cover
Contact Name
LPM Gema Keadilan
Contact Email
redaksi.jurnal.gk@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
korneliusbenuf@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Gema Keadilan
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 08520011     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Gema Keadilan ( ISSN: 0852-0011) merupakan Jurnal yang diterbitkan oleh LPM Gema Keadilan, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro. Pembahasan meliputi masalah pembangunan hukum dan perubahan sosial di Indonesia. Berisi tulisan ilmiah populer, ringkasan hasil penelitian, survei, hipotesis, atau gagasan orisinal yang kritis dan segar. Redaksi mengundang para intelektual, cendekiawan, dan aktivis mahasiswa untuk berdiskusi dan menulis secara bebas dan kreatif sembari berkomunikasi dengan masyarakat luas. Dilarang mengutip, menerjemahkan, atau memperbanyak kecuali dengan izin tertulis dari Lembaga Pers Mahasiswa Gema Keadilan.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 1 (2016): Gema Keadilan" : 9 Documents clear
Sengkarut Resistensi Pembangunan Jakarta: Dinamika Sinergisitas Pembangunan antara Kepentingan Pemerintah dengan Masyarakat Belle Risca Junia
Gema Keadilan Vol 3, No 1 (2016): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1027.913 KB) | DOI: 10.14710/gk.2016.3637

Abstract

Pembangunan nasional pada dasarnya sangat membutuhkan kesinergian antara masyarakat dan Pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama dalam pembangunan dan Pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan Pemerintah harus saling menunjang, mengisi, dan melengkapi dalam mewujudkan pembangunan nasional. Namun, implementasi pembangunan yang digencarkan pihak-pihak tertentu kerap tidak menemui titik temu dalam menyelaraskan dua kepentingan yang berbeda, yaitu pihak Pemerintah dan masyarakat. Karena kepentingan yang dirasa berbeda inilah masyarakat menolak pembangunan yang dirasa 'mengoyak' kepentingan mereka. Penolakan inilah yang diwujudkan dalam resistensi. Pola pembangunan yang bersifat top-down sudah lama dan masih cenderung diterapkan di Indonesia. Pembangunan top-down ini didasarkan pada perencanaan elitis yang sering mengabaikan dan mengeksklusi kepentingan kelas bawah. Hingga saat ini, Indonesia masih mengalami berbagai dinamika pembangunan yang dilakukan berbagai pihak di berbagai wilayah dan daerah yang kerap terjadi, penggusuran mengatasnamakan kepentingan umum dan berdalih demi pembangunan. Contohnya, di Jakarta, dalam setahun tidak hanya ada satu, dua, tetapi bahkan belasan kasus penggusuran. Berdasarkan catatan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, terjadi 113 kasus penggusuran pada tahun 2015.Kata kunci: Sengkarut, resistensi, pembangunan, sinergi, masyarakat, pemerintah, kepentingan.
Perencanaan Tata Guna Lahan Dalam Pembangunan di Indonesia Tities Asrida
Gema Keadilan Vol 3, No 1 (2016): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1068.235 KB) | DOI: 10.14710/gk.2016.3638

Abstract

Resistensi pembangunan merupakan polemik yang senantiasa bergulir di dalam masyarakat. Resistensi ini dipicu dari ketidaksetujuan masyarakat terhadap kebijakan pembangunan yang dibuat oleh Pemerintah. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut perlu ditinjau dari aspek filosofi dan konsep kebijakan pemanfaatan tanah untuk kepentingan rakyat, hakikat peran Negara sebagai pemegang kewenangan pengelolaan tanah, serta urgensi perencanaan tataguna lahan. Konsep pemanfaatan tanah untuk kepentingan rakyat juga didukung dengan adanya konsep negara kesejahteraan atau dapat disebut juga sebagai konsepsi Pancasila. Konsepsi Pancasila menitikberatkan pada keadilan sosial yang dalam konteks ini terwujud dalam fungsi sosial tanah. Untuk mencapai tujuan keadilan sosial tersebut perlu adanya perhatian lebih dari Pemerintah serta dukungan dari masyarakat terutama dalam hal perencanaan tataguna lahan untuk pembangunan.Kata kunci: Pembangunan, Tataguna Lahan, Kesejahteraan Rakyat.
Peran Tenaga Kerja Indonesia dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Maulida Indriani
Gema Keadilan Vol 3, No 1 (2016): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1189.077 KB) | DOI: 10.14710/gk.2016.3644

Abstract

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan dimana bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja tersebut, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuaidengan harkat dan martabat kemanusiaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja atau buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja atau buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Namun permasalahan yang dihadapi Indonesia sampai saat ini adalah masih banyaknya penduduk usia kerja (produktif) yang belum atau tidak memiliki pekerjaan sehingga tentunya hal tersebut dapat mempengaruhi terhadap pembangunan nasional. Mengingat tenaga kerja merupakan salah satu unsur penting dalam pembangunan Indonesia.Kata Kunci : Pembangunan nasional, Tenaga Kerja
Resistensi Pembangunan dan Lahan di Indonesia Demi Terwujudnya Keadilan dan Kesejahteraan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Rais Firdaus Handoko
Gema Keadilan Vol 3, No 1 (2016): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (985.872 KB) | DOI: 10.14710/gk.2016.3639

Abstract

Hukum adalah pedoman untuk bersikap dan bertingkah laku.Dibentuknya hukum bertujuan untuk menciptakan kedamaian dalam kehidupan (di dalam kedamaian terdapat kesejahteraan, ketertiban, dan keadilan) masyarakat. Untuk membentuk hukum, diwajibkan menggali nilai-nilai dan norma-norma di dalam masyarakat. Jika hal tersebut dapat tercapai maka tercapailah yang disebut hukum responsif, yaitu hukum yang sesuai dengan keinginan dan substansi dalam masyarakat, sehingga hukum diciptakan untuk manusia, bukan manusia diciptakan untuk tunduk terhadap hukum. Pembentukan hukum seringkali belum berjalan seperti yang diharapkan (das sollen), karena pembentukan hukum sering dipengaruhi oleh kepentingan politik suatu kaum masyarakat.Hukumdan politik bagaikan dua sisi mata uang logam, yang mana mempunyai wajah (fisik) yang berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan.Dari adanya politik suatu kaum masyarakat membuat hukum tidak untuk kepentingan bersama, maka terkadang timbul aturan yang tidak pro-rakyat. Pembangunan tidak seluruhnya bersifat negatif, tetapi pembangunan yang tidak ada pembatasan, tidak akan memunculkan keadilan dalam masyarakat. Pada dasarnya manusia memiliki karakter homo homini lupus (manusia serigala untuk manusia lainnya) sehingga tidak seluruh pembangunan ditujukan untuk kemakmuran bersama, terlebih juga suatu pembangunan pasti memiliki tujuan (kepentingan). Kepentingan-kepentingan kelompok suatu kaum masyarakat memunculkan kelompok masyarakat yang kuat dan lemah.Kelompok masyarakat kuat muncul pula yang pro-rakyat dan tidak pro-rakyat. Kelompok kuat cenderung memiliki akses terhadap aparatus negara, sehingga pemilik modal yang neo-liberal tampil sebagai kekuatan sosial dominan, sehingga perlu di resistensi agar menimbulkan kepastian, evaluasi (kemanfaatan), dan keadilan.Kata kunci: Resistensi, Das Sollen, Pembangunan.
Pengaruh Tata Kelola Pemerintahan yang Baik(Good Governance) Terhadap Resistensi Sosial Perubahan Pembangunan oleh Masyarakat Sri Ulisah
Gema Keadilan Vol 3, No 1 (2016): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1008.053 KB) | DOI: 10.14710/gk.2016.3645

Abstract

Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik atau lebih dikenal dengan istilah good governance merupakan salah satu wujud untuk terselenggaranya negara yang menjunjung kepentingan rakyat. Jika dikaitkan dengan perubahan terhadap pembangunan masyarakat, apabila good governance tersebut tidak terlaksana seperti yang seharusnya, maka akan menimbulkan reaksi berupa resistensi atau penolakan dari masyarakat. Akan ada banyak kecurigaan dan ketidakpastian bila pembangunan tersebut menggerus hak-hak asasi masyarakat. Perubahan terhadap sesuatu yang sudah mendiami masyarakat akan menimbulkan penolakan dari masyarakat untuk melindungi nilai-nilai yang sudah ada. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah dalam memahami apa yangdibutuhkan masyarakat agar keadilan dan kesejahteraan tidak hilang karena pembangunan.Kata kunci: Good governence, resistensi, perubahan, masyarakat.
Pengaturan Perlindungan Hukum dan Pengakuan Terhadap Masyarakat Adat Terkait Resistensi Pembangunan (Studi Kasus Masyarakat Adat Tobelo, Halmahera, Maluku Utara) Valeri M.P Siringoringo
Gema Keadilan Vol 3, No 1 (2016): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1317.401 KB) | DOI: 10.14710/gk.2016.3640

Abstract

Dalam tulisan ini penulis mencoba menganalisa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan hukum dan pengakuan terhadap masyarakat adat. Berdasarkan hal itu, penulis melakukan pengkajian tentang “Pengaturan Perlindungan Hukum dan Pengakuan Terhadap Masyarakat Adat Terkait Resitensi Pembangunan” (studi kasus masyarakat adat Tobelo, Halmahera, Maluku Utara). Tipe penelitian menggunakan yuridis normatif dengan sifat deskriptif analitis melalui pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan alat pengumpul data studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer. Saat ini, Indonesia telah menaruh perhatian dan melakukan upaya dalam hal perlindungandan pengakuan hak masyarakat adat dilihat dari adanya pengaturan tentang hal tersebut dalam beberapa undang-undang. Namun hal tersebut justru menimbulkan ketidakpastian dan kurangnya kesesuaian antara satu undang-undang dengan undang-undang lain yang menimbulkan kerancuan untuk berlakunya asas lex specialis bila terdapat 2 (dua) undang-undang khusus.Contoh UndangUndang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 mengenai Hak Ulayat dan Hak-hak Perseorangan Atas Tanah dan Sumber Daya Alam belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang terdapat di dalam UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 yang sudah berlaku sebelumnya. UUPA pada dasarnya memberikan pengakuan hutan adat (tanah ulayat) sebagai bagian dari Kawasan Hutan Negara dengan syarat keberadaan hak ulayat tersebut memang menurut kenyataannya masih ada dan dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan kepentingan nasional dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Sedangkan dalam UUPA, tanah ulayat merupakan hak milik yang tidak berada dalam kawasan hutan negara.Hak milik ini dikenal dengan hak lama yang berasal dari hak adat dengan pengakuan Pemerintah. Perbedaan konsep penguasaan/ kepemilikan hutan adat/ tanah ulayat masih juga hadir dalam Undang-Undang Kehutanan.Ketidakpastian pengaturan inilah yang akhirnya berdampak pada kejelasan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat seperti halnya suku Tobelo yang wilayah adatnya dipakai untuk menjadi taman nasional dan dilarang berburu dan mencari makanan di wilayah tersebut yang menimbulkan berbagai resistensi terhadap pembangunan dari masyarakat.Kata kunci : pengaturan, perlindungan, hak hak masyarakat adat, resistensi.
Amnesti Pajak Dalam Prespektif Keadilan dan Pembangunan Nasional Chrystofer Chrystofer
Gema Keadilan Vol 3, No 1 (2016): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1090.173 KB) | DOI: 10.14710/gk.2016.3635

Abstract

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, serta membutuhkan modal yang sangat besar. Modal, baik dalam bentuk uang maupun bentuk lainnya yang mempunyai nilai ekonomis, mempunyai peranan penting minimal dalam 2 hal, yaitu sebagai investasi dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk menciptakan kemakmuran rakyat, kedua, pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan penerimaan pajak. Meskipun pajak bukan satu-satunya faktor pendorong minat investasi, akan tetapi sistem perpajakan yang berlaku di suatu negara menjadi pertimbangan sendiri bagi investor untuk memilih negara mana yang akan dijadikan tempat investasi. Pengenaan pajak yang relatif kecil atau pembebasan pajak pada suatu negara (tax haven) menjadi menarik bagi investor karena sudah menjadi gejala masyarakat di negara manapun. Orang cenderung untuk membayar pajak relatif kecil, bahkan mengelak atau menghindari pajak. Tindakan yang demikian jelas akan merugikan penerimaan negara dari sektor pajak (Tax Loss). Perkembangan global mengenai amnesti pajak dan pembebasan utang pajak semakin banyak dilakukan di berbagai negara, kemudian pemerintah Indonesia terdorong dan memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan mengenai Amnesti Pajak. Amnesti pajak adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada wajib pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan atas harta yang diperoleh. Amnesti pajak dilakukan dalam rangka perkembangan ekonomi Indonesia dalam menghadapi tekanan ekonomi global, tekanan ekonomi eksternal,maupun masalah internal ekonomi dalam negeri. Pemberian amnesti pajak dalam aspek lain juga dirasakan merugikan Negara dan bertentangan dengan keadilan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya penghargaan bagi wajib pajak yang taat membayar pajaknya. Namun,penunggak pajak yang tidak membayar pajaknya sejak lama diberi keringanan dengan dihapuskan sanksi administrasi terkait utang pajak yang belum dibayarkan.Kata Kunci: Pembangunan nasional, amnesti pajak, keadilan.
Mengintegrasikan HAM dalam Kebijakan dan Praktik Pengelolaan Sumber Daya Alam (Kasus Pengelolaan Hutan Tumpang Pitu Banyuwangi Pebri Tuwanto; Aditama Setya Prakoso
Gema Keadilan Vol 3, No 1 (2016): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1092.108 KB) | DOI: 10.14710/gk.2016.3641

Abstract

Mengintegrasikan HAM dalam pengelolaan SDA adalah sebuah tanggung jawab dan kewajiban bagi negara sebagai pemangku kebijakan serta korporasi yang menjalankan praktik di lapangan. Kondisi ini jelas akan melibatkan suatu proses yang kompleks karena ada kemungkinan mengubah dan memberi pengaruh terhadap kegiatan korporasi yang sudah mapan atau aktivitas sosial lainnya, yang mencakup sejumlah komponen kelompok korporasi, otoritas lokal, atau individuindividu berpegaruh lainnya. Hal ini bisa dlihat dari alih fungsi Hutan Lindung Tumpang Pitu. Hasil penelitian dari penulis menyatakan bahwa alihfungsi Hutan Lindung Tumpang Pitu menjadi hutan produksi untuk kemudian menjadi areal open pit minning (penambangan terbuka) akan terus menuai masalah. Tak hanya masalah lingkungan, tambang ini juga melahirkan dampak sosial berupa resistensi warga terhadap penambangan yang dilakukan. Dilihat dari aspek HAM, resistensi ini terjadi karena ancaman tidak terintegrasinya HAM ketika penambangan emas Tumpang Pitu berjalan.Kata kunci: Alih Fungsi Hutan, HAM, Negara, Korporasi
Mengurai Perempuan dan Pembangunan (Studi Kasus Kartini Kendeng) Samuel B. T. Rajagukguk
Gema Keadilan Vol 3, No 1 (2016): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1245.052 KB) | DOI: 10.14710/gk.2016.3643

Abstract

Sudah hampir 3 (tiga) tahun, Indonesia khususnya masyarakat Pegununan Kendeng di Jawa Tengah dihadapkan pada persoalan bagaimana sebenarnya konsep yang tepat dalam merumuskan masyarakat yang dicita-citakan. Tidak lebih perdebatannya adalah siapa yang akan merumuskan ataupun mendeskripsikan masyarakat ideal. Hal ini dihadapkan pula oleh kekuasaan dan sifat mendasar dari manusia Indonesia itu sendiri. Definisi pembangunan guna mencapai masyarakat yang dicitakan menjadi program sentral pemilik modal, kuasa, dan budaya-budaya Patriarki manusia Indonesia. Masyarakat kecil termajinalkan, masyarakat adat dihilangkan, kaum minoritas dianggap tidak ada, hingga persoalan lainnya. Tebakannya adalah mungkin saja Indonesia masih proses menjadi. Tetapi, nilai fundamentalnya adalah menjadi apa, konsep kaum urbankah, pandangan kaum andropsentriskah, atau lainnya untuk mencapai masyarakat yang inginkan. Bidang pertambangan dan industrialisasi sering kali yang menjadi korban adalah perempuan. Apakah dalam pengetahuan perempuan menolak pertambangan dan/atau industrialisasi.Kata Kunci: Pembangunan, Pertambangan, Industrialisasi, Perempuan.

Page 1 of 1 | Total Record : 9