cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana
ISSN : -     EISSN : 25976893     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana merupakan jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, dengan durasi 4 (empat) kali dalam setahun, pada Bulan Februari, Mei, Agustus dan November. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana menjadi sarana publikasi artikel hasil temuan Penelitian orisinal atau artikel analisis. Bahasa yang digunakan jurnal adalah bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ruang lingkup tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu hukum Yang mencakup Bidang Hukum Pidana.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1: Februari 2021" : 20 Documents clear
PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PENGHINAAN MARTABAT KEPALA NEGARA DALAM KUHP DENGAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Muhammad Jazuli; Dahlan ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, dan/ atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Namun pada kenyataannya, masih ada yang melanggar pasal tersebut.Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui, mengkaji, meneliti dan menganalisis sanksi bagi pelaku penghinaan terhadap Presiden serta perbandingan Tindak Pidana Penghinaan Martabat Kepala Negara dalam KUHP dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian normatif, yang mana data diperoleh dengan studi kepustakaan/data sekunder, yaitu dengan membaca dan menelaah buku-buku, peraturan perundang-undangan dan hasil-hasil penelitian sebelumnya.Hasil penelitian menjelaskan bahwa pengaturan sanksi tindak pidana penghinaan martabat kepala negara yang dilakukan dalam media sosial dapat dihukum pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun penjara dan denda paling banyak 1.000.000.000.00, (satu miliyar rupiah) hal ini diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (3), jo Pasal 45 ayat (1) dan pada KUHP diatur berdasarkan masing-masing ketentuan, yaitu ketentuan dalam Pasal 134, 136 dan 137 KUHP, dan Perbedaan ketentuan pidana penghinaan terhadap Martabat Kepala Negara dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi danTransaksi Elektronik dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Di dalam KUHP penghinaan terhadap Martabat Kepala Negara diatur didalam Pasal 134, 136 dan 137 sedangkan di dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang merupakan peraturan khusus dari KUHP sebagaimana asas hukum lex spesialis derogate legi lex generalis diaturnya mengenai pencemaran nama baik atau penghinaan di dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE.Disarankan kepada pemerintah untuk mengawasi pengguna media sosial agar tidak terjadi penyalahgunaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana penghinaan martabat Kepala Negara khususnya yang menggunakan media sosial sebagai sarana dalam melakukan kejahatan serta diharapkan kepada masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan media social
TINDAK PIDANA MEMILIKI NARKOTIKA GOLONGAN I JENIS GANJA YANG DILAKUKAN OLEH PEREMPUAN (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jantho) Melva Ariani; Ida Keumala Jeumpa
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor perempuan memiliki narkotika, pertimbangan hakim menjatuhkan hukuman relatif ringan, serta untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana perempuan memiliki narkotika. Untuk memperoleh data dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Hasil penelitian Faktor yang menyebabkan perempuan melakukan tindak pidana memiliki narkotika adalah ingin mendapatkan kekayaan lebih, faktor ajakan, faktor lingkungan, faktor memakai sendiri, faktor ekonomi. Putusan hakim menjatuhkan pidana relatif ringan bagi pelaku perempuan memiliki narkotika yaitu karena terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa seorang ibu, terdakwa berterus terdang di persidangan, terdakwa sangat menyesali perbuatannya. Upaya yang dilakukan dalam menanggulangi terjadinya tindak pidana memiliki narkotika khususnya yang dilakukan oleh perempuan adalah dengan upaya preventif yaitu dengan menyuluhan, pembinaan. Upaya represif yaitu melalui proses peradilan dan penjatuhan pidana
KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP TINDAKAN NARAPIDA MELARIKAN DIRI DARI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (SUATU PENELITIAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A BANDA ACEH) Muhadil Iqbal; Mohd Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sanksi disiplin dalam Undang-Undang Pemasyarakatan, sebaiknya dilakukan jalur non penal mencari penyebab kejahatan dan melihat kebijakan atau aturan hukum menyesuaikan dengan kaedah serta norma hukum dan kondisi sosial masyarakat. Narapidana melarikan diri disebabkan transisi kepemimpinan Lapas terdahulu tidak menjalankan hukum pemasyarakatan. Sanksi disiplin tidak mencegah narapidana melarikan diri dari Lapas. Tujuan penelitian untuk menjelaskan kebijakan kriminal mencegah narapidana melarikan diri, penyebab narapidana melarikan diri dan melakukan tindak pidana baru, serta hambatan menanggulangi narapidana melarikan diri dari Lapas. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis empiris. Analisis dengan mengolah data skunder menelaah literatur yang berkaitan dan data primer diperoleh dari lapangan. Berdasarkan penelitian di Lapas Klas II A Banda Aceh adalah kebijakan kriminal mencegah narapidana melarikan diri dilakukan dengan pencegahan dan penanggulangan, penyebab narapidana melarikan diri dipengaruhi transisi kepemimpinan Lapas dan narapidana melakukan tindak pidana baru karena belum ada dasar hukum selain sanksi disiplin dan merupakan pelanggaran tata tertib, dan hambatan menaggulangi kurangnya sarana terbatasnya prasarana di dalam Lapas. Disarankan Kementrian Hukum Dan Hak Asasi Manusia membuat sanksi kurungan selama satu tahun maksimal untuk narapidana melarikan diri dari Lapas. Melakukan kerjasama dengan badan usaha untuk meningkatkan kerampilan narapidana, serta membekali petugas dengan senjata api dan memanfaatkan pos penjagaan Lapas.
TINJAUAN KRIMINOLOGIS PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA JENIS SABU OLEH ANAK (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI LHOKSUKON) M Rabiel bahana; M Iqbal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak, upaya yang dilakukan oleh penegak hukum dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika oleh anak, dan bentuk sanksi yang dijatuhkan oleh hakim dalam perkara anak mengenai penyalahgunaan narkotika jenis sabu. Data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab anak melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak yaitu faktor pengaruh lingkungan atau pergaulan, faktor ekonomi, dan faktor pendidikan. Upaya penanggulangan yang dilakukan pihak kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana Penyalahgunaan narkotika yaitu meningkatkan kerjasama dengan instansi yang terkait maupun bersama dengan tokoh masyarakat demi terwujudnya koordinasi yang baik dalam penegakan hukum, melakukan sosialisan tentang akibat penyalahgunaan narkotika. bentuk putusan yang dijatuhkan tidak memandang anak sebagai korban yang seharusnya pemulihan lebih dipentingkan dari  hukuman. Disarankan kepada semua pihak penegak hukum untuk lebih intensif dalam melakukan penyuluhan demi meningkatkan kesadaran masyarakat terutama kesadaran orang tua dalam mejaga anak supaya tidak terjerumus kedalam penyalahgunaan narkotika oleh anak. Demikian halnya kepada anak sebagai pelaku untuk dikenakan sanksi yang memerhatikan tumbuh kembang dan masa depan anak.
TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Polresta Banda Aceh) Muhammad Iqbal Lubis; Ida Keumala Jempa
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 82 ayat (1) Undang - Undang Perlindungan Anak menyatakan barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Namun dalam kenyataannya masih tejadi tindak pidana pecabulan di wilayah Aceh Besar. Tujuan penulisan artikel ini untuk menjelaskan penyebab pencabulan terhadap anak dibawah umur. Metode penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan (field research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan di wilayah hukum Polresta Banda Aceh, yaitu; Pergaulan Bebas, faktor teknologi, dan pacaran. Disarankan perlu adanya penindakan yang tegas dan nyata dalam rangka menangani faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan di wilayah Aceh Besar.
TINDAK PIDANA PENGANGKUTAN IKAN YANG TIDAK MEMILIKI SURAT IZIN KAPAL PENGANGKUTAN IKAN (SIKPI) (SUATU PENELITIAN DI SATUAN POLISI PERAIRAN POLRES PIDIE) Muhammad Faqih; M Iqbal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Sudah jelas menjelasakan bahwa pengangkutan ikan harus memiliki SIKPI. Meskipun telah diancam dengan hukuman, kenyataannya masih banyak ditemukan Nakhkoda atau pemilik kapal yang tidak memiliki Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan di Kabupaten Pidie Jaya. Penulisan artikel ini bertujuan menjelaskan faktor penyebab dilakukannya tindak pidana penangkapan ikan yang tidak memiliki surat izin kapal pengangkutan ikan SIKPI, hambatan dalam pelaksanaan penanggulangan oleh polisi perairan terhadap pelaku pengangkutan ikan yang tidak memiliki sikpi dan upaya penanggulangan terhadap tindak pidana pengangkutan ikan yang tidak memiliki surat izin kapal pengangkutan ikan SIKPI. Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari buku-buku dan Undang-Undang. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan cara mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor penyebab terjadinya  tindak pidana penangkapan ikan yang tidak memiliki surat izin kapal pengangkutan ikan SIKPI kurangnya kesadaran dan kepatuhan hukum bagi para pemilik kapal dalam melakukan pengangkutan ikan dan faktor pelayanan yang masih kurang. Hambatan Polisi Perairan Pidie Dalam Menindak Pelaku Pengangkutan Ikan Yang Tidak Memiliki SIKPI ialah belum adanya Pos PSDKP (Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) di Kabupaten Pidie Jaya, di Kabupaten Pidie Jaya masih belum ada kepolisian resort, ketika Pihak Satuan Polisi Perairan Pidie dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pidie Jaya melakukan sosialisasi terhadap pentingnya SIKPI, SIUP dan SIPI, Kebanyakan dari para pelaku usaha, Nakhkoda lebih memilih untuk melaut. Upaya iyang idilakukan iSATPOLAIR iPolres iPidie idan iDinas iKelautan idan iPerikanan iKabupaten iPidie iJaya iuntuk imenanggulangi isecara ipre-emtif, ipreventif idan irepresif idengan iaktif imengadakan isosialisasi iatau ipenyuluhan iaturan iperikanan, idan ipatroli irutin. Diharapkan ikepada iSATPOLAIR iPolres iPidie iaktif idan imaksimal idalam imelakukan iupaya ipenanggulangan isecara ipre-emtif, ipreventif idan irepresif. idan idiharapkan ikepada ipemilik ikapal iagar ipeduli idengan istatus ihukum, isosialisasi idan ipenyuluhan iperikanan iyang idilakukan ioleh ipihak ikepolisian idan idinas ikelautan idan iperikanan.
TINJAUAN KRIMINOLOGI TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG DILAKUKAN BERSAMA-SAMA DIMUKA UMUM (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Polres Aceh Barat Daya) Inggar Saputri; M Iqbal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pidana kekerasan diatur Pasal 170 ayat (1) KUHP. Pada tahun 2018 di wilayah hukum Aceh Barat Dayat  terjadi tindak pidana kekerasan dilakukan secara bersama-sama. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama dimuka umum, penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik, upaya penanggulangan,hambatan yang dilakukan terhadap tindak pidana kekerasan bersama-sama. Data yang diperoleh dalam penelitian melalui penelitian lapangan dan kepustakaan. Penelitian lapangan dilaksanakan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan informan sedangkan penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data sekunder.  Hasil penelitian didapati penyebab terjadinya kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama faktornya dikarenakan emosi masyarakat yang telah resah terhadap perilaku korban selama ini. Penegak hukum dalam menentukan tersangka tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersam-sama dengan cara mendengarkan saksi-saksi yang terlibat dalam kejadian tersebut. Penanggulangannya dengan mengadakan sosialisasi tentang pencegahan tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama di wilayah Hukum Aceh Barat Daya. Disarankan tindak pidana kekerasan yang dilakukan bersama-sama dimuka umum ini tidak terjadi lagi baik di wilayah Hukum Aceh Barat Daya maupun wilayah lainnya.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM (Suatu Penelitian Tindak Pidana Pencurian Di Wilayah Hukum Kota Lhokseumawe) Nadia Shafira; Rizanizarli Rizanizarli
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak  menyebutkan bahwa “Sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyidikan sampai  dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.” Pada Pasal 59 Angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa “Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak.” Namun dalam Wilayah Hukum Kota Lhokseumawe masih sangat sering terjadi tindak pidana pencurian yang di lakukan oleh anak dan anak yang berkonflik dengan hukum belum mendapatkan perlindungan yang baik. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pencurian yang dilakukan oleh anak, perlindungan hukum yang diberikan kepada anak yang berhadpan dengan hukum dan hambatan dalam penanganan kasus pencurian terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Dari hasil penelitian diketahui bahwa faktor anak melakukan tindak pidana pencurian disebabkan faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor keluarga dan faktor pendidikan. Perlindungan hukum kepada anak pelaku tindak pidana pencuria adalah dengan cara dilakukannya diversi dan restroactive justice dan hambatan dalam menanganin kasus tindak pidana pencurian disebabkan sangat sulit anak dalam memberikan keterangan, kurangnya tindak lanjut korban yang dirugikan terhadap laporan sehingga polisi sulit melanjutkan kasusnya, kurangnya kerja sama antara polisi dan balai permasyarakatan (BAPAS), dan belum adanya lembaga yang mengawasi tindakan restroactive justice setelah adanya  kesepakatan dari kedua belah pihak
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG MENJADI KORBAN AMUK MASSA (Studi Di Wilayah Hukum Polsek Syiah Kuala) M Agung dewantara; Tarmizi Tarmizi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan bahwa  “Korban tindak pidana berhak memperoleh Restitusi berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan, ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana, penggantian biaya perawatan medis atau psikologis.”. Namun pada kenyataannya, pasal tersebut belum dijalankan sepenuhnya. tujuan penulisan artikel ini untuk menjelaskan bentuk perlindungan hukum dan hambatan dalam pemberian perlindungan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang menjadi korban amuk massa. Data dalam penelitian artikel ini diperoleh dengan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa perlindungan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang menjadi korban amuk massa yaitu pertolongan dan perawatan, tidak mendapatkan ganti kerugian dan tidak memperoleh informasi mengenai perkembangan kasus. Faktor penghambat dalam pemberian perlindungan hukum terhadap pelaku tindak pidana yang menjadi korban amuk massa yaitu tidak terjadinya upaya damai dari pelaku dan korban, korban tidak melapor ke penegak hukum dan pelaku (terdakwa) menolak untuk mengganti kerugian. Disarankan kepada Polsek Syiah Kuala dapat memproses kasus amuk massa sehingga sampai ke pengadilan sehingga pelaku diberikan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.
PERLINDUNGAN TERHADAP TERSANGKA TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG MENGALAMI TINDAKAN MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING) (Suatu Penelitian di Wilayah Kepolisian Sektor Baitussalam Banda Aceh) Ikhwanul Khatami; Ainal Hadi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana pencurian beserta hukumannya telah diatur dalam Pasal 362, 363, 364, 365, 366, dan 367 KUHP. Bahwasanya tidak ada alasan pembenar untuk melakukan suatu tindak pidana pencurian, namun lebih tidak dibenarkan lagi bahwa untuk melakukan reaksi karena terjadinya tindak pidana pencurian tersebut, yaitu berupa tindakan penghakiman massa, karena bertentangan dengan asas presumption of innocence yang telah di atur dalam Pasal 170 KUHP. Akan tetapi pada kenyataannya, terdapat kasus penghakiman massa terhadap pelaku tindak pidana pencurian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab-penyebab terjadinya main hakim sendiri, juga untuk mengetahui upaya-upaya dari pihak yang berwajib dalam melakukan perlindungan terhadap tersangka tindak pidana pencurian dari tindakan main hakim sendiri serta apakah akan menjadi pertimbangan bagi hakim dalam mengambil keputusan terhadap tersangka tindak pidana pencurian yang sudah mengalami tindakan main hakim sendiri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian, pencurian semakin meresahkan, supaya memberi efek jera dan ada juga ikut-ikutan melakukan ketika melihat orang lain melakukan eigenrichting. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya tindakan eigenrichting, seperti menindak para pelaku eigenrichting. Dan memaksimalkan upaya-upaya yang sudah dilakukan seperti patroli rutin oleh pihak kepolisian.

Page 1 of 2 | Total Record : 20