mmh.46.2.2017.182-189
Kebijakan tax amnesty saat ini diragukan kemampuannya untuk mampu memberi peningkatan kontribusi terhadap penerimaan negara serta meningkatkan investasi di Indonesia. Kebijakan tax amnesty dianggap tidak memberi keadilan terhadap wajib pajak patuh. Hal yang perlu dikaji bagaimana kebijkan tax amnesty dikaitkan dengan asas keadilan? dan bagaimana model pengampunan pajak yang berkeadilan serta mampu meningkatkan iklim investasi di Indonesia ? Penelitian ini menggunakan metode pendekatan socio legal reseach.Kebijakan tax amnesty harus dipandang dari asas manfaat, yaitu peningkatan penerimaan negara. Upaya memberi keadilan, wajib pajak yang telah diampuni, harus membayar uang tebusan, serta harus ada komitmen penegakan hukum yang tegas. Peningkatan iklim investasi di Indonesia perlu didukung adanya kemudahan birokrasi perijinan, iklim politik yang kondusif, terjaminnya kerahasiaan dan kepastian hukum.
HUKUM SEBAGAI ALAT REKAYASA SOSIAL DALAM PRAKTEK BERHUKUM DI INDONESIA
H.Yacob Djasmani
Masalah-Masalah Hukum Vol 40, No 3 (2011): Masalah-Masalah Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (3919.932 KB)
|
DOI: 10.14710/mmh.40.3.2011.365-374
Law as tool of social engineering cannot be provided in Indonesia. It is because on the government perspective, law be regarded just a rule or act or legal, produced by legislation process. Law is used to support the government in the development process. Based on this perspective, law making is less from the pluralism society value. The positivism perspective is used in law making (deductive frame think) based on civil law system tradition. Law as tool of social engineering would be effective, if law making process give notice the customary law developing in society, caused its have arrangement capability to society. The government ,so that is way, must give space customary law to grow and be integrated as a part of national legal system.
REPRODUKSI KORUPSI : STUDI KASUS KORUPSI JAKSA URIP TRI GUNAWAN
J. Danang Widoyoko
Masalah-Masalah Hukum Masalah-Masalah Hukum Jilid 42, Nomor 1, Tahun 2013
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (3705.042 KB)
|
DOI: 10.14710/mmh.42.1.2013.13-22
Abstract Judicial system in Indonesia is one of the most corrupt institution. This paper investigates how corruption becomes systemic practice and how corruption reproduced particularly in the case of bribery by Urip Tri Gunawan. Using Anthony Giddens notion on social structure as rules and resources, this paper shows how corruption has embedded in the social structure in Attorney General Office and how corruption reproduce by the repetition of social practice in the daily life of agent. As corruption has became a practical consciousness among prosecutors, it is reproduced by prosectutors wihout any consideration or conscience. Corruption has became a common practice. Corruption eradication actually is a strategy to force the agent moves from practical consciousness to discursive consciousness. Keywords : Corruption, Reproduction, Social Practices, Structure Abstrak Sistem peradilan di Indonesia adalah salah satu lembaga yang paling korup. Tulisan ini mengkaji bagaimana korupsi menjadi praktik sistemik dan bagaimana korupsi direproduksi khususnya dalam kasus suap oleh Urip Tri Gunawan. Menggunakan pengertian Anthony Giddens pada struktur sosial sebagai aturan dan sumber daya, tulisan ini menunjukkan bagaimana korupsi telah tertanam dalam struktur sosial di Kantor Kejaksaan Agung dan bagaimana korupsi berkembang biak dengan pengulangan praktek sosial dalam kehidupan sehari-hari. Korupsi telah menjadi kesadaran praktis di kalangan jaksa, hal itu direproduksi oleh jaksa tanpa pertimbangan atau hati nurani. Korupsi telah menjadi praktek umum. Pemberantasan korupsi sebenarnya merupakan strategi untuk memaksa agen bergerak dari kesadaran praktis untuk kesadaran diskursif. Kata Kunci : Korupsi, Reproduksi, Praktik Sosial, Struktur
ROYALTI HAK CIPTA SEBAGAI OBYEK JAMINAN FIDUSIA
Djoko Hadi Santoso;
Agung - Sujatmiko
Masalah-Masalah Hukum Vol 46, No 3 (2017): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (487.189 KB)
|
DOI: 10.14710/mmh.46.3.2017.198-204
Royalti Hak Cipta sebagai hak tagihan dari perjanjian Lisensi yang merupakan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan yang biasanya dibayarkan sebagai kompensasi dari pemberian ijin atau lisensi dari pemilik atau pemegang hak cipta kepada pihak lain. Royalti merupakan aset tidak berwujud yang berisi klaim atas tagihan uang di masa datang dapat diasumsikan sebagai aset keuangan. Aset adalah hal yang bernilai ekonomis yang dimiliki oleh penulis buku berupa uang dari prosentase harga jual buku dikalikan jumlah buku yang terjual. Semakin laku bukunya, akan semakin besar juga prosentase penerimaan uang oleh penulis buku, demikian juga sebaliknya. Sehingga jelas bahwa Royalti memiliki nilai ekonomis tersebut, sehingga termasuk karakteristik suatu benda yang dapat digunakan sebagai obyek jaminan utang yaitu apabila benda tersebut mempunyai nilai ekonomis dan dapat dipindah tangankan dalam artian suatu saat apabila debitor tidak dapat melunasi utangnya, benda tersebut dapat dijual oleh bank.Perjanjian yang dapat dibuat untuk pelaksanaan Royalti Hak Cipta sebagai benda tidak berwujud dan penjelasan mengenai eksekusinya yang paling tepat dengan Undang – Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
MEMBANGUN LEGAL BASIS PENGISIAN JABATAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
Retno Mawarini Sukmariningsih
Masalah-Masalah Hukum Vol 44, No 3 (2015): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (4123.644 KB)
|
DOI: 10.14710/mmh.44.3.2015.364-371
Civil servants management at the Regional Agencies implemented by local governments in accordance with the legislation., The substance of the requirements for filling the positions (Contract Position Determination and Structural), can be set at the level of local regulations. A Civil State Apparatus in addition to unifying the nation primarily as a public servant and qualified professionals. In building the legal basis of structural filling positions, especially at the local level through the establishment of regional regulation is not easy, a fact often creates debate table because political aspects are the dominant rather than normative aspects required in forming the Government Area and the persistence of attitudes like and dislike.
CALON PERSEORANGAN DALAM PILKADA (ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MK RI NOMOR 5/PUU-V/2007)
Tundjung Herning Sitabuana
Masalah-Masalah Hukum Masalah-Masalah Hukum Jilid 42, Nomor 2, Tahun 2013
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (2308.993 KB)
|
DOI: 10.14710/mmh.42.2.2013.204-210
Abstract The right to participate in the government is a constitutional right of every citizen of Indonesia, which recognized and guaranteed by Article 27 Paragraph (1), and Article 28 D Paragraph (1) and (3) of the UUD NRI Tahun 1945. Thus, the Putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007 which opened the opportunity for individual candidates who meet the requirements (as referred to in Article 58 of UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) to advance in a Pilkada (regional election) is sync with the UUD NRI Tahun 1945. Keywords: individual candidates, pilkada (regional election) Abstrak Hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan adalah hak konstitusional yang dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia, yang diakui dan dijamin oleh Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28 D ayat (1) dan (3) UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, Putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007 yang membuka kesempatan bagi calon perseorangan yang memenuhi persyaratan (sebagaimana diatur dalam Pasal 58 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) untuk maju dalam Pilkada telah sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945. Kata kunci: calon perseorangan, pilkada
POLITISASI HAK PENGELOLAAN (HPL) DALAM SISTEM HUKUM PERTANAHAN NASIONAL
Bambang Sadono
Masalah-Masalah Hukum Vol 39, No 4 (2010): Masalah-Masalah Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (2262.395 KB)
|
DOI: 10.14710/mmh.39.4.2010.372-377
To facilitate the economic development, the government of the New Order era (1966-1998) practised the Agrarian Law politicization. Politicization of the policy include In setting the Management Authority (Hak Pengelolaan-HPL). HPL has no legal basis in accordance with the hierarchy of procedural legislation, and in substance are also contrary to the fundamental purpose of basic regulation. As a result, causes a lot of controversy and problems in practice. Many cases due to HPL, happens every where. The presence of HPL should be straightened out, especially in term of legal system, given the correct legal basis, or eliminated altogether
UPAYA PEMBENTUKAN PERILAKU PENEGAK HUKUM YANG ANTI KORUPSI MELALUI REKAM SIDANG TIPIKOR
Ridwan Ridwan
Masalah-Masalah Hukum Vol 43, No 3 (2014): Masalah-Masalah Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (94.171 KB)
|
DOI: 10.14710/mmh.43.3.2014.404-410
Corruption is a criminal act. Corruption causing state unable to fulfill its legal duty; to protect and to welfare his society, in those conditions states wouldn't be able delivering happiness for the people. Corruption recently in Indonesia is involving all society element, including the law enforcement officer. Furthermore, some verdicts describing un- responsive and un-progressive decisions, then make this verdict having no quality and fairness. These realities, motivating KPK RI (.....) take some real steps in preventing and combating corruption through court recording activity in any corruption case at the court; prosecutor could be from KPK or district attorney with specific circumstances, the case get much public attention; because of its actor or how big government loss. Court records during court session over corruption case has improved some law enforcement officer behavior for not doing corruptive. It has also become an effective tool for arising social control which is a part of corruption eradicating.
STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE
Siti Mahmudah;
Siti Malikhatun Badriyah;
Bambang Eko Turisno;
Amiek Soemarmi
Masalah-Masalah Hukum Vol 48, No 4 (2019): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (279.081 KB)
|
DOI: 10.14710/mmh.48.4.2019.393-401
Pemanfaatan hutan mangrove merupakan hak masyarakat yang dijamin dalam Undang-Undang, yang memerlukan pemberdayaan masyarakat. Pembahasan ini ditujukan untuk mengetahui strategi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove dengan metode penulisan yuridis normatif, spesifikasi penulisan deskriptif analitis yang menggunakan data sekunder, analisis kualitatif. Strategi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove melalui metode persuasif, edukatif, dan fasilitatif yang terdapat dalam kemitraan usaha dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang dilaksanakan dengan PP No 17 Tahun 2013 dimana dapat dilaksanakan dengan berbagai pola kemitraan. Pola-pola kemitraan tersebut dapat digunakan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir pengelola hutan mangrove, pemilihan pola kemitraan yang akan digunakan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat.
PENGUATAN EKSISTENSI KELEMBAGAAN KOMNAS HAM DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
Rommy Patra
Masalah-Masalah Hukum Masalah-Masalah Hukum Jilid 41, Nomor 2, Tahun 2012
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (3045.238 KB)
|
DOI: 10.14710/mmh.41.2.2012.209-217
Abstract: National Commission on Human Rights (Komnas HAM) as a national human rights institutions in Indonesia is an independent agency whose function is to provide protection and enforcement of human rights. Institutional existence of Komnas HAM still has some weaknesses that have not been effective in carrying out its duties and functions. Hence the need for institutional strengthening of Komnas HAM in the state system of Indonesia. Keyword: National Commission on Human Rights, existence, institutional strengthening Kata Kunci: Komnas HAM, eksistensi, penguatan kelembagaan Abstrak: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai institusi nasional HAM di Indonesia adalah lembaga independen yang berfungsi untuk memberikan perlindungan dan penegakan HAM. Eksistensi kelembagaan Komnas HAM masih mengandung sejumlah kelemahan sehingga belum efektif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu dibutuhkannya penguatan kelembagaan Komnas HAM dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Kata Kunci: Komnas HAM, eksistensi, penguatan kelembagaan